Pertanyaan di atas memang butuh jawaban. Pasalnya, terkadang dalam berkomunikasi kita sulit mengendalikan emosi. Fakta riil di lapangan terkadang emosi orang meledak-ledak sehingga orang lain pun marah juga. Bukan tidak mungkin, kalau hal ini terjadi, pastilah terjadi pula konflik di antara komunikator (pemberi pesan) dengan komunikan (penerima pesan).
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya teringat pesan bijak yang berbunyi,”Siap payung sebelum hujan”. Artinya, kita harus siap-siap sebelum terjadi sesuatu. Konkretnya, berwaspadalah selalu,sebelum melakukan sesuatu, terutama dalam berkomunikasi, apalagi kalau berurusan dengan pembahasan di antara kubu politik. Sering kita lihat, ada yang “muka merah” ketika dia ditantang oleh orang lain, sementara dia tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan.Padahal beda pendapat itu, adalah modal untuk sebuah kesuksesan.
Sayang sekali, orang tidak mau dikritik. Padahal, kalau dicermati dengan baik, kritik itu berguna untuk menemukan situasi krisis sekaligus menemukan langkah praktis untuk mengatasinya. Iya, mungkin penyebabnya di sini, orang tidak paham kehadiran kritik, akhirnya asal ngomong aja, terutama kelemahan pihak lain. Ini namanya, cemooh, kalau tidak diikuti dengan solusi terhadap situasi krisis. Sasaran pemberian solusi itu, tidak lain untuk kembali ke situasi normal. Buat apa kita habiskan waktu untuk membicarakan sesuatu kalau pada akhirnya tidak menemukan solusinya. Kata orang bijak, “kritik itu, bukti cintanya seseorang”.Nah, mengapa kritik seseorang itu ditolak?
Kembali ke pertanyaan, mengapa sulit mengendalikan emosi, memang butuh jawaban pasti, sehingga kita terhindar dari konflik, apalagi kalau misalnya konflik antarkubu, seperti yang terjadi belakangan ini, terkait dengan hajat besar negeri ini, yakni soal capres dan cawapres. Emosi harus dikendalikan. kalau tidak, pasti berakibat fatal. Yang jelas kalau pihak lain tersinggung maka, pasti butuh waktu yang panjang untuk keluar dari dendam kesumat.Iya, salah satu jawaban pastinya, saya teringat pesan seorang ustad, “Jika sulit untuk mengendalikan emosi, maka sebaiknya komunikasi ditunda sampai keadaan emosi tenang atau kondusif.
Selain itu, hindari humor yang tidak perlu. Melontarkan humor dalam berkomunikasi, memang sah-sah saja untuk menyegarkan suasana. Namun, baik seorang komunikator maupun si komunikan, harus tanggap membaca situasi setelah mengungkapkan humornya. Apabila pihak lain menunjukkan wajah yang terganggu dengan humor itu, sebaiknya dengan segera menghentikan humornya dan segera meneruskan pembicaraan kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar