Salah
satu variabel penting yang diperlukan untuk menjamin keadilan dalam pertumbuhan
ekonomi sebuah negara adalah adanya keseimbangan distribusi pendapatan dan
kekayaan. Menurut ekonom syariah Malaysia, Prof Aslam Haneef, dalam perspektif
makroekonomi syariah, konsep distribusi ini dapat ditinjau dari tiga aspek.
Analisa terhadap ketiga aspek distribusi ini dapat dijadikan sebagai landasan
untuk menjustifikasi apakah pembangunan ekonomi sebuah negara akan melahirkan
pemerataan dan keadilan, atau sebaliknya, justru akan melahirkan kesenjangan
yang semakin melebar antara kelompok kaya dengan kelompok miskin.
Pertama
adalah pre-production distribution,
yaitu distribusi pra-produksi. Dalam hal ini, indikator makro yang digunakan
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika sebuah negara
memiliki struktur APBN yang pro-poor,
dimana alokasi anggaran untuk pemberdayaan kelompok miskin sangat signifikan,
maka arah kebijakan pembangunan negara tersebut dipastikan berada pada jalur
yang benar. Sebaliknya, struktur APBN yang tidak berpihak pada kelompok dhuafa
merupakan sinyal kuat akan munculnya pertumbuhan ekonomi yang tidak berkeadilan,
apalagi untuk negara yang sangat mengandalkan pengeluaran pemerintah dalam
menstimulasi economic growth.
Kedua, post-production distribution,
yaitu distribusi pasca-produksi, dimana ia terkait dengan reward yang diterima oleh masing-masing
faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal, berdasarkan keterlibatan
mereka dalam proses produksi, baik melalui mekanisme pasar maupun melalui
intervensi pemerintah. Salah satu contoh indikator makro yang dapat digunakan
adalah kebijakan upah minimum regional (UMR), yang memberi dampak langsung
terhadap kesejahteraan kelompok buruh. Kebijakan UMR yang didasarkan atas
pertimbangan keadilan dan kemaslahatan publik akan menciptakan pemerataan dalam
pembangunan ekonomi nasional.
Sementara
yang ketiga adalah redistribution (redistribusi ekonomi), yang terdiri
dari tiga instrumen, yaitu: instrumen positif (zakat), instrumen
sukarela (infak/sedekah dan wakaf), dan instrumen terlarang (larangan
riba/bunga dan penimbunan/spekulasi).
Dua
instrumen pertama akan menjamin terciptanya aliran kekayaan dan pendapatan dari
kelompok kaya kepada kelompok miskin, sedangkan instrumen ketiga akan mencegah
terkonsentrasikannya kekayaan di tangan segelintir kelompok.
Oleh
karena itu, mendorong pembangunan zakat,
infak dan sedekah (ZIS) pada hakekatnya merupakan upaya kita untuk
meredistribusikan kembali aset dan kekayaan, agar pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di negeri ini betul-betul dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Selain itu, pembangunan ZIS ini juga merupakan upaya untuk
mengkoreksi persoalan-persoalan ketidakadilan yang mungkin muncul pada fase
distribusi pra dan pasca produksi. Melalui
gerakan penyadaran zakat infak dan sedekah yang kontinyu, insya
Allah kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dan negara akan semakin meningkat
dari waktu ke waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar