Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Sabtu, 26 April 2014

Perkembangan Budaya dari Kemampuan Kognitif

Berbagai tradisi budaya telah semakin menyempurnakan orientasi “realita” sehari-hari tadi suasana mistik dan dunia fantasi, mencapai mimpi dan menjelajahi mitos, kesurupan dan hiruk pikuk keagamaan. Upacara “mimpi” bangga Aborijin Australia, kerasukan roh di bali, voodoo di Haiti, halusinogen yang menimbulkan gambaran mengenai mesoamerika atau amazon, adalah ungkapan kemampuan manusia untuk mengalami keadaan keasadaran yang berubah-ubah tarafnya. Hal ini bisa menunjukkan perkembangan dan penilaian budaya dan berbagai kesanggupan mental untuk pemikiran mistik dan holistic yang tidak di kembangkan dan tidak dihargai dalam tradisi rasional barat. Sebagian besar merupakan ungkapan-ungkapan berbagai kemampuan yang berpusat dibalahan otak (untuknya sebelah kanan), sebagai pelengkapan dari belahan lain dimana kemampuan berbahasa dan berlogika analitik dipusatkan. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa orang aborijin Australia atau orang Indian Huikol berjalan sepanjang hari dalam kemanunggalannya dengan kosmos. Kalau mereka berburu, memasak, dan menggaruk pantat, mereka serasional dan sepragmatik manusia lainnya di mana saja pada masa apa pun juga.
Perkembangan budaya khusus dari kemampuan mental juga muncul pada bidang pemikiran lain. Sejak membanjirnya bahan bacaan, manusia mengalami pemiskinan dalam kesanggupan daya ingatnya, yang bagi para nenek moyangnya merupakan hal yang sangat biasa. Keterampilan khusus berupa persepsi visual, pencarian petunjuk, pemecahan masalah, atau navigasi dapat diajarkan melalui latihan dan pengalaman, dan secara budaya diperkokoh. Dengan demikian para pelaut mikronesia yang berlayar berlayar dengna berpedoman rasibintang dan air pasang, atau penghuni rimba afrika atau aboringin Australia dalam berburu atau orangpolinesi dalam mengingat silsilah yang sangat panjang, semuanya menggunakan keterampilan yang telah diasah dalam berbagai tradisi budaya tertentu.
Pelbagai keterampilan tadi dimiliki oleh setiap orang dalam taraf yang sama setiap masyarakat mempunyai orang ahli dan orang awam, dalam setiap jenis keterampilan. Perbedaan gaya kognitif diantara berbagai budaya telah dikaji pada tahun belekangan walaupun seperti halnya tes kepribadian, kesulitan-kesulitan hubungan dan prasangka budaya pada instrusmen tes menyulitkan penafsiran penemuan (Cole dan Scribner 1974).
Sampai sejauh ini, setelah melihat budaya sebagai system pengetahuan, sebagi model internal realita, kita perlu menyeimbangkan pernekanan pada kognisi ini dengan melihat sisi lain kepribadian pada segi emosi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar