Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Minggu, 11 Mei 2014

Pengaruh Sistem Religi terhadap Kebudayaan

Kebudayaan lahir tidak hanya serta merta, namun adanya berbagai tahapan. Salah satu tahapan tersebut adalah dari sistem religi. Hal ini terjadi disebabkan bahwa sistem religi menjadi salah satu unsur kebudayaan yang tampak paling lahir (Koentjaraningrat, 1990:375). Sistem religi mengalami perkembangan seiring adanya perkembangan pengetahuan. Pada zaman dahulu, kepercayaan terhadap hal-hal yang ghaib disebabkan pengetahuan manusia yang sangat terbatas. Pengetahuan yang masih terbatas ini menyebabkan penjelasan terhadap hal-hal disekitar bahkan hal-hal dianggap ghaib sebagai kebenaran dan diyakini oleh manusia pada zaman itu. Dalam Koentjaradiningrat (1990:376) menyatakan dalam usaha untuk memecahkan asal-mula religi, para ahli biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentuk-bentuk religi yang kuno, yang dianut oleh seluruh umat manusia dalam zaman dahulu, juga oleh orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif.
Dalam suatu sistem religi, hal yang penting meliputi sistem ini adalah emosi keagamaan, yakni suatu getaran jiwa yang mencakup di dalam aktivitas manusia. Karena adanya suatu getaran jiwa inilah yang mendorong adanya aktivitas yang bersifat religi. Bersifat religi ini yakni berasal dari hati nurani yang dipacu oleh replitian brain. Selain emosi keagamaan, terbentuknya sistem religi juga dipengaruhi oleh unsur penting seperti sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan dan suatu umat yang menganut religi itu. Kekuatan sistem religi tersebut dapat dinilai dari ketiga unsur penting tersebut. Kekuatan disini adalah ukuran besarnya pengaruh sistem religi didalam mempengaruhi kehidupan manusia, khususnya kebudayaan manusia.
Dalam sistem keyakinan yang membantu untuk membangun sistem religi yang kuat dalam suatu kebudayaan, pengembangannya pada zaman dahulu melihat konsepsi dewa-dewa yang tertinggi; terciptanya alam semesta dan konsep hidup dan mati yang menggali keyakinan sedalam-dalamnya hingga konsep dunia roh dan dunia akhirat. Dengan konsep-konsep inilah, sistem keyakinan makin diperkuat dan mendorong emosi keagamaan muncul dalam setiap aktivitas manusia dan pada akhirnya, sistem religi menjadi kokoh karena getaran jiwa pada manusia membuat mereka beraktivitas yang bersifat religi. Disamping itu, ketika keyakinan terbentuk maka, dorongan-dorongan melakukan upacara keagamaan karena biasanya upacara keagamaan mengandung suatu rangkaian yang terdiri aspek-aspek seperti berikut : dalam Koentjaradiningrat (1990:378) yakni aspek pertama yang berhubungan dengan tempat-tempat keramat dimana upacara dilakukan, yaitu makan, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya. Aspek kedua, aspek mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan sebagainya. Kemudian, aspek ketiga, mengenai benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian seperti lonceng,seruling suci, genderang suci, dan sebagainya. Pada aspek keempat, aspek mengenai para pelaku upacara keagamaan, seperti para pendeta biksu, syaman, dukun dan lain-lain. Dalam pernyataan ini, upacara keagamaan dianggap kegiatan sakral untuk memenuhi sistem keyakinan melalui aspek-aspek tersebut. Jika hal ini mempengaruhi bukan sekedar satu orang saja melainkan, banyak orang menjadikan sistem religi bertahan didalam kehidupan manusia.
Dari uraian diatas, tampak juga bahwa sistem religi memiliki kecenderungan yang sama terhadap ilmu ghaib. Akan tetapi, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Seperti yang telah dijelaskan bahwa sistem religi adalah suatu rangkaian menimbulkan getaran hati yang disebut emosi keagamaan dalam melakukan aktivitas manusia sehingga, sikap-sikap manusia menyadari adanya pedoman kehidupan yang hakiki. Adanya dzat yang maha tinggi diluar batas kemampuan manusia. Hal ini mengakibatkan terdorongnya manusia untuk melakukan kebaikan dengan meyakini konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya (salah satunya konsepsi hidup dan mati). Sedangkan ilmu ghaib lebih cenderung meyakini hal-hal yang diluar kemampuan batas manusia sebagai elemen yang dapat memenuhi keinginan atau mencapai suatu maksud dari manusia sehingga, nilai keikhlasan melakukan hal tersebut bersifat fiktif. Meski unsur-unsur ritualnya hampir menyerupai namun, keyakinan yang terbentuk itulah yang menjadi tolak ukur perbedaan diantara keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar