Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Rabu, 23 April 2014

Perbedaan dalam Menyikapi Kapal Tenggelam di Korea Selatan dan di Indonesia

Akhir pekan lalu, Indonesia dan Korea Selatan sama-sama mengalami bencana kapal tenggelam. Bedanya, di Korea Selatan yang tenggelam adalah kapal feri yang mengangkut ratusan penumpang sementara di Indonesia yang tenggelam ‘hanya’ kapal nelayan yang mengangkut sekitar 50 penumpang saja.
Kedua negara ini memiliki perbedaan dalam menyikapi bencana yang terjadi di negaranya. Di Korea Selatan, negara mengalami vakum sejenak selama tiga hari (bahkan lebih) untuk menghormati korban-korban yang saat ini masih hilang. Televisi hanya menayangkan berita spesial yang meliput proses evakuasi korban. Drama, reality show, program musik dihentikan sementara. Perilisan album dan konser juga dibatalkan demi menghormati korban dan keluarganya yang sedang berduka.
Sementara di Indonesia, berita kapal tenggelam ini hampir tidak disinggung sama sekali, hanya sedikit pemberitaannya. Tenggelam dengan berita-berita politik yang saya yakin pejabatnya pun tidak peduli dengan tragedi ini.
Apakah karena korbannya hanya sedikit? Bukan bermaksud menyepelekan angka korban meninggal, tapi jika dibanding dengan tragedi di Korea, angka kematian kapal tenggelam di Larantuka memang hanya sedikit. Walaupun sedikit, tapi ada korban meninggal. Semestinya ini menjadi sorotan juga. Tidak harus bencana yang menelan ribuan korban yang bisa disorot.
Tahun pemilu, media memang gencar menyorot partai-partai. Ini menguntungkan partai-partai yang memang haus akan publikasi. Sementara menayangkan berita bencana.. apa untungnya? Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk para korban. Menayangkan beritanya pun tidak akan membuat mereka hidup kembali. Poin yang ingin saya sampaikan adalah seberapa besar rasa simpati masyarakat Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertimpa bencana? Bukan hanya simpati, semestinya kita berempati, melakukan sesuatu untuk mereka. Tapi memang, untuk berempati sangat tidak mudah. Saya sendiri tidak bisa melakukan apa-apa untuk mereka.
Saya menyayangkan media-media yang lebih banyak mengulas partai-partai politik dibanding mengulas hal-hal kecil (tapi penting) yang terjadi di sekitar kita. Kerusuhan di Sorong pun gaungnya hampir tidak terdengar. Saya harap tokoh-tokoh calon pemimpin juga lebih mengutamakan aksi untuk membantu mereka yang tertimpa bencana dibanding syuting iklan untuk partainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar