“Intropeksi dirimu, karena sesungguhnya. Orang baik hanya untuk orang baik, begitupun sebaliknya”. Seperti itu kira-kira seorang sahabat pernah bilang. Adapun saya pernah dengar hal senada, “Seperti apa dirimu, begitulah pasanganmu nanti”.
Dua pendapat diatas cukup populer, apalagi bagi mereka yang sedang memasuki zona super duper pinky ultra sensitif yang bersiap memasuki level baru di kehidupan. Masalah jodoh memang ngeri-ngeri sedap dan selalu menjadi bahan bahasan yang tak pernah mati selama masih bumi berputar dan matahari terbit dari timur bahkan hingga rendang di klaim milik Malaysia. Memangnya siapa yang mau selamanya boncengan motor hanya dengan gallon atau barang belanjaan? Bahkan jika sudah menikahpun bukan berarti tema perjodohan berhenti begitu saja. Apalagi sebagai orang-orang timur dimana yang masih menjujung tinggi adat, kekeluargaan yang tinggi dan budaya. Walaupun secara dinamis pola pikir logika ala barat juga berkembang.
Gagasan pada awal tulisan tadi pasti terilhami dari Al-Quran surah An-Nur ayat 26.
“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)
Dan kemudian didalam Al-Quran sendiri pun terdapat sebuah ayat tentang makna “baik” itu sendiri. Dalam Al-Baqarah ayat 216.
“….Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu Tidak mengetahui.” [QS. Al Baqarah 2: 216]
Jadi bisa dibilang kalau “baik” itu punya dua standar. Baik berdasarkan manusia atau baik standar Ilahiah. Al-Quran sebagai petunjuk merupakan hal yang mutlak bagi muslim. Namun kali ini saya tidak mencoba untuk menafsirkan lebih jauh berdasarkan Al-Quran. Sekali lagi itu sebagai petunjuk, sedangkan yang berhak untuk menafsirkan adalah mereka yang ahli dan memiliki keshalihan yang tinggi. Sedangkan saya? Entahlah.
Perhatikan bagan berikut;
LAKI-LAKI | WANITA | |
KURANG BAIK | BAIK | COCOK |
LAKI-LAKI | WANITA | |
BAIK | KURANG BAIK | COCOK |
LAKI-LAKI | WANITA | |
KURANG BAIK | KURANG BAIK | COCOK |
LAKI-LAKI | WANITA | |
BAIK | BAIK | COCOK |
Berdasarkan ilmu cocoklogi yang saya buat dengan keempat kemungkinan itu semua, jika memakai kata cocok. Ya cocok!
Mungkin ada yang protes wanita tidak baik dengan pria baik kok bisa cocok? Ya bisa, tentunya dengan arahan sang prianya, wanita pun bisa jadi baik. Namun ini kan tentang jodoh, bukan saling mencocokan. Memangya puzzle. Yah namanya juga ilmu berdasarkan logika saya yang kurang ini. Intermezo saja. Walaupun yang cocok biasanya jodoh.
Saya juga pernah dengar istilah Kaffah atau Kufu. Kaffah adalah persamaan dan keserupaan. Sedangkan Kufu yaitu, serupa dan sepadan. Maksudnya agar pasangannya Kaffah maka harus se-Kuffu. Parameter Kaffah itu sendiri bisa dikembangkan dari surah An-Nur ayat 26 tadi. Tapi seringkali perkara seperti; harta, Nasab, pekerjaan, atau hal diluar akhlak dan istiqomah menjadi ukuran untuk mencapai kata kaffah. (Koreksi saya kalau salah, red)
Lelaki Soleh yang tidak bernasab boleh menikahi perempuan beranasab. Lelaki dengan perkerjaan tidak bergengsi boleh menikahi perempuan mulia. Namun dalam hal istiqomah dan akhlak-nya lelaki yang kurang, perempuan berhak untuk membatalkan akad. Sekali lagi, hak bukan kewajiban. Jadi itu pilihan yang boleh diambil atau tidak.
Sedangkan, dalam hal akhlak dan istiqomah, merupakan isi hati yang sangat dalam. Waktu terus berputar dan zaman pasti berganti. Sebaik-baiknya manusia adalah dia yang memperbaiki dirinya dari waktu ke waktu. Hari ini lebih baik dari kemarin, esok lebih baik dari hari ini. Ah, klise memang.
Akhlak sendiri merupakan bagian dari ketaqwaan. Seperti yang sering kita dengar, ketaqwaan dan keimanan itu fluktuatif. Naik turun dan dapaat berubah. Kecuali orang-orang yang istiqomah.
Semua hal diatas barulah gerbang dari hal yang sesungguhnya. Yaitu bahtera rumah tangga. Sebuah perjalanan besar nan jauh. Membangun sebuah role model peradaban dalam skala kecil. Layaknya sebuah pelayaran, bahtera tidak selamanya mengarungi lautan tenang dan cerah. Badai dan rintangan adalah keniscayaan disebuah perjalan. Banyak pilihan harus diambil. Apakah layar harus terbentang? Kapan lepas sauh? Berapa derajat putar haluan? Hanya mereka yang memiliki persamaan visi yang berhasil melewatinya. Beuuhh,,, gaya gue ngikutin Buya Hamka bahasanya.
Saat artikel ini dibuat saya berdebat dengan kawan saya tentang mana yang lebih baik. Meng-klik-kan pasangan berdasarkan banyaknya persamaan atau banyaknya perbedaan?
Uniknya dari kedua hal itupun memiliki kekuatannya masing-masing. Orang yang berjodoh dengan orang yang banyak persamaan dengan dirinya tentu lebih mudah dalam menjalankan visi pernikahan mereka. Semua kendali sudah terstrukur secara mudah oleh keduanya. Sedangkan mereka yang berjodoh namun banyak sekali perbedaan, kekuatannya tidak kalah menarik. Dimana kedua mutlak harus saling melengkapi dan menutupi perbedaannya. Harus ada pengertian yang lebih dan mendalam, juga harus sigap dalam dalam menemukan perbedaan visi dan misi. Dimana konsolidasi partai dimulai dengan membekali para kader-kader dengan kesegaran ruhiyah dan jas… Lho, Kok???
Untuk ringkasnya biar tidak semakin ribet, menurut saya kembali di komitmen awal. Mungkin dalam hal ini saya harus lebih banyak tahu diri: Siapa saya? Pantaskah saya? Bolehkah saya? Ketika semua dilihat kebelakang, ingin rasanya menyalahkan ayah atas semuanya. Tapi entah kenapa, mungkin sekarang sudah saatnya saya menemukan alasan untuk ….
untuk…
hmmmm …..
untuk berhenti merokok dan tidak mendukung Gerindra. Sekarang saatnya untuk membesarkan kembali PKS. ^&$^%$#*%^(&*)*error 404^&&6duh maaf.
Dan terakhir, untuk seseorang diseberang sana, Kak F… Aku juga sangat yakin kak, “Orang baik akan bersama untuk orang baik :) ”. Apapun yang terjadi, akhir semua ini. Baik atau tidak baik, semoga hasilnya tetap ”Baik menurut Allah”. Ah, Siapalah saya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar