Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Kamis, 24 April 2014

Maraknya Pemerkosaan, Perlukah Legalisasi Pelacuran?

Pandangan miring terhadap eksistensi lokalisasi pelacuran sepertinya belum ada pergeseran sama sekali. Lokalisasi masih dianggap sebagai suatu bentuk penyaluran ambisi amoral manusia terutama masalah seks. Kenikmatan dalam bidang seksual memang cukup menggiurkan, terutama untuk dijadikan lahan bisnis. Faktor biologis beserta kesejahteraan yang rendah telah menjadikan prostitusi sebagai alternatif bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Tuntutan dari ketidak-berdayaan masyarakat dan egoisme moralitas telah menjadi dilema panjang tanpa adanya penyelesaian persuasif.
Namun akan sedikit berbeda ketika wacana legalisasi pelacuran kembali diperbincangkan. Maraknya kasus pelecehan seksual seperti yang baru-baru ini dialami JIS, serta kasus pemerkosaan terhadap anak-anak hingga remaja rupanya lebih meresahkan dibandingkan keberadaan lokalisasi. Pelaku pada umumnya kesulitan untuk menemukan tempat yang nyaman untuk menyalurkan hasrat seksual, sehingga mereka mencari sasaran empuk seperti para korban.
Selain faktor kesempatan, kasus pemerkosaan rupanya juga memiliki pertimbangan atas kondisi kesehatan suatu organ seksual. Pelacuran illegal dinilai identik dengan bersarangnya virus-virus penyebab penyakit menular. Mereka cenderung memiliki hasrat terhadap sesuatu yang baru atau yang lebih bersih. Teriakan stop free sex hanya sekedar menjadi slogan bagi para pencetus program sex education tanpa memikirkan solusi yang tepat. Mekanisme sosialisasi yang terbentuk juga dinilai tidak efektif. Sementara itu pemenuhan kebutuhan seks bisa saja terjadi tak hanya kepada para remaja, akan tetapi juga merujuk kepada para pekerja yang jauh dari istrinya.
Lalu bagaimana dengan legalisasi pelacuran? Apakah hanya sekedar melegalkan, atau memberikan pengaturan dengan mekanisme yang tepat? Lokalisasi bisa sajamenjadi alternatif yang bagus untuk menyalurkan hasrat seksual, asalkan legal dansave. Keamanan tersebut merujuk pada kebijakan pemerintah untuk lebih peduli terhadap masalah penyaluran kebutuhan seksual dengan tepat. Pertentangan akan moralitas hendaknya disandingkan dengan jumlah korban pelecehan seksual yang kian hari kian meningkat, meskipun dalam prosesnya akan selalu menuai hambatan yang cukup besar.
Mekanisme ini mungkin tak akan berjalan dengan mudah. Misalnya saja pemerintah menyediakan lokalisasi yang jauh dari keramaian serta fokus pada daerah yang memiliki kecenderungan minat seks tinggi. Para petugas harus aktif melakukan razia terhadap kegiatan di tempat-tempat illegal dan tertib untuk melakukan patroli keamanan. Para pekerja seks juga mendapatkan perhatian lebih dengan menggunakan uji kelayakan berupa test kesehatan agar aman bagi para konsumen. Pengaturan jarak setelah berhubungan seksual juga patut diperhatikan supaya tidak menimbulkan penyakit yang lebih berbahaya.
Solusi ini sebenarnya bukan bermaksud untuk melegalkan upaya euforia seks bebas. Masalah ekonomi beserta kecenderungan untuk melakukan tindakan kriminal juga dapat mengancam masa depan anak bangsa. Selebihnya semua hal berada di tangan kita. Meningkatkan moralitas dengan menjaga anak-anak bangsa dari tangan-tangan penjahat lebih penting dari sekedar mempertahankan kesakralan kultural. Legalisasi ini sebenarnya juga bertujuan agar seks bebas tidak berkeliaran dan terpusat pada satu tempat saja. Ibarat kecoa yang tak bisa hidup di tempat bersih, masing-masing orang memiliki tempatnya masing-masing. Mereka bebas memilih untuk berada di tempat yang benar atau tidak tanpa memberikan pengaruh buruk pada lingkungan yang sudah baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar