Islam
tidak hanya mengajarkan agar seorang muslim gemar berinfaq, tetapi berinfaq
haruslah dengan harta yang dicintai atau harta yang terbaik. Allah SWT
berfirman,”Kamu tidak akan mendapat (balasan) kebaikan kecuali kamu mendermakan
sebagian dari apa yang kamu sayangi, Apa pun yang kamu dermakan, Allah pasti
mengetahuinya. ” (QS. Ali Imran [3]: 92)
Menurut
riwayat yang hadis, ketika ayat ini turun, banyak sahabat Rasulullah SAW yang
tersentuh, di antaranya adalah Abu Thalhah ra yang memiliki banyak kebun kurma
dan kebun yang paling disukainya yang berada persis di depan Masjid Nabawi.
Rasulullah kerap singgah ke dalam kebon itu. Abu Thalhah datang kepada
Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, Allah telah menurunkan ayat ini. Harta
yang paling kucintai adalah Birha’. Kini aku serahkan itu untuk simpanan disisi
Allah. Letakkanlah ditempat yang dikehendaki Allah”.Rasulullah bersabda, “Inilah
harta yang banyak mendatangkan pahala. Bagikan kepada keluargamu yang miskin”.
Abu Thalhah kemudian membagikannya kepada kaum kerabatnya. (HR Bukhari dan
Muslim).
Ayat
Al Quran yang dikutip atas, sekaligus mengoreksi cara pandang atau paradigma
yang keliru dalam berinfaq dan bershadaqah. Paradigma yang umumnya tertanam
pada sebagian besar manusia ialah menginfaqkan harta itu cukup dari sesuatu
yang sudah tidak terpakai atau kurang bernilai. Hal itu terlihat misalnya dari
kebiasaan untuk mengumpulkan pakaian bekas yang sudah tidak dipakai lagi untuk
diberikan kepada orang lain yang membutuhkan atau memberi uang recehan untuk
mengisi kotak amal di masjid.
Berinfaq
pada kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin amat ditekankan dalam Islam.
Untuk itu, sebagai bagian dari panggilan dakwah, kita sekarang perlu
membangkitkan kesadaran berinfaq dan bershadaqah yang akan mendorong tumbuhnya
empati dan solidaritas sosial di tengah masyarakat. Maraknya kekerasan dan
letupan-letupan konflik yang sering menimbulkan kerusuhan, boleh jadi sebagian
adalah akibat hilangnya empati dan solidaritas sosial pada warga masyarakat.
Dapat dibayangkan akibatnya andaikata setiap orang atau kelompok dalam
masyarakat hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri dan masa bodo dengan kepentingan
orang lain.
Dalam kaitan dengan infaq atau shadaqah ini, menarik direnungkan ayat Al Quran, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah (2) : 276).
Dalam kaitan dengan infaq atau shadaqah ini, menarik direnungkan ayat Al Quran, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah (2) : 276).
Dalam
Al-Quran dan Tafsirnya yang disusun oleh tim Kementerian Agama RI dijelaskan
bahwa ayat di atas menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya sedikit pun
baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah sedekah. Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Artinya memusnahkan harta riba dan
harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan “menyuburkan
shadaqah” ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu. Diharapkan
akan memperkuat budaya berinfaq dari harta yang terbaik dan tentu yang pasti
juga harta yang halal. Sebab, Allah SWT tidak akan menerima infaq dan shadaqah
yang berasal dari harta yang didapatkan secara haram, sekalipun dengan niat
yang ikhlas.Dengan demikian, kesadaran berinfaq dan bershadaqah secara tidak
langsung mendidik pelakunya menjadi manusia yang berkarakter, memiliki
kejujuran, akhlak dan etika dalam bekerja/mencari rizki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar