Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Sabtu, 19 April 2014

Membeli Sebuah Pengalaman Seharga Rp 12.000

Saya terpancing untuk keluar kandang malam ini. Awalnya saya hanya berniat untuk membeli makan. Tapi karena ini malam Minggu, saya tertarik untuk melangkahkan kaki lebih jauh untuk menikmati suasana malam kota Surabaya. Setelah cukup lelah berjalan kaki, saya memutuskan untuk menghampiri seorang penjual nasi pecel di pinggir jalan, tepatnya di depan RSUD Dr. Soetomo.
Sebenarnya saya sudah cukup mengerti bahwa di kawasan ini harga makanan relatif lebih tinggi dibanding daerah dekat kos saya. Tapi karena ingin merasakan sesuatu yang berbeda saya memilih untuk makan disini. Untuk mengantisipasi harga yang mahal, saya memilih lauk yang sederhana saja, sepotong atau selembar telur goreng. Minumnya teh hangat saja. Segera saya menyantap makanan ini karena memang perut sudah keroncongan.
Setelah selesai melahap sepiring nasi pecel yang ternyata tanpa rempeyek ini, saya segera meneguk habis segelas teh hangat. Merasa keadaan perut sudah stabil, saya bergegas mengambil dompet di saku. Anda tahu berapa harganya? Rp 12.000 !
Hanya dengan sepotng telur goreng, tanpa tahu, temped an rempeyek dan segelas teh hangat. Padahal di deket kos saya untuk sebungkus nasi pecel dengan lauk telur, tahu, tempe dan rempeyek harganya Rp 5.000. Atau yang lebih mahal mungkin Rp 7.000, itupun dengan rasa yang sedikit menggoyang lidah.
Sembari melempar senyum (kecut) saya menyodorkan selembar uang sepuluh ribuan dan dua ribuan. Saya bergegas pergi dengan beragam perasaan di dada. Apalagi jika membayangkan pembeli nasi pecel tersebut adalah orang yang menjaga keluarganya yang sedang di rawat di RS. Tentu akan banyak orang yang kecele karena tempat makan ini tak menampilkan kesan mewah sama sekali, dimana hanya ada sebuah meja dan bangku yang agak panjang dengan lampu petromak sebagai penerangan tak sebading dengan harga yang ditawarkan. Orang yang susah karena keluarganya sakit, kemudian karena lapar hendak membeli makan ternyata diberi harga yang semakin membuat susah.
Menurut saya, si penjual ini juga orang yang tidak mampu berfikir jauh ke depan. Dengan harga yang sedemikian rupa, saya sendiri tak akan kembali membeli makan disitu lagi. Dia hanya berfikir yang penting sekarang dapat untung sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan kelangsungan usahanya.
Inilah yang bisa menjadi pelajaran bagi para penjual makanan atau berbisnis yang berkaitan dengan jual beli. Jangan sampai kita menjual dengan harga yang tinggi untuk keuntungan besar dalam waktu sesaat tapi tak mampu mempertahankan usaha dalam jangka panjang. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, diantaranya nilai-nilai yang seringkali tak dapat diukur dengan materi. Seperti halnya empati kepada keluarga pasien RS, jika si penjual menyadari hal ini tentu tak akan memberi harga yang sedemikan rupa. Dan dalam jangka waktu yang panjang, entah sekarang atau nanti, kita akan menangguk untung yang lebih besar.
Inilah yang terngiang di kepala saya dalam perjalanan menuju kos-kosan. Awalnya saya sedikit tidak ikhlas dengan harga nasi pecel di atas. Tapi nasi sudah masuk ke dalam perut dan esok pagi sudah beruabah wujud. Malam ini, saya tak hanya membeli sepiring nasi pecel tapi ternyata saya telah membeli pengalaman agar kelak jika menjalankan bisnis lebih berhati-hati agar tak menyakiti orang lain dan saya yakin cara ini akan membuat bisnis akan lebih terjamin keberlangsungan hidupnya (going concern).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar