Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Minggu, 11 Mei 2014

Ketika Polisi Bermental “Seikhlasnya”

POLISI selama ini dikenal sebagai aparat kemananan negara yang selalu siap melayani masyarakat.  Di Indonesia, profesi polisi sangat banyak dicari. Tak heran bila banyak orang tua rela menggelontorkan uangnya ratusan jura rupiah agar anaknya bisa lulus menjadi seorang perwira polisi. Karena  menjadi kebangaan tersendiri bila anak mereka bisa mengenakan pakaian seragam polisi yang gagah dan berwibawa. Masyarakat pada umumnya, menganggap pekerjaan seorang polisi adalah pekerjaan yang menjanjikan di hari tua karena ada gaji pensiunnya yang hampir tidak jauh berbeda dengan PNS (Pegawai  negeri Sipil).
Lika liku menjadi seorang polisi banyak ragamnya. Tak jarang juga polisi terlibat kasus korupsi. Sebutlah kasus simulator yang menjerat  petinggi besar kepolisian lalu lintas Joko Susilo. ia menjadi tersangka dalam kasus korupsi yang telah merugikan Negara ratusan milyar rupiah. Dan masih banyak lagi kasus lainnya yang terjadi dalam internal kepolisian yang sampai saat ini belum terungkap. Apa sebenarnya yang mendasari  joko susilo melakukan korupsi? Apakah gajinya sebagai  seorang polisi tidak cukup?
Barangkali gaji seorang polisi memang tidak cukup. Bila dihitung gaji seorang polisi golongan I Tamtama (golongan pangkat kepolisian yang paling rendah) sekitar 1,393.000 selain tunjangan dan lain-lainnya. itu masih gaji tahun pertama bekerja selain. Bila tahun kedua gajinya tentu akan dinaikan sesuai dengan prestasi dan kinerjanya. Kalau memang gaji seorang polisi kecil,  kenapa harus memaksakan mendaftar menjadi seorang polisi? Tentu masih banyak rofesi lain yang menjajikan selain menjadi seorang polisi. Atau mungkin menjadi seorang polisi banyak sampingannya?
Bila mendengar pertanyaan itu, saya jadi teringat dengan peristiwa kemarin, jumat tanggal 9 April 2014. Saat itu, saya berangkat dari kosan menuju kantor  kepolisian di daerah tangerang selatan untuk mengurus surat kehilangan buku tabungan BNI. Biasanya kalau ada kehilangan berupa KTP, Passport, dan dokumen penting lainnya  yang berhubungan dengan perusahaan atau instansi maka harus dilaporkan ke kantor kepolisian sebagai tanda bukti kuat yang bisa dipetanggung jawabkan secara konstitusional. Seperti biasanya, Setibanya saya di kantor polisi, saya dipersilahkan untuk menunggu di ruang tunggu. Pagi itu tidak terlalu banyak orang yang antri menunggu paling hanya sekitar 2-4 orang saja dan itu biasa bagi saya. Karena bukan kali ini saja saya mengurus surat kehilangan di kantor kepolisian. Sekitar 4 bulan lalu saya juga pernah mengurus surat kehilangan passport  di kantor kepolisian daerah pasar minggu Jakarta selatan.
Setelah menunggu beberapa menit, tiba giliran saya untuk mengurus surat kehilangan. Ketika saya masuk, saya disuruh menunggu sebentar karena harus ganti petugas. Mungkin jadwal piket  sang polisi sudah selesai dan harus digantikan dengan petugas polisi lain. Ada sekitar 5 menit saya menunggu. Tapi tak apalah toh saya juga tidak terlalu terburu-buru. Petugas polisi baru yang ditunggu pun tiba. Saya pun dan petugas polisi yang berkumis tebal terlibat dalam percakapan.
“Mau urus apa? Tanya sang polisi dengan mimik serius
“Mau urus surat keterangan hilang Pak”. Sahutku
“apa yang hilang? Tanya sang polisi lagi.
“Buku tabungan BNI pak”. Jawabku.
Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang saya jawab. Dari awal saya bertemu dengan polisi itu tidak ada senyuman sedkitpun yang tampak dari wajahnya. Saya hanya berbaik sangka saja. Mungkin itu sudah karakter bawaannya.
Setelah surat kehilangan diprint dan ditangani. Sayapun coba iseng bertanya pada polisinya. Sebenarnya saya hanya ingin mencoba sejauh mana tingkat keikhlasan dan kejujurannya dalam melayani masyarakat.  Ketika saya bertanya mata petugas polisi itu tertuju di luar. Entah apa yang dilihat saya juga tidak tau. Dengan masa bodoh saya bertanya.
Sudah selesai pak? Tanyaku
“sudah” jawabnya
“Berapa pak?”
sambil mata masih terarah di luar dan dengan wajah yang agak ceria ia menjawab: “ Seikhlas aja”!
Hati saya pun tersenyum melihat polisi itu akhirnya bisa tersenyum  setelah menerima “sesuatu yang seikhlasnya” itu. Mungkin itu yang ditunggu-tunggu dari tadi.   Padahal tidak demikian halnya ketika saya mengurus surat keterangan hilang 4 bulan yang lalu kantor kepolisian di pasar minggu. Jawabanya ramah dan menyenangkan.
“berapa pak”? tanyaku
“Ga usah, ga dipungut biaya kok, itu sudah kewajiban kami” jawab sambil tersenyum.
Seusai mengurus surat itu, disatu sisi saya sedih karena ternyata masih ada aparat polisi yang sudah digaji oleh Negara tapi  masih bermental “seikhlasnya”. Di sisi lain saya bahagia karena ternyata masih ada juga polisi yang memiliki keikhlasan tinggi melayani masyarakat. Saya berjalan keluar dari kantor kepolisian itu, sambil berharap  semoga polisi tadi tidak mengikuti jejak salah satu petingginya yang sedang mendekam dalam penjara KPK. Dan semoga Negri yang tercinta ini selalu dipimpin oleh orang-orang yang memiliki keikhlasan yang tinggi dalam mengabdikan dirinya untuk rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar