Kasus Suap, Korupsi dan Kolusi di SKK Migas masih saja bergulir tanpa henti. Selain petinggi SKK Migas yang telah di vonis, salah satu anggota dewan juga dijadikan tersangka sebagai penerima gratifikasi. Setelah ini adakah “pemain” lainnya juga akan terjerat?
Melihat ke belakang, perjalanan SKK Migas telah mengalami perubahan bentuk beberapa kali. Awalnya merupakan BP Migas yang dibentuk dengan PP No 42/2002, yang tugasnya membina dan mengawasi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia. Badan ini dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
BP Migas menjadi Satuan Kerja (satker) Sementara Kegiatan Hulu Migas yang dibentuk dengan Peraturan Presiden No 95 tahun 2012 sebagai langkah untuk mengisi kekosongan hukum pasca putusan MK. Satuan Kerja Sementara kemudian berubah menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan Perpres No. 9 Tahun 2013. Sebenarnya, bentuk apapun yang dipilih dalam pengelolaan migas bukan merupakan masalah. Yang terpenting fungsi pengawasan dapat dilakukan secara baik dan tidak ada fraud dan misconduct dalam pengelolaannya.
Dalam pengelolaan migas, negara perlu mempunyai peran sesuai porsinya. DPR sebagai representasi rakyat mempunyai fungsi pengawasan budget karena terkait hajat hidup orang banyak. Auditor negara memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Kementerian ESDM sebagai pembina teknis karena ahli dalam bidang operasional teknis migas. Kementerian Lingkungan Hidup terkait ekosistem lingkungan. Kementerian Keuangan mempunyai keahlian dalam perencanaan penerimaan negara dan terkait pengelolaan aset negara. Bila ini bersinergi dengan baik dan dilakukan secara profesional maka pengelolaan migas akan makin optimal.
Celah Kolusi
Dalam mengukur Indeks Persepsi Korupsi indikatornya antara lain dilihat dari sudut pelayanan publik dan pengadaan barang dan jasa. Salah satu celah penyebab kolusi pengelolaan migas yakni dalam pelaksanaan tender konsesi. Untuk itu dalam pelaksanaan tender harus ada sistem yang baik. Berjalannya mekanisme dengan baik dapat meningkatkan ketaatan pengelolanya terhadap norma dan standar yang telah dibuat. Salah satunya melalui online bidding.
Industri migas merupakan bisnis yang memiliki resiko tinggi untuk itu tata kelolanya harus transparan. Perlu perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan tender konsesi, sehingga penawaran yang dilakukan kontraktor mencapai the best bidderakan memberikan keuntungan bagi penerimaan negara. Online bidding akan membatasi interaksi peserta dalam penawaran lelang. Publik idealnya juga diberi ruang untuk mengawasi (public surveillance) setiap proses tender.
Sistem yang baik setidaknya dapat meminimalisir terjadinya kolusi. Adanya early warning system dapat mendeteksi jika akan terjadi penyimpangan. Sehingga tidak ada lagi suap, kolusi dan korupsi dalam proses pemenangan tender konsesi.
Tanpa kontrol dan sanksi tegas, kekuasaan mempunyai kecenderungan kearah penyimpangan. Kita semua menyadari sejak era reformasi maupun masa sebelumnya, kehadiran korupsi merupakan kendala yang sangat besar bagi pembangunan. Untuk itu diperlukan kemampuan mawas diri (self critism) bagi para pengelolanya. Korupsi tidak terkait dengan struktur kelembagaan tetapi lebih pada integritas. Jadi apa yang salah di SKK Migas? Ini karena ada “celah” dan dimensi manusia yang menjadi biangnya!
Ketika peraturan dan sistem telah terbentuk dengan baik tapi masih ada kolusi dan korupsi maka ini sama saja dengan merampas hak Negara. Bagi pelakunya, sanksi sosial dan hukuman yang berat layak diterapkan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar