Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Jumat, 11 April 2014

Jadi Sarjana, Jangan Kita Bangga Dulu

Tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan atau menyepelekan seorang sarjana, tapi hanya sekedar bahan renungan khususnya bagi mereka yang baru saja lulus sarjana, bahwa kesarjanaan itu sesungguhnya hanyalah sebagai basic awal dalam kita mengarungi dunia kerja, pemanfaatan atau penggunaan ilmu teory yang kita dapatkan semasa kuliah itu mungkin hanya 20% saja yang bisa kita gunakan dalam praktek dilapangan, selebihnya kita hanya mengikuti alur aturan mekanisme kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan, kecuali untuk pekerjaan dosen tentunya prosentase pemanfaatan ilmu teory itu akan lebih besar, bahkan mungkin bisa mencapai 100%.
Mereka yang jadi sarjana dengan basis ilmu eksakta (IPA) seperti misalnya Insinyur, dokter dan lainnya, cenderung mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam mendapatkan suatu pekerjaan tertentu, dibandingkan mereka yang mendapatkan sarjana dengan latar pendidikan sosial (IPS). Bagi suatu perusahaan BUMN misalnya, pada dasarnya akan merasa lebih senang merekrut mereka yang sarjana dengan latar belakang IPA ini, itulah sebabnya seorang Analis Kredit pada suatu Bank misalnya bukan berasal dari Sarjana Ekonomi tapi justru mereka para insinyur atau dokter tersebut, hal ini karena jika mereka kelak dididik kembali dalam suatu pengenalan job pekerjaan, maka mereka dianggap lebih mudah menerimanya, moving history otak dari eksakta ke pembukuan dan keuangan (ekonomi) akan lebih mudah terserap dan tidak ada kendala.
Hakekatnya kita bekerja itu tak ubahnya seperti robot atau seperti wayang kulit, tergantung yang pegang data entry atau dalang yang memainkan lakonnya, semua gerak gerik sudah diatur melalui Buku Pedoman Perusahaan (Juklak Kerja) atau pakem bagi ilmu pewayangan, kita tidak bisa keluar dari petunjuk tersebut, itulah makanya sepintar apapun kita sebagai sarjana tetap saja teory-teory yang dipunyai di waktu kuliah dulu itu menjadi mentah tidak terpakai. Itulah kenapa dikatakan kita jangan bangga dulu kalau jadi sarjana, karena dalam dunia pekerjaan keahlian itu muncul dari pengalaman dan penguasaan Juklak Kerja atau Buku Pedoman Perusahaan, berhasil atau tidaknya kita dalam mengejar ambisi pangkat atau kedudukan yang lebih tinggi dalam perusahaan itu, akan ditentukan oleh seleksi alam, dimana para atasan kita yang akan menilai performance kerja kita, termasuk rewards dan punishment yang pernah kita dapatkan.
Memang sarjana itu perlu, tanpa basic sarjana ini kita mungkin akan sulit mendapatkan suatu pekerjaan, dilain pihak punya titel sarjana juga bukan hal yang patut kita bangga-banggakan, di zaman sekarang ini sarjana itu tidak lebih nilainya dari tamatan SMA atau Sarjana Muda pada awal tahun 1980an, karena dekade saat ini untuk meningkatkan kompetensi kita dalam persaingan dunia kerja maka minimal kita harus punya ijazah Strata Dua (S2) atau MM / MBA yang nilainya mungkin sama dengan sarjana pada awal tahun 1980an dulu, bahkan akan lebih kompetitif lagi kalau kita punya ijazah Strata Tiga (S3) atau Doktor, jenjang menuju kesitu semakin terbuka karena hampir semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sudah mempunyai program pendidikan untuk Strata Dua dan Strata Tiga tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar