”Mengapa kalian mesti bermusuhan? Bersatupadulah,pertahankanlah kewarasan kalian. Bangunlah bersama negerimu.”
”Balaslah kejahatan dng kebaikan,namun bila kau tidak mampu melakukan hal itu,maka setidaknya janganlah membalas kejahatan dng kejahatan.” (Dikutip :Shri Sai Satcharita,hal: 98)
Nasehat diatas berasal dari seorang Mistik Sufi dari Shirdi. Sebuah kota di India.Beliau dikenal dengan sebutan Shirdi Baba.
Sebuah nasehat yang indah dan mengesankan dari seorang fakir, pecinta Allah sejati. Bagaimana Beliau memandang kehidupan secara jauh dan bebas. Tidak terbelenggu oleh pemahaman sempit pikiran yang membuat manusia hidup dalam alam kebencian dan permusuhan.
Agama dilakoni sebagai sebuah amalan nyata dalam laku kehidupan sehari-hari. Perbedaan yang ada dilihat sebagai sebuah kehendak dari Dia Sang Pencipta. Ya…Maha Kehendak Kudus yang menginginkan keanekaaragaaman, kebhinnekaan ciptaannya.
Ketika manusia menyadari hal itu maka akan timbul dari hatinya sebuah pemahaman untuk saling menghormati, saling menghargai sebagai wujud nyata bagian dari Dia Sang Maha Pencipta.
Demikian manusia yang berakal dan berpikir mampu melihat secara jernih persatuan dalam perbedaan. Dan selalu mengupayakan persatuan dan kesatuan.
Seperti analogi sebatang lidi jika disatukan maka akan berubah menjadi sebuah ikatan lidi-lidi yang dapat digunakan untuk menyapu, membersihkan kotoran dan memperindah lingkungan.
Manusia hadir untuk membuat sejarah, namun jangan lupa juga utk belajar dari sejarah perjalanan manusia pendahulu, mengambil hikmah dan juga kebijaksanaan sehingga dapat belajar dari sejarah tersebut. Karena kalau tidak…
Sejarah hanyalah kumpulan fakta tak berguna tentang kejadian-kejadian di masa lalu, jika kau tidak belajar dari kejadian-kejadian itu.“ (Buku Mahamaya ,verse 86 page 41)
Ya,kita akan selalu mengulang kembali peristiwa-peristiwa sampai kita mampu beranjak darinya.
Dan hari-hari ini kita semua disibukkan oleh hingar-bingar berita tentang Pemilu Presiden yang akan digelar sekitar 50 hari lagi. Banyak berita baik dan buruk menghiasi ruang-ruang publik.
Sebagai negara demokrasi hal tersebut adalah wajar, kebebasan berpendapat dan bersuara diakui oleh negara. Namun jangan sampai hal tersebut melenakan kita untuk menjaga persatuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa lepas dari atribut-atribut kelompok/golongan untuk melihat sebagai satu anak bangsa, bangsa Indonesia Raya.
Masihkah kita merasa sebagai satu bangsa?
Mari kita renungkan bersama…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar