Bersungguh-sungguh dengan doa
Berdoa itu mudah tapi tak semudah untuk menjalankannya. Anehnya, saat kita berdoa begitu mudahnya kita mengucapkan “Sukseskan saya, Tuhan”, tapi ketika kita diperhadapkan dengan ujian-ujian yang harus kita lewati agar sukses, maka kita akan mengeluh. Ya, manusiawi sekali. Memang, doa itu tak semudah mengatakannya.
Ketika saya berdoa, saya tak suka berdoa lama-lama dengan keyakinan bahwa Tuhan sudah tahu jelas apa yang saya minta, kecuali jika saya berdoa untuk curhat. Sehingga dalam singkatnya doa saya, saya kadang hanya meminta “Tuhan, berikanlah saya hikmat & kebijaksanaan dalam menghitung hari-hari saya”. Itu doa paling sering berdengung dalam hati saya. Ya, saya mencoba untuk berdoa seperti Salomo.
Dan pada akhirnya, dubraaakkk. Saya kembali datang pada Tuhan, mengeluh & kadang marah-marah bahwa saya tidak suka diberi kesakitan & saya tidak suka menjalani hidup yang terlalu banyak rintangan & tantangannya, sama sekali saya tidak suka itu semua. Itu hal yang benar-benar sulit.
Lalu akhirnya saya ingat doa-doaku, oh mungkin ini jalan yang harus saya lalui agar saya memperoleh hikmat, dan baiklah kalau begitu, kembali lagi saya berdoa “Tuhan, mampukan & kuatkan saya untuk melaluinya”. Tuhan mengabulkannya, dan lagi-lagi saya marah mengapa saya diperhadapkan dengan hal yang rasa-rasanya tak sanggup untuk saya lalui & berada di luar kekuatan & kemampuanku. Kembali lagi saya berdoa“Tuhan, sekarang saya berserah pada-Mu, saya tak mampu.” Dan kabar baiknya, saya melaluinya. Lalu dari mana kekuatan itu? Oh, Tuhan sudah tepat janji bahwa sisa kekuatan yang tak ada padaku adalah topangan tangan-Nya.
Maka pernah saya tak mau lagi berdoa seperti itu, tapi akhirnya apa yang saya alami adalah saya merasa kosong & tak merasakan bahwa saya hidup jika tanpa tantangan hidup. Dan akhirnya, saya berdoa lagi “Tuhan, berperkaralah lagi, saya rindu masa-masa itu”. Dan benar Tuhan mengabulkannya, saya kaget & menangis karena saya tak mampu & akhirnya saya kembali berserah & berhasil lagi melaluinya. Begitu seterusnya.
Dan saat ujian-ujian hidup itu datang, entah mengapa saya sudah tidak kaget lagi, mungkin karena sudah terbiasa, dan ini yang menjadi pelajaran saya ketika ujian itu datang lagi: “Itu bagian dari kehidupan, wajar adanya. Mari dijalani dengan usaha yang terbaik karena itu akan berlalu juga nantinya & menyisakan pelajaran hidup yang berharga.” Maka saat itu, saya berhenti untuk mendengar penilaian orang lain yang menganggap itu adalah aib & petaka, saya anggap mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Berhati-hati dengan doa
Mengapa berdoa saja begitu ribetnya sampai harus berhati-hati? Ya harus, jika tidak, kita akan masuk jurang & tidak akan tertolong lagi. Kalian lihat banyak orang mengakhiri hidupnya begitu mudahnya karena bisa jadi, mereka tak mengerti apa yang pernah mereka doakan & tak siap dengan jawaban Tuhan, karena mereka mengira bahwa jawaban doa itu harus selalu “YA”.
Saya tidak akan pernah berani mengatakan ini, jika saya belum pernah mengalaminya. Tiga tahun lebih yang lalu, saya pernah berdoa: “Tuhan, saya ingin menikmati hidup tanpa cinta, saya ingin sendiri tanpa kekasih. Saya bahagia dengan hidup saya yang seperti ini, Tuhan.”
Dan tak pernah terlintas di pikiran saya untuk jatuh cinta, mengagumi seseorang atau sedang mencari-cari orang yang tepat untuk menjadi kekasih saya. Saya hidup seolah-olah saya akan hidup single dengan penuh kebahagiaan selamanya, jadi saya benar-benar menikmati hidup saat itu.
Dan pada akhirnya, tanpa skenario & rencana, saya tak mengerti bagaimana saya bisa jatuh cinta dengan seseorang yang saya tidak kenal & hanya sekedar kenal nama, alasan kenapa saya harus jatuh cinta pada dia pun tak ada, yang saya bahasakan bahwa itu sangat menyakitkan pada saat itu (artikel terkait). Berupaya untuk mengingkarinya tapi itulah yang terjadi & akhirnya saya menyerah pada kenyataan. Saya benar-benar marah, saya tidak siap dengan perasaan yang untuk pertama kalinya saya rasakan itu, yang juga berhasil mencuri zona nyaman saya. Sehingga saya menjadi tak bisa tidur selama beberapa bulan & sering menangis. Saya menganggap bahwa Tuhan mencurangi saya, bukan itu yang saya minta lalu kenapa itu yang Dia berikan, tepatnya mengapa Dia tak minta izin dulu padaku? Oh, saya tiba-tiba berubah ingin menjadi Tuhan.
Menceritakan itu kepada orang lain, akan membuat saya ditertawai & mereka akan menganggap bahwa saya berlebihan. Ya, saya sendiri pun saat itu menertawai diri saya sendiri, bagaimana mungkin orang yang serealistis diriku bisa selebay itu? Maka saya hanya menyembunyikannya & menuliskannya, entah mengapa jatuh cinta menjadi aib bagiku saat itu.
Dan saat itu saya memetik pelajaran berharga bahwa saya tak mau lagi menertawai kisah orang lain, jika saya bukanlah dia yang menjalani kisah itu dengan cara pandang, raga, jiwa & hatinya. Ya, dia tidak memakai hati & otak saya, dan lebih buruknya lagi dia belum mengalami pengalaman yang pernah saya lalui untuk berpikir realistis, dan ironisnya saya tidak bisa menggantikan dia untuk menjalaninya. Bisa jadi itu memang sangat sulit untuk porsinya dia.
Tepatnya, saya tak siap dengan jawaban Tuhan yang mengatakan “TIDAK”, untungnya saya hanya menangis & tak bisa tidur di malam hari selama beberapa bulan & tak perlu untuk mengakhiri hidup saya karena tak siap dengan apa yang tak pernah saya bayangkan & pikirkan, sebab saat itu terjadi saya hanya kembali datang mengeluh & berserah pada Tuhan. Dan lagi-lagi saya berhasil melewatinya.
Di saat itulah saya sangat berhati-hati dengan doa saya. Ketika saya meminta sesuatu, saya hidup seolah-olah akan mendapatkannya tetapi juga bersiap-siap untuk dapat hidup di kehidupan jawaban “TIDAK” yang tak sesuai dengan yang saya harapkan.
Dan ketahuilah, bahwa pribadi yang kita datangi untuk berdoa itu bukan manusia, jadi jangan pernah berpikir bahwa Dia akan mengabulkan permintaan sebagaimana dengan cara manusia lakukan. Cara-Nya sangat berbeda dan bersyarat tapi juga akhirnya kita mendapatkan lebih dari apa yang kita minta.
Bersungguh-sungguhlah, karena hanya dengan itu kita mendapatkan apa yang kita minta. Tapi berhati-hati pulalah dengan bersiap untuk menjalani kehidupan dengan jawaban “TIDAK”, karena hanya dengan cara itu kita masih dapat bertahan hidup dengan baik.
Itulah, mengapa doa itu disebut nafas hidup, karena jika kita tidak bersungguh-sungguh atau kita tak berdoa, maka hidup kita serasa hambar & kosong, tepatnya terasa tidak hidup. Dan ketika kita tidak berhati-hati, maka jawaban doa yang tak sesuai dengan harapan kita dapat merenggut nyawa kita, mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar