Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Rabu, 30 April 2014

Jalannya Terlalu Berat

Diceritakan, ada seorang pemuda yang akan menemui saudaranya di suatu desa. Dia bertanya kepada pamannya, di mana rumah saudaranya itu. Pamannya membuatkan sebuah peta agar pemuda ini bisa sampai ke desa dimana saudaranya tinggal. Dengan berbekal peta itu, si pemuda pun berangkat.
Namun, beberapa saat kemudian, si pemuda itu kembali lagi ke rumahnya. Saat ditanya dia menjawab, “Jalannya terlalu berat. Terlalu mendaki dan berliku. Belum lagi bebatuan serta jurang di sisi jalan-jalan menuju desa itu.”
“Berapa umurmu?” tanya si paman.
“Saya 25 tahun paman. Ada apa dengan umur saya?” tanya si pemuda itu.
“Tahukah kamu, kapan saya terakhir ke desa itu?”
“Kapan paman?” tanya si pemuda.
“Terakhir saya ke desa tersebut, saat saya berumur 49 tahun, yaitu dua tahun yang lalu.” jawab si paman.
“Apa maksud paman?”
“Artinya, jalan ke desa itu memang berat. Pertanyaanya adalah, kenapa paman bisa? padahal saat itu umur paman 49 tahun? Sementara, kamu yang masih berumur 25 tahun, mengatakan terlalu berat.” kata si paman.
Si pemuda itu terdiam. Kemudian dia berkata, “Pada kenyataan saya tidak bisa melalui jalan itu, paman. Apa yang harus saya lakukan?”
Si paman tersenyum. “Itu maksud paman!”
“Bisa dijelaskan paman?” tanya si pemuda kebingungan.
“Sebelumnya, kamu mengatakan ‘jalannya terlalu berat’. Kamu menyalahkan kondisi jalan. Tetapi, baru saja kamu mengatakan ‘saya tidak bisa’. Kamu tahu perbedaanya?” tanya si paman sambil tersenyum.
Si pemuda ngangguk-ngangguk. “Artinya, masalah itu ada pada diri saya?”
“Ya, tentu saja. Kamu mulai mengerti. Ada mindset atau pola pikir yang harus kamu perbaiki. Ini untuk kemajuan kamu sendiri.” jelas si paman.
“Sering kali, saat kesulitan itu ada, orang lebih sering menyalahkan apa yang ada di luar dirinya. Kamu mengatakan, jalannya terlalu berat. Jalannya memang berat, namun yang kamu lupakan ialah bahwa kamulah yang tidak sanggup atau tidak bisa melalui jalan tersebut.” jelas si paman.
“Lalu, apa yang harus saya lakukan. Apakah saya harus belajar dan berlatih untuk melalui jalan itu?” kata si pemuda.
“Tentu saja, jika memang kamu tidak bisa. Jika kamu tidak bisa, maka kamu harus belajar dan berlatih.” jelas di paman.
“Tapi… jalannya sangat panjang dan curam.” kata si pemuda.
“Eit…!”, kata si paman sambil mengacungkan telunjuknya. “Kamu menyalahkan kondisi jalan lagi.”
“Oh iya. Saya lupa paman. Apa yang harus saya lakukan?”
Si paman tersenyum, kemudian dia menjelaskan:
“Jika jalan yang akan ditempuh sangat panjang, maka langkahkan kakimu satu langkah. Niscaya, jalan yang akan kamu tempuh sudah berkurang satu langkah. Kamu mengerti maksud saya?”
“Baiklah paman, saya mengerti. Sepertinya saya harus belajar cara melalui jalan itu. Saya memang tidak bisa.” kata si pemuda itu.
“Bagus, pelajaran pertama sudah kamu pahami. Jika tidak bisa, artinya kamu harus belajar dan secara bertahap. Namun ada satu pelajaran lagi yang harus kamu pahami sebelum kamu mengatakan tidak bisa.” jelas si paman.
“Apa itu paman?” si pemuda kembali penasaran.
“Sekarang, kita pergi ke jalan yang berat itu. Benarkah kamu tidak bisa?” kata si paman.
“Saya harus mencobanya?” tanya si pemuda.
“Ya tentu saja, kamu harus mencobanya. Tapi, sebelum mencoba ada hal yang harus kamu perhatikan. Yuk, kita ke sana.” ajak si paman.
Mereka pun langsung pergi menuju jalan yang berat, menanjak dengan sangat curam dan diapit oleh jurang-jurang yang dalam.
“Sekarang, kita duduk di warung kopi itu sambil ngopi.” ajak si paman sambil menuju sebuah warung kopi. Di warung kopi itu, mereka bisa melihat jalan yang berat tersebut dan aktivitas yang ada di jalan tersebut. Mereka pun memesan kopi sambil memperhatikan jalan.
“Lihat itu!” kata si paman, sambil menujuk ke seseorang yang berjalan, mendaki jalan yang dikatakan berat itu sambil memikul dua karung besar berisi rumput.
Si pemuda pun itu langsung melihat orang tersebut.
“Kamu tahu? Dia hampir setiap hari melalui jalan terjal itu untuk mengangkut rumput yang cukup berat. Ya, sekitar 50 kg.” kata si paman.
“Sekarang saya mengerti paman. Jika si bapak yang mengangkut rumput saja bisa, maka saya yang tanpa beban pasti bisa.” kata si pemuda dengan penuh antusias.
“Itu maksud paman, kamu pasti bisa. Tapi ada yang salah.” kata si paman sambil tersenyum.
“Apa yang salah paman?” kata si pemuda kaget. Dia sudah merasa cerdas, tetapi masih ada yang salah. “Yang mengangkut rumput itu bukan bapak-bapak, tetapi dia bibi Mirnah yang usianya seumur paman (51 tahun). Dia teman paman”.

Pikiran dan Perasaan Anda Menciptakan Hidup Anda

Anda dapat sengaja menggunakan perasaan Anda untuk memancarkan frekuensi yang lebih kuat lagi dengan menambahkan perasaan kepada apa yang Anda inginkan.
Apa perasaan Anda saat ini? Berhentilah sejenak untuk memikirkan bagaimana perasaan Anda. Jika Anda merasa tidak terlalu baik dibandingkan yang Anda inginkan, fokuskan perasaan yang Anda rasakan di dalam diri dan tingkatkan terus perasaan tersebut. Ketika Anda berfokus kuat pada perasaan Anda, dengan berniat mengangkat diri, Anda dapat dengan kuat meninggikan perasaan Anda. Salah satu caranya adalah memejamkan mata (menutup diri dari gangguan), berfolus pada perasaan di dalam diri, dan tersenyum selama satu menit. “Pikiran dan perasaan Anda menciptakan hidup Anda. Akan selalu begitu. Dijamin! “ (Lisa Nichols).
Sama seperti hukum gravitasi, hukum tarik menarik tidak pernah meleset. Anda tidak akan melihat babi terbang karena hukum gravitasi membuat kesalahan atau lupa menerapkan gravitasi pada hari itu. Begitu pula tidak ada kekecualian dari hukum tarik-menarik. Jika sesuatu datang pada Anda, Andalah yang akan menariknya dengan pikiran yang berkepanjangan. Hukum tarik-menarik sangat cepat.
Anda memiliki daya untuk mengubah segalanya karena Anda yang memilih pikiran Anda dan yang merasakan perasaan Anda. “Anda menciptakan semesta Anda sendiri saat Anda memulainya”. (Winston Churchill).

Sunat Pada Wanita, Pelanggaran HAM?

Beberapa waktu yang lalu saya sempat menyaksikan program Dr. OZ di Trans TV, tema yang diangkat kala itu adalah mengenai sunat pada wanita, tidak sampai selesai saya menyaksikan acaranya, tapi yang dipastikan dunia medis modern melarang praktek sunat pada wanita.
Cek saja ke rumah sakit disekitar kita, dapat dipastikan tenaga medisnya tidak menyediakan layanan untuk praktek sunat pada wanita. Apa alasannya? Melanggar HAM? Apa yang di langgar???
Mari kita merujuk ke literatur islam, dalam islam sunat terhadap wanita di atur sebagai mana sunat terhadap laki-laki. Laki-laki dan perempuan dalam islam adalah saudara, maka perintah khitan untuk laki-laki juga berlaku terhadap wanita, hanya saja memang ada beberap hal yang harus diperhatikan.
Salah satu propganda yang sering saya peroleh adalah bahwa dengan sunat, wanita akan kehilangan gairah seksnya, akan terjangkiti berbagai penyakit seperti yang tertulis dalam sebuah media ini
http://www.femina.co.id/isu.wanita/kesehatan/efek.sunat.perempuan.bagi.kesehatan/005/005/51
Pertanyaan apakah benar senegatif itu sunat terhadap wanita??? Kita kembali para litelatur islam, Rasulullah mengingatkan bahwa sunat pada wanita itu untuk menambah kemulian wanita sendiri. Namun rasulullah memberikan sebuah catatan, sedikit saja yang di potongnya.
Apa yang di potong??? Beberapa referensi menyebutkan bahwa dalam sunat wanita yang di potong adalah bagian kulup yang menutupi klitoris yang merupakan bagian yang homogen dengan kulup yang menutupi penis pada laki-laki, tidak lebih dan tidak kurang.
Namun praktek yang terjadi di masyarakat luas ada beberapa penyimpangan, seperti praktek sunat di wilayah afrika, beberap praktek sunat bahkan malah memootong bagian klitorisnya, itu sama halnya dengan memotong penis bagi laki-laki. Maka wajah jika kemudian badan keseharan dunia mengutuk keras praktek sunat terhadap wanita.
Yang salah bukan sunat wanitanya, tetapi praktek dalam melakukan sunat terhadap wanita. Rasul sudah memberikan batasannya, yatu sedikit saja, karena jika kebanyakan akan merugikan wanita, salah satu hikmah dari sunat wanita adalah terkendalinya nafsu seksual wanita.

Belajar Filosofi Jazz Melahirkan Indonesia Baru

Seni adalah penterjemahan dari filosofi. Ini yang kadang tidak dimengerti oleh orang awam. Dangdut, keroncong, klasik, pop, dan jazz semua adalah hasil dari sebuah pemikiran yang di wujudkan dalam karya seni musik.
Memperingati hari jazz internasional sangat menarik untuk mengingat kembali pemikiran-pemikiran besar di belakang Jazz. Ada tiga semangat dibelakang musik jazz yaitu freedom (kemerdekaan), change (perubahan), dan paradoks (berlawanan).
Freedom. Dimulai dari perbudakan orang-orang kulit hitam yang menemukan “blues scale”, jazz dimulai dengan semangat tersebut. Musik gospel (gereja) yang secara bebas di interpretasikan.  Warna sederhana pentatonik scale menjadi sangat sensual ketika dimainkan di tangga nada minor relatif-nya. Terasa sekali atmosif kebebasan berekspresi tanpa merusak pakem.   Kemerdekaan yang terarah.  Mungkin itu kalimat yang bisa menerangkan arti kata blues dalam konsep pemikiran.
Change.  Perubahan yang progresif dan cenderung agresif.  Itulah ciri musik jazz.   Tanpa ada perubahan tidak ada pembaruan.  Tidak berlebihan apabila disebut jazz adalah musik revolusi.  Chord changes yang cepat, tempo yang bisa sampai “fast swing” dalam bebok, melodi yang sangat agresif dalam modes yang berubah-rubah mengambarkan suasana sosial waktu itu.  Karena sifat yang progresif agresif ini bisa dikatakan musik jazz ikut menghantar Obama, presiden kulit hitam pertama di USA.
Paradoks. Dalam musik jazz antar pemain tidak bermain bersama, tetapi saling bercengkrama. Lebih tepatnya bahkan berlawanan satu dengan yang lain.  Kontras ini yang membuat jazz menjadi cantik.  Dalam blues bahkan mayor dan minor bisa dimainkan bersamaan.  Indah sekali menggambarkan suasana sosial yang penuh paradoks. Sebagai misal, penyanyi hitam dihargai, orang hitam di buru dan mau dibunuh.
Belajar dari nilai-nilai musik jazz diatas, bangsa Indonesia bisa belajar untuk memainkan jazz-nya dengan baik. Semua partai politik, capres dan cawapres harus bisa menggunakan FREEDOM of speech yang terarah dan tidak sekedar membuat puisi sarkastik. PERUBAHAN harus sampai ke akarnya, tidak bisa orang-orang lama membuat tatanan baru. Untuk melahirkan Indonesia Baru, pemimpin dan kabinet Indonesia Baru tidak perlu takut melakukan hal-hal yang PARADOKS seperti yang Jokowi dan Ahok sudah kerjakan. Biarlah semangat JAZZ di hari internasional jazz ini akan menularkan semangat freedom, change, dan paradoks untuk lahirnya Indonesia Baru.

Hari Buruh Nasional, Awal Jalan Keluar Permasalahan Buruh

Sejarah peringatan 1 Mei sebagai Hari Buruh Nasional sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1920, dimana saat itu Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) bersama ibunya menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Soviet. Begitu pula saat dewasa, ia menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Tian An Men RRC yang dihadiri Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.
Akan tetapi, sejak pemerintahan Orde Baru, Hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, karena gerakan buruh banyak dihubungkan dan digerakan oleh tokoh-tokoh berhaluan kiri/komunis, terutama pasca peristiwa berdarah G30S/PKI 1965. Akibatnya, aksi peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif yang harus diwaspadai. Barulah pasca runtuhnya era Orde Baru, 1 Mei kembali dirayakan oleh buruh Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota seperti Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam. Salah satu tuntutan yang selalu disuarakan oleh kaum buruh adalah penolakan terhadap revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dianggap  banyak merugikan kepentingan kalangan buruh.
Di tetapkannya 1 Mei sebagai hari libur nasional, membuat hari buruh sedunia kini menjadi salah satu hari yang terbilang istimewa. Penetapan hari buruh menjadi hari libur nasional ini pun dikuatkan dengan kepres no 24 tahun 2013 pada akhir Juli lalu.  Dalam akun Twitternya @SBYudhoyono , Presiden mengatakan telah menandatangi Peraturan Presiden pada Senin (29/7) yang mengesahkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. “Hari ini (Senin 29/7) saya tetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional dan dituangkan dalam Peraturan Presiden,” kata Presiden dalam tweet-nya. Saat mengunjungi sejumlah pabrik di Surabaya pada 1 Mei 2013 Presiden mengatakan telah memutuskan untuk menetapkan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional sehingga baik perusahaan maupun para buruh bisa memperingati hari buruh internasional.
Meski hakekatnya para buruh lebih butuh kesejahteraan ketimbang hari libur nasional, namun dengan berawalnya penetapan ini diharapkan menjadi penanda etikat baik untuk semua pihak (baik dari pengusaha, pemerintah sebagai penengah dan juga para buruhnya sendiri). Sudah selayaknya kaum buruh kita dihargai dengan diberi upah yang memadai, fasilitas jaminan sosial yang baik, karena tanpa mereka kaum pemilik modal tidak akan pernah menjalankan usahanya. Akan tetapi kaum buruh pun harus berbenah diri untuk meingkatkan kualitas SDM keterampilan kerja sehingga penyedia lapangan kerja bisa menerima tuntutan buruh.
Pada hakikatnya pemerintah tidak pernah melarang para buruh untuk mengekspresikan keinginan dan harapannnya melalui kegiatan aksi atau untuk rasa, namun hendaknya tidak mengganggu kepentingan umum apalagi merusak fasilitas publik. Penetapan tanggal 1 Mei sebagai hari buruh nasional menjadi bukti kepedulian pemerintah terhadap kaum buruh.
Pemanfaatan tanggal 1 Mei sebagai ruang ekspresi diri kaum buruh tentu menjadi hal yang sangat dapat dipahami. Sehingga kaum buruh tidak perlu mengekspresikan keinginan dan harapannya secara berlebihan dan juga melalui cara-cara yang melanggar ketentuan, apalagi melihat situasi perekonomian kita yang berada pada posisi yang terimbas oleh dampak perkembangan ekonomi global, sehingga semua pihak dapat menahan diri agar situasi perekonomian tetap kondusif dan justru tidak merugikan kalangan buruh itu sendiri. Peringatan Hari Buruh jangan sampai ditunggangi oleh kepentingan segelintir pihak yang mempolitisasi buruh untuk tujuan-tujuan tertentu yang pada akhirnya juga tidak membawa perubahan kesejahteraan yang lebih baik. Hal ini menjadi sangat penting agar tujuan dari aksi buruh lebih terorganisir dan terstruktur dengan konsep perjuangan yang jelas yaitu meningkatkan kesejahteraan buruh namun disertai makin meningkatnya iklim investasi serta perekonomian Indonesia.  bukan melakukan aksi tanpa visi bahkan anarkis.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebentar lagi Indonesia akan kembali menyambut pesta Demokrasi, yaitu Pemilihan Presiden yang akan dilakukan pada bulan Juli 2014. Terkait hal tersebut, kiranya aksi buruh jangan sampai dipolitisir atau di tunggangi oleh kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu. Buruh harus mampu bersikap profesional. Semoga kesejahteraan buruh di Tahun 2014 semakin meningkat dengan terpilihnya Kepemimpinan Nasional yang berpihak pada perbaikan nasib rakyatnya termasuk buruh didalamnnya serta bermental negarawan yang tulus melayani rakyatnya, untuk itu manfaatkan partisipasi politik buruh melalui Pilpres pada 9 Juli 2014, gunakan hak pilih anda selama 5 menit yang menentukan untuk 5 tahun kedepan.

Jangan Biarkan OPM Memisahkan Papua dari NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah satu pondasi utama atas empat pilar berbangsa dan bernegara yang mendasari terbentuknya Negara tercinta ini yaitu Republik Indonesia. Republik Indonesia merupakan sebuah Negara yang terbentuk atas keanearagaman suku bangsa, bahasa, agam, ras, dan etnis golongan yang tersebar dari sabang hingga merauke. Maka sudah menjadi kewajiban bersama sebagai warga Negara untuk berkumpul dan bersatu demi mempertahankan NKRI. Akan tetapi, keanekaragaman tersebut berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial yang bernuansa SARA yang berdampak pada disintegrasi bangsa. Disintegrasi merupakan gerakan pemisahan diri dari Negara akibat ketidak puasan yang didasari oleh perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas,seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan sebagainya. Permasalahan ini sangat kompleks akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan preventif untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan seperti halnya gerakan separatism di Papua.
Gerakan separatis tersebut ditandai dengan munculnya sebuah organisasi yang menamakan diri sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM). Organisasi tersebut terus melakukan upaya untuk memisahkan Papua dari NKRI dengan melakukan aksi teror bersenjata terhadap pemerintah, TNI/Polri maupun masyarakat sipil dan pribumi.Hal ini lah yang justru menyebabkan penyelesaian kasus separatisme di Papua dan Papua Barat secara simultan dan intensif terus dilakukan pemerintah dengan menitikberatkan pada upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban yang melibatkan TNI/Polri yang kemudian dimanfaatkan oleh OPM untuk memancing TNI/Polri di Papua melakukan tindakan yang melanggar HAM yang notabene dikondisikan oleh OPM sendiri untuk membentuk opini di masyarakat Papua dan dunia agar mendapat simpati dan sokongan dana serta meningkatkan eksistensinya.
Salah satu faktor lainnya yang dimanfaatkan oleh OPM untuk memisahkan Papua dari NKRI adalah terjadinya ekploitasi sumber daya alam di tanah Papua yang terus berlangsung akan tetapi kondisi masyarakat Papua tetap terabaikan bahkan terlupakan sehingga membuat mereka berada pada posisi yang sangat memprihatinkan. Penduduk asli Papua termarginalisasi atas ketidakadilan dalam menikmati hasil buminya dibandingkan dengan penduduk pendatang. Padahal jika kita melihat faktor tersebut, ekploitasi sumber daya yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya. Pembangunan dilakukan disetiap sudut kota Indonesia.
Mungkin akan timbul pertanyaan kembali bagi mereka mengapa pembangunan di Papua hanya terpusatkan di kota bagaimana dengan sudut-sudut daerah pedesaan yang masih terisolasi dari pembangunan tersebut ? seharusnya masyarakat tersebut dapat berfkir bagaimana pembangunan bisa dilaksanakan jika masih sering terjadi baku tembak atas ulah teror dari kelompok OPM, hal ini tentunya mengganggu keamanan dan ketertiban dalam proses pembangunan sehingga jika kita bersama-sama ingin membangun tanah Papua seharusnya secara tidak segan-segan menumpas kelompok yang ter-insurgensi ini.
Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak disintegrasi bangsa, perlu adanya penanaman pola pikir untuk membangun dan menghidupkan komitmen, kesadaran serta kehendak bersatu sesuai dengan semboyan Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh agar bersama-sama kita menjadikan Papua terbebas dari gerakan separatis. Disamping itu, sebagai rakyat Indonesia kita juga sebaiknya melakukan aksi kongkrit yang komprehensif dan melibatkan seluruh komponen terkait dengan cara mengoptimalkan kearifan budaya lokal yaitu bagaimana kita semua menyelesaikan masalah Papua dengan cara Papua dalam rangka menegaskan kembali bahwa Papua memang bagian dari NKRI yang tidak terpisahkan, karena sesungguhnya kita semua tidak ingin melihat saudara kita di Papua menderita, namun kita lebih tidak ingin berpisah dari saudara kita karena itu akan menciderai rasa persatuan dan senasib kita. Untuk itu secara bersama-sama kita selesaikan masalah bangsa ini dengan cara bangsa dan oleh bangsa kita sendiri, kita selesaikan masalah papua dengan cara papua dengan satu tujuan agar Papua sejahtera dalam pangkuan NKRI tanpa campur tangan orang lain yang hanya ingin membuat kekacauan di negeri kita agar negara kita tidak maju-maju dan bahkan berpotensi untuk hancur tercerai berai.

Agama & Adat

Agama dan Adat, adalah dua hal yang terkadang bertolak belakang. Entah mengapa sampai saat ini keluargaku masih memegang ritual “baca-baca” untuk orang yang telah meninggal menurut saya sih ini sama sekali ngga masuk akal, toh keluarga kita yang udah meninggal ngga bakalan nerima makanan itu. Keluarga saya juga masih memercayai adanya kesurupan karena keluarga kita yang meninggal bisa masuk ke raga salah satu keluarga kami yang masih hidup. Padahal menurut sepemahaman saya, ngga mungkin roh keluarga kita itu bisa masuk, kecuali mungkin jin atau syetan. Tapi entahlah, keluargaku dan mamaku masih mempercayai ini, aku ngga tau ini termasuk musyrik atau ngga. Saya pun ngga bisa serta merta ngerubah kepercayaan mereka yang udah mereka yakini selama berpuluh-puluh tahun. Saya sih cuma bisa berharap suatu saat nanti mata mereka bakal terbuka akan hal ini. Sekarang pun gue udah mulai menjauh dari hal-hal seperti itu, seperti ngga memakan apapun yang mereka masak untuk “baca-baca” itu karena pernah sekali aku bertanya ke guru agama tentang hal ini, dan beliau berkata bahwa makanan itu akan haram hukumnya ketika disediakan selain untuk Allah. Saya paling berharap mama yang akan terbuka matanya akan adat-adat seperti ini.

Jangan Takut dengan DPR

Ramai pengamat menyatakan perlunya koalisi antar Partai agar Presiden yang memenangi Pemilu mendapatkan jalan yang mulus untuk melaksanakan program-program pemerintahannya sehingga tidak disandera oleh DPR dalam persutujuan program yang diusulkan. Pernyataan ini sungguh menyesakkan dada saya karena ketakutan-ketakutan yang ditebarkan oleh pengamat-pengamat tersebut tidak mendidik bangsa ini menuju bangsa yang besar.
Apa yang telah kita lihat dan alami dengan koalisasi yang dibangun oleh SBY selama 10 tahun pemerintahannya hanya menggambarkan bahwa seorang Presiden yang tidak teguh pada pendiriannya dan tidak mementingkan rakyat diatas segala-galanya sehingga banyak kebijakan yang tidak dirasakan rakyat.
Koalisi yang besar juga merupakan ajang bagi-bagi jabatan Menteri bagi Parpol yang ikut Koalisi. Dengan akses Menteri dari Parpol maka terbukalah kesempatan untuk mengkorupsi dana Pemerintah melalui Kementerian yang dipimpinya.  Apa yang terjadi dengan Partai Demokrat, PKS dan PKB (kok Cak imin bisa adem masalah kardus durenya ya ?) menunjukkan kepada rakyat bahwa Partai-Partai politik mengumpulkan uangnya dari proyek-proyek yang ada di Pemerintahan.
Modus Operandi lainnya adalah dengan menggarap proyek-proyek Pemerintah melalui Persetujuan Banggar DPR yang sudah pula kita saksikan dari Proyek Hambalang, Proyek Pengadaan Qur’an, Proyek E-KTP dan proyek-proyek lainnya
Oleh karena itu, dengan  pengalaman yang sudah kita alami dan lihat maka mari kita dukung Koalisi Partai yang simpel dan tak perlu banyak, kita telah melihat contoh apa yang telah dilakukan Jokowi dan Ahok di DKI yang membuat program-program Pro Rakyat, keterbukaan dana yang bisa diakses oleh siapapun membuat rakyat maju kedepan untuk membela pemimpinnya (kasus Kartu Jakarta Sehat).
Selama Presiden yang akan dipilih oleh rakyat Indonesia ini bekerja dan mencurahkan perhatiannya untuk kemakmuran rakyat maka hanya pada Tuhan lah yang perlu ditakuti apabila tidak Amanah. Jangan takut disendera olehh DPR, karena rakyat yang akan maju membela kebenaran.
Bagi kita rakyat Indonesia, mari memilih dengan hati nurani, jangan terbujuk rayuan uang, jangan terbujuk iklan, jangan terbujuk ketokohan yang ditampilkan di iklan-iklan. Sekali lagi mari memilih untuk kemakmuran  bagi petani, nelayan, pedagang, pengusaha dan seluruh bidang hajat hidup manusia Indonesia.
Semoga apa yang telah dicita-citaka pendiri bangsa dalam UUD 1945 dapat dilaksanakan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Selasa, 29 April 2014

Kekuatan Ide Untuk Meraih Kemenangan Gemilang

Salah seorang perenang yang baru saja meraih kemenangan gemilang dengan menyabet 4 medali emas Olimpiade, merasa tersinggung saat dikatakan bahwa dia beruntung mendapatkan 4 emas. Dia katakan bahwa hasil pencapainya ialah hasil dari persiapan dan latihan keras selama 8 jam per hari dan 7 hari dalam sepekan. Artinya 8 jam setiap harinya dia ada di kolam.
Meraih kemenangan gemilang selalu hasil dari visi yang kuat, persiapan yang matang, dan tindakan (juga latihan) yang hebat. Sayangnya, sekarang banyak orang yang tertipu dengan hanya memikirkan tindakan SAJA, sehingga dia sudah lelah berusaha namun tidak juga meraih kemenangan gemilang dalam hidupnya. Yang lebih parah lagi, tindakan asal-asalan bahkan tidak bertindak, sementara berharap untuk menang.
Sebagaimana kemenangan gemilang yang diraih oleh Muhammad Al Fatih, juga hasil dari visi yang kuat, persiapan yang matang, tindakan yang hembat, dan tentu saja pertolongan dari Allah. Muhammad Al Fatih dan pasukannya rajin berdo’a dan melakukan ibadah-ibadah yang mendatangkan pertolongan Allah.

Kekuatan Ide Untuk Meraih Kemenangan Gemilang
Namun masih ada hikmah yang bisa kita petik dari perjalanan Muhammad Al Fatih yang sering kita sepelekan, yaitu kekuatan ide. Banyak yang berkata, buat apa ide jika tidak bertindak. Kemudian ada juga kutipan, bahwa ide hanya akan berharga jika kita bertindak. Ya, itu betul sekali. Namun bukan berarti ide itu tidak penting. Justru, kita bisa bertindak hebat jika ide yang kita miliki adalah ide brilian.
Anda tidak akan bertindak, jika tidak mengetahui mau bertindak. Untuk itulah Anda perlu mencari ide tindakan. Maksud saya adalah, jangan terjebak hanya bertindak, bertindak, dan bertindak tanpa memperhatikan faktor sukses lainnya. Saya melihat banyak orang yang selalu bertindak dan bekerja keras, namun tidak juga meraih hasil gemilang. Sebaliknya pencapaian gemilang orang-orang sukses, tidak hanya bertindak, tetapi mereka menggunakan pikirannya sebelum bertindak seperti Muhammad Al Fatih yang dimulai dengan visi yang kuat dan perencanaan yang matang.
Ada sebuah ide brilian Muhammad Al Fatih yang menjadikan proses penaklukan kota Konstantinopel menjadi lebih mudah. Setelah ide didapat, disusun rencana, dan kemudian mengambil tindakan.

Kontribusi Sebuah Ide Dalam Kemenangan Gemilang
Cara terbaik untuk menaklukan kota Konstantinopel adalah dengan memasuki Teluk Tanduk Emas, sebab benteng-benteng yang berhadapan dengan Tanduk Emas tidak terlalu kokoh. Ini adalah strategi jitu untuk menaklukan kota Konstantinopel. Dan siapa pun yang ingin menyerang kota ini, selalu mengincar Tanduk Emas.
Namun pasukan Byzantium sudah mengantisipasi hal ini, jalur menuju Tanduk Emas dihalangi dengan rantai kuat sehingga kapal-kapal musuh tidak bisa masuk. Juga kapal-kapal aliansi Byzantium dan Eropa mempertahankan pintu itu dengan meriam-meriamnya. Sehingga untuk memasuki Tanduk Emas sangat sulit dan pasukan Muhammad Al Fatih pun mengalami kegagalan.
Karena pentingnya menempatkan kapal-kapal di Tanduk Emas, Muhammad Al Fatih berpikir keras, bagaimana caranya agar kapal-kapalnya bisa masuk ke Tanduk Emas, sampai menemukan sebuah ide brilian.
Selama ini orang berpikir, bahwa cara masuk ke Tanduk Emas ialah dengan cara melewati atau manghancurkan rantai penghalang. Namun dengan teknik berpikir kreatif  “berpikir terbalik”, Muhammad Al Fatih memikirkan cara mencapai Tanduk Emas tanpa harus melalui rantai tersebut. Dan …. idenya itu adalah membawa kapal-kapal menuju Tanduk Emas melalui jalur darat! Sehingga tidak perlu melalui rantai.
Ini adalah ide luar biasa, mungkin orang akan mengatakan tidak mungkin atau ide gila. Namun kita bisa menjadikan hal yang nampak tidak mungkin menjadi mungkin jika kita berpikir positif. Muhammad Al Fatih dibantu oleh komandan lainnya mencari ide lagi bagaimana cara membawa kapal melalui jalur darat yang penuh dengan bebukitan. Sekali lagi, ide berperan disini.
Setelah ide itu ditemukan, maka mulailah bertindak, bukan sekedar bertindak tetapi tindakan yang penuh determinasi dan semangat tinggi, sehingga dalam satu malam bisa memindahkan 70 kapal. Luar biasa! Keberhasilan inilah yang menjadi titik awal direbutnya kota Konstantinopel.

Kesimpulan
Seperti dijelaskan di ebook saya Revolusi Waktu, kita harus memilih tindakan terbaik dan juga harus memikirkan atau mencari ide tindakan yang lebih baik lagi. Muhammad Al Fatih bisa saja berkata saya sudah berusaha, memasuki Tanduk Emas begitu sulit bahkan tidak mungkin. Beliau sudah berusaha, tetapi kesulitan tidak menghentikannya. Beliau mencari ide lain agar bisa masuk ke Tanduk Emas. Sikap pantang menyerah dan kemampuan berpikir kreatif.
Tentu saja pertolongan Allah kita perlukan. Seperti dibahas pada artikel sebelumnya, Muhammad Al Fatih dan pasukannya selalu berdo’a dan melakukan ibadah-ibadah agar mendapatkan pertolongan Allah. Kemudian visi yang kuat serta perencanaan yang matang. Dan sekarang kita bahas tentang kekuatan ide dalam keberhasilan beliau. Jadi dekatkan diri dengan Allah, mintalah pertolongannya, miliki visi yang kuat, buatlah perencanaan yang matang, dan tingkatkan kemampuan kreativitas Anda, insya Allah kita bisa meraih kemenangan gemilang.

Hidup Secara Layak Meninggal dengan Layak

Seringkali kita sebagai manusia ketika merencanakan masa depan hanya membatasi diri dengan keinginan terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmani seperti tempat tinggal, konsumsi dan kendaraan. Termasuk pula orang tua ketika memotivasi anak-anaknya tidak lepas dari harapan-harapan kesejahteraan duniawi belaka. Wajar saja karena hal tersebut merupakan bukti pencapaian kita terhadap kehidupan dunia sebagai manusia normal. Tidak jarang sebagian kita lupa dengan keinginan kita untuk meninggal dengan cara sebaik keinginan kita untuk hidup seperti yang diharapkan.
Meninggal dengan cara yang baik berarti dalam kondisi beriman dan teguh dalam keimanannya. Hal tersebut dapat dirasakan dirinya sendiri dan orang lain. Karena hati nuraninya selalu jujur menilai dirinya sendiri sebelum dinilai oleh orang lain. Indikasi lainnya adalah orang lain menilai dirinya orang baik. Dengan kata lain selama hidup hubungan sosialnya dengan orang lain dianggap baik. Tetangga merasa aman dari gangguannya, teman kerja dan teman bergaul juga merasa nyaman dekat dengan dirinya.
Nah lalu bagaimana caranya untuk menggapai itu semua? Jaga iman, jaga ibadah dan perbanyak amal kebaikan. Dengan iman hidup kita akan terarah, ibadah membuat kita terjaga dari godaan kejelekan dan amal kebaikan menambah pahala juga membuat hubungan sosial kita harmonis dengan orang lain. Tentu saja untuk istiqomah dan konsisten melakukan itu semua butuh perjuangan ekstra keras. Godaan dari manusia dan setan menjadi penghalang paling besar bagi seseorang untuk dapat istiqomah dengan prinsip-prinsip hidup tersebut. Tetapi kita dilarang untuk pesimis dan putus asa karena Allah swt menjanjikan pertolongan serta bantuan bagi hamba-hambaNya yang senantiasa berbuat kebaikan dan menghindari dari sifat berfutus asa.
Begitu diantara isi ceramah seorang ustadz yang kemarin saya ikuti pengajiannya. Disampaikan dengan bahasa yang santun, suarannya jelas sehingga masih terngiang jelas dalam pikiran dan hati saya. Saya lihat disekitar tempat duduk saya baik bapak-bapak, ibu-ibu maupun anak-anak remaja memperhatikan beliau dengan serius dan tidak jarang menagguk-anggukan kepalanya tanda menyetujui apa yang beliau sampaikan.

Pesona Aceng, Andika dan Andiara

Perhitungan jumlah suara caleg belum selesai. Tapi beberapa indikator kegagalan atau keberhasilan sudah mulai terlihat. Banyak calon petahana yang harus segera berkemas meninggalkan Senayan. Beberapa wajah baru yang benar-benar baru matanya bulai berbinar membayangkan empuknya “kursi panas” di parlemen. Sebagian wajah baru ~tapi stok lama~ berganti kulit dari DPR ke DPD dan sebaliknya. Lumayan, karena belum benar-benar terusir dari kompleks wakil rakyat.
Sangat mengagetkan ~walaupun sebenarnya bisa diduga kuat~ ada beberapa wajah yang seharusnya kurang pas jika menjadi wakil kita di pusat sana. Sebut saja mantan Bupati Bantul Idham Samawi yang berhasil mendapatlan satu kursi di Senayan. Padahal kita tahu bahwa Idham Samawi sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah Persiba sebesar Rp 12,5 miliar pada tahun 2011 oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Keterpilihan dia menjadi gunjingan sebagian besar masyarakat Yogyakarta. Mereka kecewa atas terpilihnya Idham Samawawi yang dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Padahal selama ini PDIP sangat serius  pada pemberantasan korupsi. Tidak kurang, Megawati saat kampanye Di Yogyakarta tepatnya di Sleman saat pemilu legislatif selalu mengatakan anti korupsi. Namun kenyataannya berbeda. PDIP tetap secara sengaja merestui pencalonan Idham Samawi walau yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Belum lagi sosok sentral Kabupaten Garut yang pernah menghebohkan jagat politik Indonesia. Aceng Fikri yang fenomenal dengan pernikahan kilat dan perceraiannya via sms. Dia melenggang ke Senayan melalui kendaraan DPD. Dia betul-betul hebat dan luar biasa, karena dia harus mengumpulkan suara di seluruh propinsi Jawa Barat. Coba bandingkan dengan caleg DPR yang dapilnya hanya memerlukan 2-5 kabupaten atau kota saja. Luar biasanya lagi, Jawa barat adalah propinsi yang besar dan sangat padat penduduknya. Sang mantan Bupati Garut ini tidak perlu mendompleng nama besar partai, karena konon tidak ada partai yang menerimanya menjadi anggota. Terakhir Partai Hanura pun menolaknya karena kasus “pelecehan wanita” nya tersebut.
Sebut lagi Andika Hazrumy, putra sulung Atut yan pada periode 2009–2014 menjadi anggota DPD mewakili Provinsi Banten, Kini melenggang kembali ke Senayan lagi dengan kostum DPR RI. Andika yang masuk melalui Partai Golkar yang sempat dipimpin almarhum ayahnya, kini dipimpin oleh tantenya, melalui Dapil Banten I (Kabupaten Lebak dan Pandeglang), mendapat 70.846 suara dari total 192.641 suara yang didapat Partai Golkar di Dapil itu. Dengan 37% suara di dapilnya, dipastikan Andika berhak atas satu kursi di Parlemen. Lalu adiknya, Andiara Aprilia Hikmat, yang masih hijau di kancah politik, kini menggantikan posisinya di DPD, mewakili Provinsi Banten dengan mengumpulkan 904.221 suara.
Duh gustii… Apa yang terjadi dengan republik ini? Mengapa ini bisa terjadi? Seperti mimpi, tapi ini benar-benar nyata dalam peta politik kita. Rakyat masih memilih mereka karena bisa jadi memang sampai detik ini “beliau-beliau” itu masih jadi panutan rakyat. Kita semua paham kultur bangsa ini jika berhadapan dengan para petinggi yang dihormatinya. Apalagi jika dinasti yang dibangun para caleg itu sudah berakar bertahun-tahun. Sulit untuk melepaskan atau mengalihkan pandangan mereka terhadap orang-orang yang dicintainya. Baik atau buruk, hidup mati dipertaruhkan untuk idolanya. Kita mungkin masih ingat kecintaan orang Jawa kepada almarhum Abdurahman Wahid. Pejah gesang nderek Gus Dur. Kalimat yang sulit direnggut begitu saja dari mindset para pengagumnya. Belum lagi kharisma Bung Karno yang dipercayai sebagian besar pendukung fanatik PDI-P menitis di jiwa Megawati.
Namun tidak bisa dipungkiri juga adanya kemungkinan bahwa kemenangan mereka lantaran hartanya yang melimpah. Siapa yang tidak kenal Aceng Fikri. Bahkan penasehat hukumnya saja yang cantik jelita malah menjadi isterinya. Pesona danduitnya ga berseri. Siapa yang tidak tahu Ratu Atut  dan dinastinya yang melegenda di Banten. Baru dari tangan seorang Wawan saja sudah begitu luar biasa kekayaan dinasti ini. Belum lagi jika digabungkan dengan anggota keluarga besar lainnya.
Tidak sulit bagi mereka untuk membeli apapun termasuk membeli suara jika mau. Bisa jadi banyak caleg-caleg “recehan” yang dengan suka rela maupun paksa rela menjual suaranya yang “tidak seberapa” kepada mereka. Simbiosis mutualitis. Caleg yang tidak lolos mendapatkan uang, mereka yang punya uang mendulang suaranya. Jika memang itu benar, mereka melaju ke Senayan bukan atas pilihan rakyat dong… Lalu di mana suara rakyat yang konon adalah suara Tuhan? EGEPE…. Rakyat kan sudah menerima sepuluh, dua puluh, sampai lima puluh ribu… Cukup buat beli beras sekilo, minyak goreng seliter dan ikan peda sepotong….. Makan kenyang, tidur pulas, mimpi indah tentang eloknya negeri khatulistiwa ini.. Besok hari? Ya gimana besok aja.

Menjalin Tali Silaturahmi

Menjalin Silaturahmi itu sangat penting sekali. Silaturahmi adalah ibadah yang sangat mudah dan membawa berkah bagi yang melaksanakannya. Dan juga akan memberikan kebaikan di dunia dan di akhirat. Setiap kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakan untuk bersilaturahmi.
Silaturahmi merupakan salah satu perintah Allah SWT. Barang siapa yang melaksanakan perintah tersebut akan mendapatkan pahala dan juga kebaikan-kebaikan yang banyak sekali dengan silaturahmi akan memperbanyak saudara atau teman, memperluas rezeki dan lebih meningkatkan ibadah kita. Allah SWT berfirman di dalam (Q.S An-Nisaa : 1) “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
Begitu banyak kebaikan-kebaikan yang diberikan oleh Allah kepada kita dengan menyambung tali silaturahmi. Kenapa kita harus memutuskannya. Memutus tali silaturahmi adalah perbuatan yang sangat dilarang dengan Agama dan dibenci oleh Allah. Dengan memutuskan tali silaturahmi itu tandanya menjauhkan kita dari rahmat Allah. Bersilaturahmi tidak harus melihat status seseorang. Kepada siapa saja baik itu saudara atau tetangga, teman yang kaya maupun yang tidak mampu. Selain itu kepada orang yang berbuat jahat kepada kita sekalipun hendaknya kita tetap menjalin silaturahmi. Janganlah kita banyak menyimpan kedengkian dan dendam kepada seseorang. Tidak ada salahnya kalau kita memaafkannya. Bukanlah kita hidup di dunia untuk mencari atau mengejar kebaikan-kebaikan dan pahala, yang nantinya akan mengantarkan kita ke pintu surga. Salah satunya yaitu tetap selalu menjaga dan menjalin tali silaturahmi.

Bahaya Politisasi Buruh

May Day atau hari buruh yang diperingati setiap 1 Mei. Peringatan 1 telah dilakukan sejak tahun 1920. Namun memasuki masa pemerintahan orde baru hari buruh tidaklagi diperingati sebab masih adanya sentimental terhadap gerakan yang dilakukan PKIpada masa itu. Kemudian pasca Orde Baru, May Day kembali di rayakan sebagaisimbol hari buruh di Indonesia. Seiring perkembangan waktu May Day lebih diidentikan dengan kegiatan demonstrasi oleh para buruh, para buruh selalu memberikan tuntutan-tuntutan terkait kebutuhan buruh itu sendiri  kepada pemerintah.
Pada tahun 2013 para buruh Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Buruh Republik Indonesia melontarkan tuntutan antara lain : melakukan penolakan kenaikan harga BBM, menolak upah murah yang masih diterapkan di beberapa provinsi seperti Bali (55,79 %), Maluku utara (70,31%), Gorontalo (73,33%), dan Kalimantan Barat (75,56%), Revisi peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Pemerkentrans) No. 13/2012 tentang kebutuhan Hidup Layak (KHL). Jumlah KHL sebanyak 60 item belum merepresentasikan kebutuhan hidup rill pekerja lajang yang seharusnya mencapai 84 item, menolak ijin penangguhan upah minimum secara nonprosedural oleh pemimpin daerah karena tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
Pada tahun 2014, perayaan May Day diprediksi akan ditandai dengan semakin maraknya aksi-aksi demonstrasi dan unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia, hal ini didasarkan atas situasi tahun 2014 yang bernuansa politik, serta jadwal antaraperayaan May Day dan pelaksanaan Pemilu Presiden di Indonesia menyebabkan semakin banyak pihak yang akan mempolitisasi para buruh untuk melakukan unjuk rasa demi kepentingan pihak dan bertujuan untuk menjatuhkan dan menyudutkan pemerintah Indonesia.
Politisasi salah satu pihak demi kepentingannya terhadap kaum buruh juga menyebabkan ketidaktercapaian kesejahteraan buruh. Buruh seakan dimotori oleh kepentingan-kepentingan yang sebenarnya tidak bermanfaat untuk pencapaian kesejahteraannya. Selain itu semakin banyaknya jaringan perserikatan buruh yang sekarang sudah merambah ke setiap desa di Indonesia. Dengan jaringan tersebut maka semakin banyak tuntutan-tuntutan yang diajukan dari setiap orang yang selanjutnya mengakibatkan akumulasi tuntutan semakin banyak ditingkat petinggi perserikatan , dengan banyaknya akumulasi tersebut menyebabkan semakin beragam dan banyak tuntutan-tuntutan yang berskala nasional dari perserikatan buruh kepada pemerintah ataupun kepada perusahaan tempat buruh tersebut bekerja.
Dengan adanya masalah tersebut sebaiknya pemerintah melalui lembaga-lembagaterkait melakukan pendeteksian, pencegahan, dan peminimalisasian terhadap politisasi buruh yang dapat mencederai  pesta demokrasi dan menyadarkan para buruh terhadap adanya politisasi yang telah dilakukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang pada akhirnya akan merugikan kaum buruh itu sendiri. Melalui lembaga kepolisian pemerintah juga dapat melakukan pengamanan situasi dan kondisi pada pelaksanaan hari buruh agar perayaan hari buruh ditandai dengan kebahagian dan kedamaian serta terciptanya rasa solidaritas yang baik buka malah diisi dengan aksi unjuk rasa dan demonstrasi di berbagai tempat terlebih aksi brutalisme dan anarkhisme yang jauh dari budaya orang Indonesia.

Istimewanya Sahabat yang Membantu dalam Taat

“Sahabat-sahabat sejati merupakan perlindungan yang pasti.” -Aristoteles


Dalam kehidupan, tak jarang terjadi persaingan. Di lingkungan pekerjaan, sekolah, bahkan keluarga. Padahal sesungguhnya mengembangkan persahabatan dalam kehidupan adalah kerangka menuju kesuksesan.
Presiden Abraham Lincoln pernah mengatakan, “Jika anda ingin membuat seseorang bersedia membantu Anda, ia harus diyakinkan bahwa Anda adalah sahabat yang tulus.”
Hubungan yang baik membuat Anda mampu mempengaruhi seseorang. Persahabatan merupakan hubungan positif yang perlu Anda kembangkan dalam kehidupan. Kesuksesan jangka panjang tidak dapat dicapai tanpa adanya keterampilan menjalin hubungan baik dengan banyak orang. Tanpa hubungan baik, sebagian besar pencapaian jadi mustahil dan apa yang kita capai menjadi terasa hampa.

Cara menjalin persahabatan sebenarnya mudah. Carilah nilai-nilai kebaikan pada diri seseorang. Saat datang masalah, sahabat menjadi pelindung. Jika Anda menghadapi hari yang buruk, tentu sahabat yang membuat Anda merasa lebih baik. Ketika Anda jatuh, sahabat juga yang membantu Anda bangkit kembali. Seperti yang dikatakan penasihat rohani Ratu Victoria, Charles Kingsley:
“Hal yang paling membahagiakan bagi setiap laki-laki atau perempuan adalah memiliki seorang sahabat. Seorang pribadi yang dapat kita percayai sepenuhnya, yang mengetahui apa yang terbaik dan terburuk bagi kita dan tetap mengasihi kita walaupun kita punya banyak kesalahan.”

Inilah pentingnya mencari teman. Tapi bukan sekedar teman. Teman yang mampu membantu kita dalam ketaatan. Sahabat yang dapat membawa kita kepada kebaikan.
Imam Hasan al-Bashri berkata, “Perbanyaklah teman orang-orang yang beriman, karena kelak mereka akan memberikan syafaat pada hari kiamat.”

Sahabat yang baik tidak hanya untuk berbagi, mereka juga bisa memberi syafaat kepada kita di akhirat kelak. Imam Muslim meriwayatkan dalam haditsnya bahwa Rasulullah bersabda,
“Hingga setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan keselamatan untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari Kiamat. Mereka memohon, Wahai Rabb kami, mereka itu (sebagian yang tinggal di neraka) pernah berpuasa, shalat, dan juga haji bersama kami.”
Lalu dikatakan, ‘Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.’ Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Kemudian para mukminin ini pun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka. Kemudian orang mukmin itu berkata,

رَبَّنَالَمْ نَذَرْفِيهَاأَحَدًامَّمِنْ أَمَرْتَنَا
“Wahai Rabb kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dientaskan dari neraka sudah tidak tersisa.” (HR.Muslim)
Bukan sekedar mencari tetapi juga berusaha bagaimana untuk tetap menjaga hubungan baik dengan sahabat kita. Sangat disayangkan, jika persahabatan retak karena urusan sepele. Kalau anak muda kebanyakan karena cinta. Teman kita suka dengan orang yang kita suka. Haha. Iya atau iya? :D
Imam Syafi’i memberikan nasihat kepada kita, “Apabila Anda memiliki sahabat yang membantumu dalam taat, maka eratkanlah pegangan tanganmu terhadapnya. Betapa sulitnya mencari teman dalam taat dan alangkah mudahnya ia terlepas.”

Banyak faktor retaknya telur ini, eh persahabatan ini. Mungkin karena perbedaan karakter, miskomunikasi atau karena kita terlalu rajin mengakumulasi kesalahan sahabat, sehingga yang tampak hanya keburukan. Terkadang rusaknya persahabatan karena adanya berita miring yang datang dari oranglain dan kita menerimanya dengan mentah-mentah. Terkadang pula karena seseoran tergesa-gesa dalam menyimpulkan apa yang diucapkan temannya, padahal bisa jadi kita hanya salah tangkap, hanya kesalahpahaman.
Imam Syafi’i  pernah menasihati Yunus bin Abdil A’la tentang bergaul dengan sahabat dalam kebaikan, “Wahai Yunus, jika kamu mendengar sesuatu yang tak kau suka dari sahabatmu, maka jangan tergesa-gesa kamu segera memusuhinya dan memutus persahabatanmu. Jika itu yang kamu lakukan, berarti kamu termasuk orang yang menghancurkan sesuatu yang meyakinkan dengan sesuatu yang masih meragukan.”
Untuk itu temuilah dia, mintalah penjelasan atas kabar yang kita terima. Jika ia memberikan alasan yang dapat diterima, maka terimalah. Namun jika tak bisa kau terima, anggap ini adalah hanya sebuah kesalahan. Maafkan dia. Sahabat juga manusia yang tak pernah luput dari kesalahan.

Kalau ternyata nafsumu mendorongmu untuk membalas dia, maka ingat kembali kebaikan-kebaikan yang pernah ia lakukan untukmu. Dan jangan sekali-kali kita mengurangi kebaikan-kebaikan sahabat kita hanya karena kesalahan yang mereka perbuat.
Jika kau memiliki sahabat dekat maka peganglah erat-erat. Karena mencari sahabat amatlah susah. Sedang memutuskan persahabatan amatlah mudah.

Ketika Pamer Menjadi Kebutuhan

Bukan menjadi hal yang mengherankan lagi, bahwa hidup kita saat ini sangat dekat dan lekat dengan media sosial (medsos) yang dapat diakses dari berbagai piranti canggih. Medsos menjadi benda ajaib yang mungkin belum pernah diterka akan menjadi mainan baru manusia jaman ini dengan segala baik buruknya. Medsos menjadi persinggahan yang sangat permisif hingga manusia dapat membagikan hal yang dahulu mungkin hanya akan diketahui oleh diri sendiri, Tuhan dan dinding kamar.
Medsos dengan berbagai format dan jenis peruntukan, telah menjadi agen perubahan kehidupan manusia. Melalui medsos, manusia dapat menskenariokan diri menjadi tokoh apapun sesuai keinginannya. Seperti saya singgung di paragraf atas, medsos merupakan media yang sangat permisif. Kita bebas melakukan apa saja, tentu dengan beberapa konsekuensi yang harus kita bayar di kemudian hari.
Medsos pada dasarnya adalah media untuk berinteraksi. Fungsinya tak beda jauh dengan bertelepon, berkirim telegram atau mengutus merpati untuk menyampaikan secarik pesan. Hanya saja, saat ini, dimana kemajuan teknologi sungguh pesat, interaksi mengalami perkembangan yang di dalamnya terkandung perubahan pada media, cara dan mungkin rasa.
Dalam berinteraksi, tentu akan terdapat proyek bernama berbagi. Medsos mempermudah manusia untuk membagikan apa pun yang dipunyainya. Bebas, bebas sekali.
Medsos memang ada untuk berbagi. Berbagi menjadi ciri autentik manusia yang memang diprogram Tuhan untuk menjadi makhluk sosial. Yang menjadi pengamatan saya, atau mungkin banyak orang di luar sana, medsos dalam perjalanannya menjadi lembaga baru yang sungguh nyaman untuk show off, untuk memamerkan segala hal.
Pamer adalah keponakan dari berbagi. Namun, pamer dan berbagi memiliki esensi yang berbeda. Berbagi membawa kemaslahatan, sedangkan pamer belum jelas fungsinya selain untuk unjuk kepunyaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pamer adalah menunjukkan (mendemonstrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri. Dari definisi resmi itu, jelas bahwa pamer dilakukan bukan dengan niat luhur. Pamer dilakukan untuk mempertontonkan apa yang dimilikinya kepada orang lain.
***
Pamer dalam konteks era medsos memiliki banyak sekali jenis teknik. Mulai dari teknik pamer terang-terangan sampai kepada jenis pamer terselubung (dislimurke). Orang yang tidak suka pamer dan orang yang suka pamer memiliki berbagai macam kemungkinan. Berikut ini kemungkinan-kemungkinan tentang orang yang tidak dan suka pamer:
Orang yang tidak suka pamer
a. Memang ia tipe orang yang tak suka berpamer. Sudah wataknya memang demikian.
b. Ia tidak memiliki sesuatu yang menurutnya pantas untuk dipamerkan
c. Ia sudah lama memiliki sesuatu, yang mungkin bagi orang lain hebat dan pantas dipamerkan, hanya karena ia sudah lama memilikinya, lalu merasa biasa saja
Orang yang suka berpamer
a. Memang dari lahir ia suka berpamer, sudah wataknya seperti itu
b. Ia baru saja memiliki sesuatu, sehingga ia merasa heran sendiri dan tak tahan untuk   menyiarkannya ke seluruh dunia
Kira-kira seperti itu beberapa kemungkinan variabel penyebab mengapa orang suka dan tidak suka pamer. Sekarang, mari bergeser ke beberapa teknik pamer di medsos. Berikut ini beberapa diantaranya:
a. Suka selfie dengan jurus Camera360
Selfie tentu salah satu bentuk pamer. Memamerkan keindahan wajah, tubuh atau benda di belakangnya. Itu semua tak masalah, sampai pada digunakannya softwarepenyunting foto yang pada akhirnya merugikan pelaku selfie sendiri. Dengansoftware Camera360, wajah akan menjadi terlihat lebih bening dan bibir menjadi ranum, tak peduli bagaimana penampakan asli si objek foto. Walau memang fitrah manusia ingin tampil indah, namun dengan melakukan manipulasi seperti itu, akan membawa kepada kekecewaan jika kelak ada seseorang yang tertarik dengan penampakan di foto, lalu ingin melakukan perjumpaan secara langsung. Niscaya, ia akan berpekik: “LHA KOK JEBULNYA BEGINI? PIYE IKI? *lalu lapor polisi dengan kasus penipuan dan perbuatan tidak menyenangkan*
b. Berfoto di depan kaca
Berfoto dengan model seperti itu akan memunculkan dugaan, selain sedang memamerkan penampilan hari ini (outfit of the day), sebenarnya juga sedang menampilkan back cover gadget yang digunakan untuk berfoto, dan si pemirsa akan berdecak kagum: “HAPENYA KEREN BEUH, MERK MITU BEUH”
c. Teknik peletakan benda-benda keren
Jamak terlihat, selain memamerkan makanan yang akan atau sedang dikonsumsi melalui foto, beberapa orang dengan sengaja meletakkan benda-benda yang mungkin menurutnya akan menaikkan citra dirinya. Di foto-foto kasus ini, di samping piring, atau terselip di bawah kaki meja (?) akan terlihat kunci mobil, ponsel mahal dan tangan gebetan (?)
d. Difoto hanya ketika makan di tempat keren
Kasus seperti ini bisa disebut sebagai hiperealitas. Hiperealitas adalah kecenderungan membesarkan sebagian fakta dan sekaligus menyembunyikan fakta lain. Nah, ini ‘kan cocok dengan kebanyakan yang terjadi di medsos. Makanan yang difoto hanya ketika makan di tempat elite, mahal dan biasanya makanan produk asing. Mengapa ketika makan di warteg dekat kelurahan atau di angkringan depan pos kamling tidak difoto?
e. Dengan teknik mengeluh dan bersyukur
Ini jenis pamer yang termasuk ke dalam jenis pamer dengan teknik yang lumayan. Bisa dengan mengeluh, bisa dengan berucap syukur, atau kombinasi keduanya. Misalnya seperti ini: “Duh, hape yang dibeliin papah di Nigeria lecet-lecet nih”.
Sepertinya memang keluhan sebagaimana layaknya keluhan, namun biasanya di dalamnya disisipi hal yang mungkin bagi banyak orang di luar sana akan menimbulkan kekaguman. Bisa tentang benda mahal atau tempat dimana benda itu dibeli dan lain sebagainya. Bagaimana tidak kagum kalau beli hape saja harus ke Nigeria.
Teknik pamer berikutnya adalah dengan bersyukur, misalkan: “Syukur alhamdulillah mama akhirnya sampai juga di Namibia”. Tentu saja itu akan menimbulkan decak bagi orang yang membaca status di medsos. Kagum dong, ngapain gitu si mama ke Namibia.
Teknik berikutnya adalah dengan mengombinasikan mengeluh dan bersyukur, seperti ini biasanya: “Huft alhamdulillah setelah deg-degan nunggu kabar, papah mamah pesawatnya nyampe juga di Wonogiri

Sebenarnya masih banyak jenis-jenis pamer yang sering terdapati di medsos. Namun saya pilih beberapa saja yang sekiranya cukup mewakili untuk dijadikan contoh. Perihal apa yang menjadi kebanggaan, tentu sangat relatif dan subjektif.

***
Sejak medsos marak dan saya menjadi salah satu penggiatnya, saya tertarik dengan fenomena pamer melalui alam virtual. Terlepas apakah itu diniatkan untuk pamer atau tidak, intinya adalah menampilkan segala hal yang berpotensi mengundang keheranan dan kekaguman orang yang menyaksikannya. Pamer di dunia maya menjadi hal yang murni baru, karena medsos asli keturunan kandung dekade ini.
Melalui medsos, potensi pamer manusia -yang terpaksa disimpan sekian lama karena ketiadaan tempat pengejawantahan- seperti mendapatkan wahana realisasi. Karena keterbatasan, untuk jangka waktu yang demikian panjang, potensi pamer yang ada pada manusia harus diendapkan. Mungkin pamer secara terbatas sudah terlaksana melalui media konvensional yaitu komunikasi tatap muka dan foto cetak atau lainnya. Namun, medsos secara masif mampu menjadi pelepas dahaga yang akhirnya mampu melunaskan gelegak pamer yang lama tertahan.
Melalui medsos, terpantau orang berlomba mengabarkan apa yang dimilikinya. Entah itu lekuk tubuh, materi kebendaan atau kemampuan keilmuan. Lantas, apa sebenarnya yang melandasi ini semua, hingga kemudian medsos menjelma menjadi media yang sungguh pas untuk menampilkannya?
Setelah berpikir, akhirnya saya teringat suatu konsep teori kebutuhan yang dilontarkan oleh Abraham Maslow. Salah satu mata kuliah yang saya pelajari di bangku kuliah mengijinkan saya untuk sedikit mencicipi teori psikologi yang sangat masyhur tersebut. Saya pun kembali membuka teori yang lama terlupa.
Abraham Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi piramida yang terdiri dari lima tingkat. Kebutuhan diawali dari piramida strata paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis, lalu berlanjut ke kebutuhan keamanan, kebutuhan cinta, sayang dan kepemilikan, kebutuhan penghargaan dan paling atas, kebutuhan aktualisasi diri. Dimanakah posisi pamer jika dikorelasikan dengan Teori Maslow?
Melalui logika rasional sederhana, akhirnya saya merasakan bahwa pamer paling pas jika dimasukkan ke dalam tingkat piramida keempat, yaitu kebutuhan penghargaan (esteem). Dengan mudah tersimpulkan, para penggiat medsos secara relatif dapat dikategorikan ke dalam golongan kelas menengah yang telah mampu memenuhi kebutuhan primer. Mereka termasuk ke dalam kasta yang sudah tidak memikirkan bagaimana cara makan besok, apakah akan basah jika hujan turun dan memiliki kerabat yang cukup untuk kebutuhan kasih sayang. Namun, penggiat medsos –yang gemar berpamer– rasanya belum sampai ke tingkat puncak piramida Maslow, yaitu aktualisasi diri.
Mereka rata-rata belum cukup “dewasa” untuk mampu mengenali arti hakikat kehidupan. Mereka belum khatam mengenali diri sendiri. Mereka belum cukup memiliki karakter diri kuat yang pantas untuk disimpulkan sebagai ciri asli dirinya sebagai manusia matang. Mereka belum sampai pada taraf untuk melihat kehidupan secara komprehensif dan memilih untuk menghadapi segala permasalahan, bukan menghindarinya. Mereka belum sampai tingkat menjadi pribadi yang mengenali potensi dan kemampuan diri yang sebenarnya, untuk kemudian diaktualisasikan dan diniatkan untuk kemaslahatan pribadinya dan orang lain.
Manusia yang telah sampai di piramida tertinggi Maslow berorientasi kepada tujuan, terus maju dan berkembang menuju ke arah yang lebih baik. Bukan lagi manusia yang masih terjebak pada bahasan orang lain tentang dirinya. Bukan lagi manusia yang masih kebingungan dan lelah mendengar apa yang diomongkan kiri kanan.
Penggiat medsos yang gemar berpamer masih berada pada piramida keempat, kebutuhan penghargaan. Karena mereka masih memiliki kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi penting, kehormatan dan apresiasi. Mereka menampilkan segala apa yang dimiliki, bahkan terkadang sedikit menutupi/tak menampilkan keadaan yang sesungguhnya karena masih butuh pengakuan. Begitulah..
Pamer dengan segala bentuknya memang sangat wajar dan termasuk kebutuhan. Pamer adalah perilaku yang sangat manusiawi. Manusia memang sudah digariskan untuk menampilkan apa yang menjadi kebanggaannya, dan itu bisa dijelaskan melalui teori keilmuan yang sudah diakui. Tentang apakah pamer itu disarankan atau tidak, berguna atau tidak, berdosa atau tidak, saya tidak memiliki wewenang ilmiah dan spiritual untuk mengukur dan menghasilkan keputusan final yang dapat dipertanggungjawabkan kadar kesahihannya.

Penting Mana? Status Sosial atau Nilai Sosial?

Seorang wanita berjalan cepat menyusuri tangga. Setelah sampai di muka pintu kaca, sambil menunggu bus, dikeluarkannya sebuah ear-phone yang tersambung dengan telepon pintarnya. Sesekali hembusan nafasnya terdengar tak teratur di balik masker yang menutup mulut dan hidungnya.
Orang di sebelahnya hampir memiliki kenampakan yang sama. Hawa gelisahnya seolah terfasilitasi saat menunggu bus—meski tanpa ear-phone, aktivitas jari, mata, dan pikiran bersama telepon pintarnya cenderung intensif.
Di seberang jalan, terlihat lelaki berkacamata hitam berumur 30an tahun mengendarai sebuah mobil pabrikan Jepang. Sesekali klakson dibunyikan, seakan mengingatkan angkutan kota di depannya yang berhenti sembarangan.
“Urip kok rasane kemrungsung (Hidup rasanya tergesa-gesa)”, begitu ungkapan teman saat saya mendiskusikan tentang fenomena yang saya lihat di atas.
Meeting, deadline, project, tuntutan bos, dan segala isu tentang dunia pekerjaan seolah menjadi penghuni tetap pikiran, kemudian meluap menjadi bahan pembicaraan, selanjutnya menjadi pembentuk fenomena-fenomena sosial.
Kadang fenomena seorang individu bertabrakan dengan individu lainnya, atau bahkan kelompok lainnya. Jadilah kegelisahan sosial meletup di mana-mana. Meledak di titik-titik penjuru negeri ini.
Gejala tentang lengsernya nilai-nilai sosial yang dari dulu diwariskan oleh leluhur mulai muncul di sudut-sudut media. Di antaranya adalah berbagai berita miris tentang tindakan ironis yang akhir-akhir ini tersuguh di mata kita. Mulai dari kisah Dinda di kereta, pelecehan di JIS (Jakarta International School), sampai peristiwa kematian siswa STIP Jakarta.
Ada apa sebenarnya di balik berita-berita yang kita tonton? Apa sebenarnya yang terjadi di setiap kepala, badan, dan hati kita? Apakah sudah sedemikian jauh perasaan “memanusiakan manusia” kepada sesama manusia? Apa kabarnya nilai-nilai luhur yang katanya diwariskan oleh orang tua kita? Ada apa di balik semua ini?
*
Seperti prolog tentang fenomena sosial yang saya tulis di awal tulisan, fenomena-fenomena sosial di kawasan perkotaan menjadi tidak terasa bahwa ternyata ada yang berubah seiring berubahnya jaman. Mbak-mbak yang bekerja di kantoran, Dinda yang akan berangkat ke kampus, atau beberapa bagian masyarakat lainnya, seolah tak berdaya menahan gempuran ‘kemajuan’ hingga menanggalkan kebiasaan (kadang disebut adat) tata karma yang bukan hanya diajarkan di rumah, tetapi juga di sekolah.
Contoh kecil fenomena pergeseran nilai sosial yang cukup mudah ditemui adalah saat melihat tentang kepemilikan suatu barang, dengan bergesernya fungsi yang substansial menjadi fungsi penentu status sosial.
Saya coba merenungkan hal-hal berikut;
Sebelum televisi dimiliki oleh semua orang, aktivitas malam mungkin diisi dengan pengajian, berkumpul bersama handai taulan, atau segera merapat di peraduan.
Sebelum laptop menjamur seperti sekarang, obrolan di warung kopi berlangsung ‘live’ dan penuh kehangatan.
Sebelum telepon genggam bebas beredar, menunggu sesuatu sering diisi dengan obrolan yang menyatukan hal-hal yang mungkin berseberangan.
Memang, seiring segala sesuatu yang dianggap ‘kemajuan’ datang, seolah akses informasi menjadi terbuka sangat lebar. Produktivitas digadang-gadang meningkat pesat dengan fasilitas teknologi yang terus berkembang. Lalu keterhubungan didewakan menjadi semakin erat, membuat yang jauh menjadi kelihatannya dekat.
Namun, apakah sisi-sisi yang menjadi kontraprestasi atau bahkan mereduksi (yang lebih parah mungkin mendekonstruksi) hal-hal yang bersifat manusiawi tidak terjadi? Apakah hal-hal yang dianggap abstrak yang secara lantang kita suarakan sebagai ajaran luhur orang tua-orang tua kita tidak tereliminasi?
Saya coba teruskan tentang bergesernya fungsi substansial kepemilikan suatu barang yang saya jadikan contoh di atas:
Berapa inchi ukuran televisi seolah menjadi ukuran berapa penghasilan.
Seberapa canggih laptop yang dimiliki seakan menjadi parameter seberapa tinggi posisi.
Seberapa pintar dan update sebuah handphone yang digenggam mungkin menunjukkan kesibukan harian.
Dan seabrek simbol yang dijadikan sebagai indikator status sosial lainnya.
Bukannya mobil adalah salah satu alat transportasi? Lalu mengapa membeli mobil yang harganya lebih dari Rp 1 miliar jika mobil yang berharga Rp 300 juta saja bisa dijadikan alat transportasi?
13987014671800403286
Mana yang lebih bersifat substansi? Alat indikator status sosial atau alat transportasi? (dok. pribadi)
Saya tidak mempermasalahkan, apa barangnya dan mengapa beberapa orang memiliki aset-aset tersebut, entah memang karena fungsi substansialnya, ataupun karena status sosialnya. Tetapi pertanyaanya, apakah ada yang berubah dengan nilai-nilai sosial saat status sosial telah berubah? Apakah dengan ukuran televisi yang lebih lebar akan membuat seseorang lebih peduli dengan tetangganya yang kekurangan? Apakah saat memiliki laptop yang lebih canggih seseorang akan lebih simpati terhadap saudaranya yang membutuhkan pertolongan? Apakah semakin pintarhandphone yang dipegang membuat seseorang semakin empati melihat fenomena keganjilan di masyarakatnya?
Mengutip Robert A Baron melalui bukunya yang berjudul Social Psychology, empati adalah kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain seolah-olah emosi itu dialami sendiri. Jika simpati bermakna bisa mengerti dan peduli dengan pikiran dan perasaan orang lain, namun empati lebih dalam lagi, yakni bisa merasakan dan memahami benar atas pikiran dan perasaan orang lain (dikutip dari http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=19711 seperti aslinya).
Lalu bagaimana akan muncul kepekaan, apalagi simpati dan empati, jika pancainderanya sudah terisolir?
Jika mata yang tertutup kacamata, hidung dan mulut yang terbatasi masker, telinga yang tersumbat ear-phone, dan kulit yang terbungkus jaket, bagaimana bisa melihat kaum difabel yang butuh uluran tangan? Bagaimana bisa mencium bau khas anak jalanan? Bagaimana bertegur sapa dengan tetangga? Bagaimana mendengar suara rintihan warga di lingkungan kumuh? Bagaimana merasakan dinginnya tidur di emperan toko di kala malam?
Memang dengan adanya “tabir” yang menutup pancaindera tersebut tak bisa dijadikan indikator apakah seseorang mampu bersimpati/berempati kepada orang lain atau tidak. Tapi, saya takut, adanya tabir tersebut jangan sampai membuat tembok pembatas untuk mendekat kepada saudara, tetangga, masyarakat, atau siapapun di sekitar kita. Saya takut jika tabir yang membatasi pancaindera kita benar-benar membatasi simpati, empati, dan segenap hati kita.
Saya kemudian bergumam, apakah di jaman ini, peringkat status sosial lebih penting dari nilai-nilai sosial?
Rasanya saya masih belum pantas memberikan klaim, kesimpulan, apalagi himbauan tentang pentingnya nilai-nilai luhur dalam ranah sosial. Tulisan ini hanya refleksi saja dari apa yang saya lihat dan saya rasakan sambil terus mencari jawaban beberapa pertanyaan:
Pernahkah kita menghitung berapa kerugian atas hadirnya kemajuan?
Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengembalikan nilai-nilai sosial yang telah tergerus akibat datangnya kecanggihan teknologi?
Bagaimana kita menebus suasana guyub-gayeng-gotong royong yang telah luntur gara-gara terseret arus modernisasi masif di negeri kita?
Salah satu aktivitas antarsaudara atau tetangga di desa (dok. pribadi).
Salah satu aktivitas antarsaudara atau tetangga di desa (dok. pribadi).