Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 mencapai 5,8 persen. Untuk tahun 2014 BI menurunkan perkirakaan pertumbuhan dari kisaran 5,8 persen - 6,2 persen menjadi 5,5 persen - 5,9 persen. Jika diambil titik tengahnya, berarti prediksi pertumbuhan versi BI diturunkan dari 6,0 persen menjadi 5,7 persen. Berarti, prediksi pertumbuhan versi BI untuk tahun 2014 sebesar 5,7 persen lebih rendah ketimbang realisasi pertumbuhan tahun 2013 sebesar 5,8 persen. Dengan kata lain, BI menyakini pertumbuhan ekonomi 2014 bakal lebih lambat ketimbang tahun 2013.
BI: “Hasil evaluasi Bank Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi dunia masih berlanjut, namun dengan akselerasi yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya.”
Muncul pertanyaan: pulih dari apa? Pulih dari resesi? Dari krisis 2008? Perkiraan IMF terbaru (Januari 2014) menunjukkan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2014 sebesar 3,7 persen, lebih tinggi ketimbang perkiraan Oktober 2013 sebesar 3,6 persen. Walaupun hanya 3,6 persen, berarti jauh lebih baik ketimbang pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 3,0 persen.
BI juga tampaknya tidak memperhitugkan dinamika regional yang berpotensi banyak menguntungkam Indonesia. Kemelut politik berkepanjangan di Thailand telah mendorong sejumlah industri pindah ke Indonesia. Toyota sudah memperbanyak jenis mobil yang diproduksi di Indonesia yang sebelumnya diproduksi di Thailand, seperti Vios, Limo, Fortuner, dan Yaris. Ditambah dengan peningkatan investasi di industri otomatif lainnya, termasuk industri komponen, membuat impor kendaraan bermotor dan komponennya turun cukup tajam, dari 9,8 miliar dollar AS tahun 2012 menjadi 7,9 miliar dollar AS tahun 2013. Kecenderungan ini diharapkan bakal berlanjut tahun 2014.
Baru kali ini impor kendaraan bermotor dan komponennya turun tatkala penjualan mobil terus naik. Di masa lalu, kenaikan penjualan mobil selalu membuat impor kendaraan bermotor dan komponennya juga naik secara proporsional. Demikian juga sebaliknya, impor kendaraan bermotor dan komponennya baru turun kalau penjualan mobil juga turun.
Kisruh politik di Thailand juga telah berdampak pada peningkatan tajam jumlah turis asing ke Indonesia. Pada Januari 2014 jumlah turis asing ke Indonesia naik 23 persen dibandingkan Januari 2013, peningkatan paling tinggi selama ini. Pada tahun 2013 peningkatan juga cukup tinggi sebesar 9,4 persen, jauh lebih tinggi dari tahun 2012 yang hanya 5,2 persen.
Walaupun tahun pemilu, jumlah turis asing sangat boleh jadi tetap meningkat, bahkan berpeluang meningkat lebih lebh tinggi dibandingkan tahun 2013, bisa dua digit. Selama tiga pemilu pasca reformasi, jumlah turis pada tahun pemilu selalu lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya. Perkiraan konservatif saya, jumlah turis asing tahun ini sekitar 9,5 juta, naik dari 8,8 juta tahun 20133. Kalau menggunakan perkiraan optimistik, jumlah turis tahun ini bisa mencapai 9,8 juta. Angka itu sebetulnya sangat rendah dibandingkan jumlah turis ke Malaysia, Thailand, dan Singapura.
BI memaparkan hampir semua indikator makroekonomi utama menunjukkan perbaikan dengan prospek yang lebih baik. Berikut pernyataan BI yang bernada optimistik:
1. BI menyatakan fundamental ekonomi semakin sehat yang kemudian mendorong kinerja sektor eksternal (hal. 2)
2. “Stabilitas sistem keuangan terjaga ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan perbaikan kinerja pasar keuangan.” (hal. 2)
3. “Perbaikan ekonomi global, khususnya di negara-negara maju, mendorong terjadinya peningkatan volume perdagangan internasional. …. Dengan perkembangan itu, Bank Indonesia memperkirakan harga komoditas ekspor Indonesia akan tetap membaik pada tahun 2014 meskipun tidak setinggi perkiraan semula.”
4. “Berbagai indikator dini dan indikator penuntun sampai Februari 2014 mengindikasikan akselerasi pertumbuhan ekonomi masih berlanjut pada triwulan I 2014, meskipun lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia sebelumnya.” (hal. 3)
5. “Akselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 didorong oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang meningkat sejalan dengan peningkatan belanja Pemilu.” (hal. 4)
6. “Peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 juga dipengaruhi oleh keyakinan konsumen yang tetap kuat. … Beberapa indikator terkini mendukung prakiraan meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014.” (hal.4)
7. “Ekspor pada triwulan I 2014 diprakirakan tumbuh terbatas dipengaruhi penurunan beberapa ekspor komoditas nonmigas utama.” Ekspor mineral melambat, juga produk pertanian. Namun, produk manufaktur menunjukkan peningkatan. (hal. 4-5)
8. Di satu sisi, BI memperkirakan pertumbuhan investasi akan melambat, namun “aliran masuk dana asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio masih berlanjut.” (hal. 7). Lalu, BI menguatkan: “Perbaikan persepsi risiko investor global terhadap Indonesia….” (hal. 9) Bisa jadi, oleh karena itu, pertumbuhan investasi bakal lebih tinggi tahun ini dibandingkan tahun lalu.
9. “Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan neraca perdagangan kembali mencatat surplus.” (hal.7)
10. “Inflasi Februari 2014 berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%.” (hal. 9)
Dengan serangkaian indikator makroekonomi yang menurut BI cenderung membaik atau menguat, menjadi aneh justru BI menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2014 dari 6,0 persen menjadi 5,7 persen. Ataukah BI hendak lebih proaktif untuk sengaja menekan pertumbuhan ekonomi agar defisit akun lancar (current account) bisa dikendalikan? Janganlah pertumbuhan ekonomi dijadikan kambing hitam, sebagaimana dikatakan mantan Gubernur BI Darmin Nasution. Jika pemilu berlangsung lancar sebagaimana tiga pemilu sebelumnya dan menghasilkan pemimpin yang diidamkan rakyat, sangat boleh jadi perkiraan BI akan meleset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar