Salah
Satu Fakta Keagungan Risalah Nabi
Muhammad SAW, “Dan
tidaklah kami (Allah SWT) mengutus engkau (Muhammad) melainkan
menjadi rahmat untuk seluruh alam.” (QS Al Anbiya [21]: 107). Ayat Al Quran ini sering disampaikan
oleh para pembicara dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw di bulan Rabiul
Awal.
Dalam
tempo kurang dari seperempat abad, Rasulullah menghadirkan perubahan yang
fundamental dan komprehensif, dari masyarakat jahiliyah kepada masyarakat
berperadaban, dari masyarakat yang jumud kepada masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan, dari masyarakat dengan budaya perbudakan menjadi masyarakat
egaliter dan tanpa kelas. Islam memberantas perbudakan, meruntuhkan feodalisme
dan melarang eksploitasi manusia atas sesama manusia karena semua itu
bertentangan dengan jiwa tauhid yang menjadi pilar utama ajaran Islam.
Suatu
ketika Rasulullah Saw berkata kepada para sahabatnya bahwa manusia yang tidak
berkasih sayang adalah manusia yang tidak beriman. Sahabat menanggapi: Ya
Rasulullah, kami sudah menanamkan kasih sayang di antara sesama kami.
Rasulullah menjelaskan, yang dimaksud dengan berkasih sayang itu adalah kasih
sayang kepada semua manusia. Berkasih sayang dan berbuat baik terhadap sesama
manusia dalam makna seseorang hidup dengan memberi manfaat sebesar-besarnya
pada manusia lain.
Dalam
Al Quran dilukiskan sikap Rasulullah dan orang-orang yang bersama dengannya,
yakni teguh dan tegas berhadapan dengan mereka yang menolak kebenaran, berkasih
sayang terhadap sesama muslim (ruhama’u
bainahum), serentak ruku’ dan sujud terhadap Ilahi, dan sama
mengidamkan karunia dan ridha-Nya (QS Al Fath [48]: 29). Salah satu sifat atau
karakter orang-orang yang ruhama’u bainahum dalam ayat tersebut menurut para ahli
tafsir adalah mendahulukan kepentingan orang lain lebih daripada kepentingannya
sendiri.
Melalui
perjuangan risalah selama 13 tahun di Mekkah dan setelah hijrah 10 tahun di
Madinah sampai beliau dipanggil kehadirat Allah Swt, Rasulullah berhasil
menciptakan masyarakat Islami tanpa kelas (the classless
society) yang belum pernah terjadi dalam sejarah kemanusiaan. Dapat
kita bayangkan perubahan revolusioner yang dihadirkan Islam, dimana seorang
Bilal bin Rabah, seorang bekas budak Ethiopia yang dimerdekakan dapat berdiri
sama tinggi dan duduk sama rendah dengan Abdurrahman bin Auf, seorang hartawan
dan bangsawan Mekkah, hanya karena keduanya hidup di dalam naungan risalah
Islam. Rasulullah menyatakan dalam hadis, “tidak ada kelebihan bangsa Arab……”
Salah
satu strategi yang ditempuh Rasulullah adalah memfungsikan masjid sebagai
sarana tempat menyatukan hati umat. Seorang pengamat Sirojini Naidu mengatakan,
di masjid umat Islam belajar berdemokrasi.
Dalam
rangka penguatan basis sosial umat Islam, Rasulullah menetapkan kewajiban
menunaikan zakat sebagai rukun Islam. Dengan demikian, struktur masyarakat
Islam tidak hanya dipersatukan dengan tali ideologis, yakni keimanan atau
akidah Islamiyah, tapi juga tali kebajikan, dimana ada saling memberi dan
menerima di antara sesama muslim tanpa ada yang merasa lebih tinggi dan lebih
rendah dari yang lain.
Dalam
tempo kurang dari seperempat abad, Nabi Muhammad menghadirkan perubahan yang
fundamental dan komprehensif. Masyarakat jahiliyah berubah menjadi masyarakat
berperadaban. Masyarakat yang jumud kepada masyarakat menjadi masyarakat yang
menghargai akal dan ilmu pengetahuan. Masyarakat yang nyaman dengan perbudakan
menjadi masyarakat egaliter dan tanpa kelas (the classless
society).
Mohammad
Natsir dalam Capita Selecta Jilid 2 mengungkapkan, “Dengan zakat yang
teratur rapi, sumber kemelaratan dapat diangkat dengan akar-akarnya. Zakat
adalah salah satu senjata umat Islam untuk membangunkan tenaga kemakmuran
rakyat. Zakat membukakan pandangan hidup yang lebih segar. Zakat menyuburkan
rasa harga diri pribadi dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Zakat membina
dasar lahir dan dasar batin negara berkebajikan yang saudara idam-idamkan!”.
Prinsip
asasi solidaritas sosial dilukiskan dalam hadis Rasulullah yang menyatakan, “Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, saling menyantuni
adalah laksana satu tubuh, apabila satu bagian dari tubuh itu menderita sakit,
turut dirasakan oleh bagian tubuh yang lain.” (HR Muslim)
Masyarakat
tanpa kelas yang diciptakan Rasulullah di Jazirah Arabia waktu itu dan meluas
ke seluruh dunia tercermin dari sabda beliau yang menegaskan di dalam Islam
tidak ada “lembaga kependetaan”(laa
rahbaniyyun fil-Islam). Ajaran itulah antara lain yang membedakan
Islam dengan agama lain. Islam tidak mengenal dosa warisan. Dalam Islam tidak
ada yang namanya pengakuan dosa dan pengampunan melalui pemimpin agama. Setiap
muslim dan muslimah bebas berhubungan batin secara langsung dengan Tuhannya.
Untuk itu setiap pemeluk agama Islam fardu ain mempelajari agamanya.
Meskipun
Rasulullah adalah seorang Rasul yang dimuliakan Allah dan kepala negara yang
kedudukannya sangat dihormati, namun beliau tidak mau dikultuskan. Ketika seseorang
bersalaman hendak mencium tangannya, lekas beliau menarik tangannya dan
berkata, “Cara mencium tangan adalah sikap
orang-orang asing dalam menghormati raja-raja mereka.” Nabi melarang orang-orang berdiri
dengan maksud menghormati kedatangan beliau di suatu majlis.
Sepeninggal
Rasulullah umat Islam hidup dalam perspektif sejarah. Tugas dan kewajiban
muslim adalah melanjutkan risalah Rasulullah dengan dakwah islamiyah. Dakwah
diperlukan untuk kelestarian akidah Islam dan kehidupan umat manusia yang bermartabat.
Dakwah dalam arti yang luas adalah kewajiban bagi setiap muslim di mana pun
sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Dakwah
bukan hanya menjadi kewajiban umat Islam, baik secara individual maupun secara
kolektif/berorganisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan umat manusia.
Kemunduran dakwah adalah berarti kemunduran umat Islam, dan artinya kerugian
bagi dunia karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar