Zakat apabila tidak terkelola secara baik, baik oleh amil atau pencatat yang dibentuk oleh swasta ataupun Negara hanya akan menjadi ritualitas dan formalitas saja tanpa mengena esensi dari zakat sebagai media untuk berbagi dan mengentaskan kemiskinan.
Dalam konsepsi zakat, zakat terbagi menjadi dua yakni zakat fitarh dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat untuk mensucikan diri dan biasa dikeluarkan umat islam pada bulan ramadhan dan bagikan oleh para amil kepada delapan mustahik yang tertera dalam al-Qur’an surat at-Taubah, sedangkan zakat mal adalah zakat harta yang harus dikeluarkan oleh umat islam terhadap harta yang dimilikinya atau profesi yang melekat pada dirinya yang dibatasi oleh konsep haul dan nisab.
Zakat sebagai bagian dari shari’ah umat terdahulu diwajibkan juga kepada umat Nabi Muhammad yang hukumnya wajib dikeluarkan oleh individu-individu yang menyatakan dirinya umat islam. Sebagai bagian dari shari’ah Nabi Muhammad, zakat adalah pembersihan harta dari hal-hal bathil atau shubhat (status hukumnys tidak jelas).
Optimalisasi pemberantasan kefakiran dan kemiskinan
Konsepsi muzakki memiliki pengertia orang-orang yang wajib zakat, sedangkanmustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat yang kriteria dan jumlah orangnya telah ditentukan dalam al-qur’an. beberapa dari mustahik itu adalah fakir, miskin dan fisabilillah yang memiliki arti orang-orang yang berjuang dijalan Allah atau mujahid.
Makna fisabilillah yang awalnya identik dengan orang yang berperang untuk menegakkan agama Allah dikonversikan oleh para ulama kekinian menjadi orang yang menuntut ilmu, orang-orang yang menyebarkan ilmu dan orang-orang yang selalu berusaha untuk memakmurkan masjid. Dikonversikan makna fisabilillah tersebut disebabkan tidak adanya lagi orang kafir yang menyatakan perang secara terbuka terhadap orang-orang islam.
Melihat konteks kekinian, makna fisabilillah yang diartikan sebagai orang-orang yang menuntut ilmu agama masih relevan untuk dijadikan mustahik dalam konteks memberikan beasiswa pendidikan kepada siswa atau mahasiswa miskin. Tetapi kalau makna fisabilallah dikonversikan menjadi para tuan guru yang memiliki lembaga pendidikan untuk dijadikan mustahik, bagi penulis tidaklah patut mereka atau lembaganya menjadi mustahik. Kenapa??? Karena kalau kita melihat tuan guru hari ini rata-rata mereka memiliki rumah mewah dan mobil mewah, sedangkan lembaganya mendapatkan operasional dari SPP siswa atau mahasiswanya dan bantuan-bantuan lainnya dari pemerintah dalam bentuk BOS (Bantuan operasional sekolah) dan proposal-propsal silmuan lainnya. Sehingga bagi penulis tidak layak zakat yang dikelola oleh BAZNAS atau BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) disalurkan ke lembaga-lembaga pendidikan sebab sangat rentan dijadikan media kampanye oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dan akan mencederai nurani rakyat.
Sudah saatnya hari ini, untuk rethinking (berpikir kembali) dalam menafsirkan maknafisabilillah dengan makna yang baru dalam rangka meciptakan masyarakat elegan dan sejehtera untuk menghindari terciptanya masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin sehingga akan meligitamsi bahwa agama adalah candu kehidupan.
Melihat fenomena kemiskinan dan kefakiran yang hampir-hampir mendekati kekupuran, seharusnya orang-orang yang merasa mampu selama ini, puasa untuk menerima zakat, baik dalam bentuk zakat fitrah atau mal. Dengan tujuan optimalisasi penyaluran zakat bagi kaum fakir dan miskin. Sehingga tujuan zakat sebagai media peningkatan kesejahteraan umat dapat terwujud secara maksimal.
Dalam sejarahnya, baitu mal yang ada pada zaman Nabi dan sahabat adalah tempat untuk menampung hasil zakat dan disalurkan kepada orang-orang tepat. Dengan semangat berbagi dan memutus mata rantai kemiskinan. Karena apabila kemiskinan masih ada dalam kehidupan bermasyarakt ada kekhawatiran orang-orang islam akan mudah berubah akidahnya.
Zakat sebagai media menjadikan NTB bumi sejuta sapi (BSS)
Berangkat dari hadis Nabi yang artinya “ ampir-hampir kepakiran mendekati kekupuran”. Hadis tersebut memberikan isyarat bahwa kemiskinan itu harus diberantas kalau tidak bias ya diminimalisir. Orang islam sudah tidak saatnya lagi terjebak dengan pemikiran “dunia adalah penjara bagi orang islam dan surge bagi orang kafir”. Apabila pemikiran ini berlarut-larut umat islam akan mudah menggadaikan imanya dengan sebungkus supermi apalagi gerakan kristenisasi mengerah kepulau seribu masjid ini.
Provinsi NTB pada era kepemimpinan Tuan Guru Bajang (TGB) hari ini mendapatkan predikat telah mampu menurunkan angka kemiskinan masyarakatnya menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) dan ini harus kita berikan apresiasi.
Tetapi akan lebih baiknya, program Bumi sejuta sapi (BSS) yang menjadi program unggulan pemerintahan provinsi hari ini harus benar-benar diwujudkan. Problem yang ada hari ini apakah seluruh masyarakat merasakan program tersebut dengan jalur birokrasi yang begitu ketat atau apakah masyarakt masih percaya dengan SKPD yang ada??. Melihat realitas yang ada program tersebut dirasakan dampaknya oleh kelompok yang mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota yang ada, yang pada akhirnya program tersebut hanya dirasakan oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan tokoh ini dan itu.
Untuk membuktikan apakah program tersebut dikenal oleh masyarakat bawah, cobalah tanyakan kepada mereka, apa mereka mengetahui atau tidak?
Kenapa zakat yang dikelola oleh Bazda tersebut sebagai media untuk membumikan sejuta sapi??? Sebab apabila hasil zakat yang ada terkelola secara baik dan disalurkan kepada orang yang tepat maka program tersebut akan mampu menjadi program unggulan yang membumi serta akan mampu memutus mata rantai kemiskinan yang ada secara totalitas.
Cara untuk mewujudkan program tersebut adalah hasil zakat yang ada dibelikan sapi produktif oleh pemerintah daerah untuk dibagikan kepada orang-orang yang benar-benar miskin dan fakir. Dan sapi tersebut disalurkan melalui Team Indefendent yang dibentuk oleh pemerintah dan orang-orang yang menjadi anggota team tersebut adalah orang yang memiliki integritas tinggi dan kualitas diri yang tegas dan berpihak kepada orang-orang miskin.
Dalam rangka menyukseskan program tersebut, semua elemen entah itu pemerintah daerah, tokoh agama seperti Tuan Guru dan kelembagaan Majlis Ulama harus berani memfatwakan cara baru untuk mengelola zakat serta penyalurannya demi kemaslahatan ummat dan memutus mata rantai garis kemiskinan yang sistemik saat ini.
Hukum islam akan selalu kontekstual dan menjadi rahmatallilalamin apabila individu-individu yang memiliki kualifikasi sebagai mujtahid berani untuk menfatwakan hukum sesuai dengan kebutuhan zaman hari ini, karena produk hukum yang terkodifikasi dalam bentuk fiqh tidak bersifat mutlak disebabkan produk hukum yang difatwakan oleh mujtahid terdahulu sesuai dengan kebutuhan zamannya. Untuk kondisi saat ini, yang faham tentang zaman kita adalah kita sendiri.
Optimisme ini memang berlebihan, tetapi apa salahnya pemerintah harus mencoba untuk menyalurkan zakat dengan cara seperti ini, sehingga yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya tidak hanya ikan yang akan membuat masyarakat menjadi manja dan memiliki etos kerja yang lemah, tetapi mereka harus diberikan kail untuk mendidik masyarakat menjadi pekerja keras dan mandiri dalam rangka menciptakan masyarakat madani. Karena apabila hasil zakat yang ada dibagikan secara konvensional seperti selama ini, masyarakat miskin dan fakir hanya bisa menikmatinya untuk beberapa hari saja. Tetapi apabila mereka diberikan sapi atau kambing untuk dia ternak maka mereka akan menikmatinya untuk waktu yang cukup panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar