Teringat sebuah peristiwa belasan tahun silam, tepatnya awal tahun 2000an, ketika Bapak saya harus dicekal dari aktivitas dakwahnya. Beliau dilarang mengisi pengajian untuk para bapak, pengajian khusus kaum ibu sampai khotbah jumat pun ikut diberhentikan.
Di awal melenium kedua itu, beliau tidak sedang berhadapan dengan kader PKI, apalagi ikut jadi kader PKI. Juga, tidak sedang berhadapan dengan penguasa Orba, yang dulu [katantanya] selalu memata-matai para aktivis dakwah. Tapi, saat itu bapak sedang berhadapan dengan konco-konco seperjuangannya sejak awal tahun 1960. Merekalah yang akhirnya mencekal dahwah beliau.
Tidak tahu kenapa, aksi pengusiran dari masjid itu dilakukan. Pembekuan semua pengajian yang beliau adakan pun dilancarkan, padahal tidak ada isi pengajian yang keluar garis organisasi, apalagi agama.
Oh,,, ternyata mereka sedang menanyakan Kartu Tanda Anggota (KTA) organisasi itu. Yah, bapak mengakui itu. Bapak memang tidak pernah mendaftarkan diri sebagai anggota yang ber-KTA.
Sebagai pendakwah level kampung, yang bapak utamakan adalah dakwah nyata dengan memakmurkan masjid. Tidak lebih dari itu. Apalah arti kepemilikan KTA? Hanya itu yang ada di benak pikiran bapak.
Ketika sekarang saya dewasa, pesan bapak yang selalu ada di ingatan saya, “nang, kamu jangan lupa bikin KTA kalau mau berdakwah lewat organisasi itu.”
Pesan sederhana, tapi mempunyai arti mendalam jika melihat sejarah masa lalu.
Lelucon yang tidak lucu, bahkan terdengar bodoh. Ya, menyoal loyalitas hanya dari kepemilikan KTA dan hafal mars organisasi. Bodoh bukan?
Memandaikan masyarakat dengan mengenalkan kepada. mereka baca tulis Alquran, menuntun mereka bagaimana mengusap air ketika wudhu, mengajak mereka mengangkat tangan untuk takbiratul ihram. Semua itu bukan loyalitas sebelum adanya KTA di saku.
Kemudian, saya hanya tersenyum tipis di bibir yang sebenarnya hati saya sedang terbahak-bahak menertawakan kebodohan. Kebodohan siapa? Masih belum faham juga? Ya kebodohan orang yang menanyakan KTA.
Lantas, saya menangis. Menangisi kebodohan orang-orang yang hanya mementingkan nama tanpa tahu esensinya. Yang memandang loyalitas hanya dari KTA dan hafal mars organisasi.
Sudahlah, itu masa lalu. Yang jelas, KTA saya sedang dalam proses pembuatan. Saya mengamalkan nasihat bapak, “berdakwah itu butuh kendaraan.”
Pelajaran buat kita, bahwa seringkali orang sering mempermasalahkan simbol, sementara nilai yang sebenarnya diusung justru terlupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar