Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Jumat, 18 April 2014

Masalah Barcelona: “Neymar”

Sudah bukan rahasia lagi. Sejak kehadiran Neymar di Camp Nou awal musim ini, sejuta harapan besar dibebankan di pundaknya. Bukan tanpa sebab ekspektasi yang terkesan berlebihan itu dikalungi di dada Neymar. Oleh sebagian besar publik sepak bola dunia, Neymar adalah talenta nomor wahid yang bisa menyamai, bahkan melebihi seniornya yang berprofil tinggi, Lionel Messi. Digadang-gadang sebagai penerus kebintangan Messi, kehadiran pemain bernama lengkap Neymar Dos Santos Junior ini diyakini mampu menggeser Messi sebagai tokoh ikonik di klub Catalan tersebut pada tahun-tahun mendatang. Johan Cruyff, Diego Maradona, Romario, Rivaldo, Ronaldinho hingga Messi adalah sederet nama yang sudah membuat cerita indah di buku sejarah Barca. Neymar pun dituntut untuk bisa meneruskan cerita indah tersebut.
Namun apa yang terjadi selanjutnya? Di penghujung musim kompetisi 2013/2014, ekspektasi akan Neymar Effects malah berubah menjadi Neymargate. Barcelona, ibarat sebuah mobil yang siap melaju kencang dari start nol kilometer hingga 100 km per jam dan berakhir manis di garis finish, malah bermasalah dengan mesinnya sendiri. Neymar, yang saya personifikasikan sebagai sebuah mesin yang menambah kekuatan mesin yang sudah ada, malah ngadat, tersendat-sendat, sehingga kerap telat menuju garis finish.
Gambaran seperti itu, pantas kita sematkan pada diri Neymar. Saya bukan meng-kambinghitam-kan Neymar atas kegagalan Barca di dua panggung berbeda, Liga Champion dan Copa del Rey. Kegagalan tersebut tetap menjadi tanggung jawab kolektif seluruh personil Barca, baik itu pemain, jajaran pelatih dan official tim. Tidak elok memang menyalahkan, tapi menilai, sekaligus mengkritisi kinerja pemain sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang fans. Mengkritisi adalah sebuah upaya membangun spirit pemain agar ke depan tidak lagi terjadi yang namanya mesin ngadat, laju tersendat dan prestasi menurun.
Coba kita lihat di awal musim. Neymar sudah menjadi bahan perbincangan dunia akibat keputusannya pindah ke Barca di usia yang terbilang masih muda. Tentu tidak ada yang salah dengan itu. Namun, yang menjadi tanda tanya besar adalah proses transfer Neymar yang “meledak” di saat mesin Barca melaju kencang. Ironisnya, yang membakar sumbu transfer itu adalah Jordi Cases, yang notabene adalah anggota klub Barcelona sendiri. Akibat kasus ini, Presiden Sandro Rosell mundur dari jabatannya. Kasus ini sudah clear, dan Barca tidak bersalah. Namun, mustahil kasus ini tidak memengaruhi mental pemain. Barca pun mulai goyah di tabel klasemen. Hingga Jornada ke-33, Barca masih setia di posisi ketiga.
Nah, itu faktor non teknis. Bagaimana performa Neymar sendiri di atas lapangan? Hal ini juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Jujur saya akui, Neymar punya segalanya untuk menjadi pesepak bola besar. Tidak ada yang meragukan kualitas teknik individunya. Sungguh luar biasa. Tetapi, bermain di Barcelona bersama bintang-bintang kelas satu lainnya, tentu bukan perkara mudah. Neymar dituntut bisa beradaptasi dengan cepat dan bisa menyatu dengan gaya permainan Barca yang mengandalkan kerja sama tim dan sentuhan bola dari kaki ke kaki. (baca: tiki-taka). Nah, Tata belum mampu mengeksplorasi daya magis Neymar. Posisi asli Neymar sebenarnya adalah penyerang tengah, bukan penyerang sayap. Namun, posisi itu sudah ada pemiliknya. Siapa lagi kalau bukan Si False Nine, Messi.
Banyak yang berharap, kehadiran Neymar mampu menambah daya dobrak serta menambah kreativitas Barca di sisi penyerangan. Oleh karenya, posisi false nineyang ditempati Messi harus dirubah menjadi true nine dengan Neymar diplot di posisi itu. Sementara Messi dibiarkan bebas berkreasi, berimprovisasi dan berakselerasi bersama Iniesta, Pedro, Alexis dan Xavi, guna menambah insting “membunuh” Neymar di kotak penalti. Namun, apa yang terjadi? Neymar tetap di sayap bersama Pedro atau Alexis.
Hasilnya, Neymar lebih banyak ber-teatrikal di sisi lapangan, tidak tenang menyelesaikan peluang, terlalu individualistis, kerap terjatuh, hilang keseimbangan dan terkesan masih demam panggung bermain bareng Messi dan duo Xaviesta. Musim depan, Neymar diharapkan semakin dewasa dan mampu menjawab suara-suara sumbang dan kritis dari para peragu, khususnya dari saya sendiri. Ketika saya mengatakan bahwa masalah Barca musim ini adalah Neymar, itu berarti saya, bersama fans Barca lainnya, menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi dari Neymar di musim mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar