Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Senin, 12 Mei 2014

Apakah Kita Bangsa Yang Bebal?

Hari Minggu kemarin Walikota Surabaya Tri Rismaharini ngamuk begitu judul berita di media. Bukan kali ini saja Risma marah dengan nada keras. Dan bukan Risma saja yang pernah marah dengan cara membentak kasar. Beberapa saat yang lalu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga ngamuk. Belum lagi Wakil Gubernur DKI Ahok yang “hampir selalu” seperti itu ketika menghadapi masalah. Dengan kata lain mungkin Ahok yang mempunyai sumbu paling pendek.
Kenapa Risma, Ganjar dan Ahok marah dan ngamuk seperti itu? Mereka capek, lelah melihat bawahannya tidak bekerja dengan semestinya dan melanggar aturan. Pasti sudah sangat sering, Risma, Ganjar juga Ahok bicara secara baik baik dan pelan tentang peraturan yang juga sudah sangat dipahami oleh para bawahannya. Tapi tetap saja. Orang yang tidak bisa diomong pelan dan baik baik bisa disebut bebal.
Apakah semua pemimpin harus seperti itu supaya anak buah dan rakyatnya taat? Kita sudah lama dan sering menghimbau supaya menerapkan budaya antri, disiplin dan taat aturan. Dari mulai di sekolah, penempelan tulisan di tempat umum sampai dengan iklan di media. Apakah dengan menghimbau saja cukup? Tentu saja tidak. Harus ada hukuman untuk para pelanggar. Maka dibuatlah undang undang untuk para pelanggar disiplin. Lalu apakah masalah sudah selesai?
Himbauan sudah, didikan sudah, undang undang sudah tapi para pelanggar masih banyak bahkan terkesan bertambah banyak. Lihat saja dijalan raya, hampir disetiap lampu merah, para pemotor melewati garis putih untuk penyebrang jalan. Bahkan tidak sedikit yang tetap lewat walaupun lampu merah sudah menyala. Kendaraan parkir sembarangan. Lihat di jalan jalan, begitu banyak sampah bertebaran dimana mana, mereka bisa seenaknya buang sampah sembarangan.  Belum lagi mereka yang buang sampah di sungai yang bisa mengakibatkan banjir dan merugikan banyak orang. Apakah undang undang untuk pelanggaran itu tidak ada? Ada. Apakah itu membuat mereka taat?
Lalu mesti bagaimana supaya mereka mau taat aturan? Terapkan aturan dan hukum dengan sebenarnya dari hal yang paling kecil sekalipun seperti membuang sampah sembarangan. Jangan karena masalah sepele seperti membuang sampah sembarangan lalu dibiarkan. Denda pembuang sampah sembarangan dengan peraturan yang ada. Tilang para pelanggar lalu lintas jangan ada damai.
Perbaiki mental masyarakat dan anak anak kita supaya kelak jika menjadi penegak hukum tidak mau menerima suap dan pemberi suap. Sudah tidak heran lagi jika setiap ada peraturan dan undang undang baru merupakan celah bagi para penegak hukum untuk bisa mendapatkan jatah lebih dan celah untuk memeras rakyat (dulu uang damai lalu lintas cuma lima ribu sampai sepuluh ribu, dengan adanya peningkatan denda tilang apa masih mau segitu? Jangan jadikan uang pada posisi yang lebih tinggi dari hukum!!!
Saya sangat mengapresiasi dan mendukung ketika Risma akan membawa kasus pengrusakan Taman Bungkul itu ke ranah hukum untuk membuat efek jera. Semua manusia cenderung untuk melangar peraturan.
Semoga dengan penerapan hukum dengan secara benar, perbaikan mental masyarakat dan penegak hukum akan membuat kita tidak bebal sehingga harus dibentak dengan kata kata kasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar