Kamu tentu masih ingat kisah gadis kembar
asal Iran, Laden dan Laleh Binjani, yang meninggal setelah dilakukan operasi
pemisahan kepala di rumah sakit Raffles, Singapura pada 8 juli 2003 silam.
Operasi pemisahan ini merupakan salah satu operasi berisiko tinggi dan belum
pernah dilakukan sebelumnya mengingat operasi ini baru dilakukan setelah kedua
gadis itu berumur 29 tahun. Bayangkan! Selama 29 tahun mereka harus hidup
dengan ubun-ubun yang berdempetan satu sama lain atau dalam bahasa
kedokterannya disebut craniopagus vertical.
Hidup berdempetan kepala tak hari menghalangi
hidup. Hal yang menakjubkannya adalah mereka berdua lulus sebagai sarjana
hukum. Namun, mereka mempunyai keinginan dan cita-cita yang berbeda. Laden yang
bersuara lantang, menginginkan hidup terpisah dari saudari kembarnya sebagai
seorang pengacara di kota kelahiran mereka, Shiraz. Sedangkan Laleh, sebelum
dilakukan operasi dia mengatakan ingin menjadi seorang wartawan di Teheran.
Cita-cita yang timbul dari semangat untuk menjadi lebih baik. Meski cita-cita
itu harus kandas setelah operasi itu tak berhasil memisahkan keduanya secara
sempurna.
Mengapa baru pada usia 29 tahun keduanya baru
dioperasi? Mengapa pula mereka tetap bersikeras untuk dioperasi meski keduanya
tahu bahwa operasi dempet kepala memiliki banyak dimensi mikroteknik saraf yang
sangat rumit? Keduanyapun tahu resiko yang akan terjadi bila aliran darah ke
otak terputus meski hanya sejenak. Namun, semangat yang besar dari keduanya
untuk menjadi dirinya masing-masing secara terpisah menjadi inspirasi yang luar
biasa.
Memiliki cita-cita adalah hak setiap manusia,
seperti halnya hak untuk hidup. Akan tetapi hidup dengan cita-cita itu adalah
pilihan. Karena hidup tanpa cita-cita tak ubahnya berlayar tanpa arah. Maka
tinggal tunggu saja saat karam perahunya. Bahkan si kembar Laleh dan Laden pun
memiliki hak untuk bercita-cita. Meski tak sempat menjadi nyata. Maka lihatlah
kemauan keras dari kedua manusia yang ditakdirkan Yang Maha Berkehendak untuk
bersahabat dengan “cacat”, namun memiliki keinginan untuk tetap survive. Bahkan
mereka dapat membuktikan bahwa ketidaksempurnaan bukanlah suatu penghalang bagi
seseorang untuk terus belajar dan berprestasi.
Lalu bagaimanakah dengan kita yang normal?
Sudahkan kita memiliki cita-cita? Cita-cita yang tak sekedar cita-cita, tapi
cita-cita yang menjadi arah hidup kita. Tak ada salahnya untuk mulai
menyusunnya dari sekarang, tanpa harus menunggu momen tertentu. Momen yang
kadang tidak selalu sempat kita dapati ketika kita menunggu-nunggu. Jangan menunda untuk mulai mengubah hidup,
esok, lusa, atau tahun depan. Mulailah mengubah hidup sekarang, jangan tunggu
hari senin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar