Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Selasa, 13 Mei 2014

Memilih Calon Koruptor

Esesnsi dari DEMOKRASI itu sejatinya adalah kekuasaan berada ditangan rakyat. Berarti seluruh pemimpin dan pejabat negara itu harus tunduk dengan apa yang di katakan oleh rakyat. Tapi tentu saja ada aturan-aturan dalam hal ketundukanya. Tidak serta merta rakyat bisa menyuruh atau menyuarakan kehendaknya dengan seenaknya. Dalam hal  ber demokrasi, rakyat memiliki wakil-wakilnya yang duduk di parlemen dan mereka-mereka itu dipilih langsung oleh rakyat. Wakil rakyat adalah pilihan rakyat, dan harus menyuarakan suara rakyat. Namun demikian apakah para wakil rakyat itu benar-benar menjadi wakil nya rakyat atau hanya sekedar mengaku-ngaku wakil rakyat. Tentu saja secara konstitusi sudah diatur dan mereka-mereka yang duduk di kursi wakil rakyat adalah pilihan rakyat yang mendapat suara rakyat pada saat pemilihan umum.
Pesta demokrasi untuk memilih para wakil rakyat memang menjadi sebuah tradisi rutin lima tahunan. Dimana ribuan calon yang mengaku sebagai layak untuk dipilih rakyat menjadi wakilnya. Mereka berlomba-lomba . dengan berbagai cara untuk menarik simpati rakyat. Mulai dari memperkenalkan diri dengan memasang foto-foto mereka dengan ekspresi seramah mungkin di segala penjuru, sampai dengan mengobral janji-janji yang belum tentu mereka sendiri mampu untuk melaksanakan janji itu. Bahkan nuasa yang dilarang oleh panitia pemilihan umum yaitu politik uang pun tidak sedikit yang malakukanya.
Politik uang memang sangat kental terjadi di negri ini, bahkan ada harga yang ditawarkan oleh pihak-pihak tertentu jika ingin duduk di kursi wakil rakyat. Banyak model dan modus politik uang, mulai dari pembagian uang menjelang pencoblosan suara, membagi-bagikan sembakau saat kampanye, bahkan kegiatan kampanye yang berkedok sosial pun banyak terjadi contohnya pelayanan mobil ambulance gratis dimana di body mobil tersebut terpampang nama dan foto calon wakil rakyat yang sedang berkampanye. Kemudian layanan kesehatan gratis dimana para petugas kesehatan nya memakai atribut dari partai tertentu. Apakah yang seperti itu disebut sebagai pelayanan sosial..? ketika berbicara palayanan sosial tentunya pelayanan tanpa syarat dan pamrih, meskipun tidak tersurat mereka mengharuskan untuk memilih para calon yang sedang berkampanya, namun tentu saja mereka berharap agar dapat dipilih. Dan  kondisi terparah adalah ketika mereka sengaja berkordinasi secara terstruktur untuk membagi-bagikan uang di wilayah daerah pemilihan mereka sehingga suara rakyat terbeli.
Rakyat negri ini sudah cerdas” itulah yang sering digembar-gemborkan para politisi seolah mengesampingan kondisi sebenarnya yang terjadi dinegri ini. Apakah benar rakyat negri ini sudah cerdas..? rakyat yang mana..? mungkin saja benar rakyat sudah cerdas…tapi apakah mereka cerdas secara politik..?
Sebagian besar rakyat negri ini berada di wilayah pedesaan, bahkan hidup dalam kemiskinan. Mereka tidak perduli siapa calon wakil mereka bahkan mayoritas tidak mengenalnya, bagi mereka yang penting hari ini mereka bisa beli beras, dan mereka inilah yang menjadi sasaran empuk para politisi yang hendak mencalonkan menjadi wakil rakyat. Dengan imbalan 25rb sampai 100rb, mereka mudah untuk dirayu agar memilih wakil rakyat tertentu. Apakah ini yang disebut bahwa “ Rakyat negri ini sudah cerdas”. Apakah juga himbauan para politisi agar jika ada para calon wakil rakyat yang memberikan uang, maka terima saja uangnya tapi jangan pilih orang nya, apakah himbauan itu juga cerdas…?. Tentu saja tidak. Jika mau disebut cerdas, maka jangan terima uang itu dan jangan pilih kualitas orang semacam itu.
Ketika seorang calon wakil rakyat dengan sengaja membagi-bagiakan uang atau sembakau atau apapun kepada rakyat dengan harapan agar rakyat memilihnya, maka itu sudah disebut sebagai politik transaksional dan orang yang membagikanya disebut caleg transaksional. Khusus bagi rakyat yang menerima uang atau sembakau dari mereka disebut juga korban politik transaksional. Perkara apakah mereka nanti akan memilih calon wakil rakyat tersebut atau tidak, Karena ketika rakyat sudah menerima uang dari mereka, maka rakyat sudah mengikatkan diri dalam politik transaksional tersebut dan rakyat harus ikut bertanggungjawab manakala para caleg transaksional tersebut terpilih.
Transaksional itu ibarat bisnis, orientasinya adalah keuntungan. Jadi ketika para pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih karena politik transaksional maka apapun caranya akan digunakan untuk mendapatkan keuntungan, apalagi modal politik dinegri ini sangatlah besar sehingga ketika mereka terpilih maka yang akan dilakukanya pertama kali adalah mencari titik balik modal, asalanya darimana…? Tentu saja uang Negara. Setelah balik modal tercapai, maka peluang selanjutnya adalah untuk mencari untung dari kekuasaan dan jabatnnya.
Pendidikan berpolitik bagi rakyat negri ini begitu minim. Harusnya pemerintah dan partai politik berupaya memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, mereka sengaja membodohkan rakyat dengan prilaku mereka karena rakyat adalah lahan empuk untuk dijadikan KORBAN POLITIK demi meraih suara, bahkan mereka menumbuhkan rasa antipasti terhadap politik sehingga banyak rakyat yang sudah tidak perduli lagi dengan politik dan tidak mau terlibat dalam pemilihan umum alias GOLPUT. Padahal yang perlu diketahui oleh rakyat adalah masa depan kepemimpinan negri ini berada ditangan partai politik, karena hanya parta politik yang berhak mencalonkan diri menjadi wakil rakyat dan juga presiden.
Peran rakyat adalah sangat besar dalam menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin-pemimpin dinegri ini. Ketika suara rakyat telah terbeli melalui transaksi-transaksi politik uang, maka rakyat harus instrospeksi diri manakala wakilnya atau pemimpin yang dipilihnya melalui politik uang terjerat kasus korupsi. Sadar atau tidak sadar rakyat ikut serta dalam proses yang mengakibatkan wakil atau pemimpinya terjerat sebuat kasus korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus korupsi, artinya rakyat juga harus bertanggungjawab secara moral atas kasus yang menimpa mereka. Karena tidak menutup kemungkinan mereka-mereka yang terjerat kasus korupsi adalah mereka yang saat pemilihan kepala daerah membeli suara rakyat sehingga biaya pembelian suara yang begitu besar mengharuskanya untuk mencari ganti rugi modal dengan jalan yang tentu saja melanggar Undang-undang karena korupsi uang pajak rakyat.
Rakyat harus cerdas secara politik sehingga tidak menjadi korban politik yang hanya di manfaatkan oleh politisi. Mereka akan mengganggap rakyat yang menjadi korban politik itu begitu hina karena dengan mudahnya di bodohi oleh mereka. Sedangkan tanggungjawab moral rakyat yang tidak cerdas tidak mau cerdas secara politik adalah bayang-bayang ketika pilihan mereka adalah salah karena mereka sedang memilih para calon koruptor yang akan memakan uang pajak yang dibayarkan oleh rakyat.
Jadi rakyat jangan hanya bisa menghujat para koruptor, karena sadar atau tidak, ada keterlibatan rakyat dalam proses pemilihan para koruptor itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar