Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Selasa, 25 Maret 2014

Ramadhan dan Fakir Miskin

Suatu hal yang perlu kita sadari dewasa ini jurang yang memisahkan antara dunia kaya dan dunia miskin belum dapat dijembatani sebagaimana diharapkan. Semua agama dan ajaran moral memberi penekanan  supaya kemiskinan dikurangi bahkan dihapuskan sehingga setiap manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat dapat hidup secara layak.
Dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana termaktub dalam Al Quran, tiap-tiap perintah untuk berbuat ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah SWT, selalu dibarengi dengan perintah untuk berbuat amal shaleh. Pengertian amal shaleh ialah amal perbuatan yang berdimensi sosial dan berguna untuk kepentingan umat manusia.
Allah memperingatkan dalam QS Al-Ma’un [107]: 1-7 bahwa orang-orang yang melakukan shalat tetapi lalai akan makna dan hikmah shalat itu, bahkan suka pamer dan tidak menolong orang lain dengan perbuatan-perbuatan yang berguna, yang demikian dinamakan mendustakan agama dan akan ditimpa melapetaka. Dengan cara demikian Islam memproklamirkan tugas mutlak seorang muslim antara lain membela kaum lemah.
Ibadah shaum (puasa) di bulan Ramadhan adalah puasa pendidikan (education fasting). Puasa dalam Islam memiliki keunikan dan kelebihan yang membedakannya dari puasa yang dilakukan umat-umat di luar muslim. Puasa  dilaksanakan dalam waktu yang panjang yaitu satu bulan qomariah (29 atau 30 hari) dan tata cara puasa ditetapkan secara universal, bersifat ketat, dan puasa dilakukan serentak di seluruh dunia.
Salah satu missi pendidikan Ramadhan adalah memupuk jiwa sosial dan memperkuat kepedulian terhadap fakir miskin. Tetapi sebaik apapun amalan di bulan Ramadhan jika tidak memberi bekas dalam kehidupan sebelas bulan di luar Ramadhan, tentu akan kehilangan nilai gunanya.  Seorang muslim perlu menaruh “empati” (empathy), yakni menempatkan diri pada situasi orang atau golongan lain serta merasakan apa yang mereka rasakan. Jika itu dilakukan akan tumbuh sikap penuh pengertian (understanding) dan empati akan membimbing kepada “simpati”, yaitu solidaritas kepada sesama, terutama kepada orang-orang yang sedang menderita (Nurcholish Madjid: 1992).
Prof. Dr. Faisal Ismail, Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam Pencerahan Spiritualitas Islam(2008) memaparkan bahwa selama bulan suci Ramadhan, kita umat Islam sudah seharusnya selalu tergerak dan termotivasi untuk terus memperbanyak, meningkatkan dan melipatgandakan amal-amal kebaikan dan karya-karya kebajikan. Ibadah puasa berfungsi untuk mereformasi aspek-aspek moral, spiritual dan mental kita yang selama satu tahun mengalami penurunan, pengendoran dan degradasi. Kaum Dhuafa mempunyai hak atas sebagian harta orang-orang muslim yang berharta. Itulah sebabnya, Islam mewajibkan kepada orang-orang Islam yang berharta untuk berzakat, berinfak dan bersedekah, Orang-orang muslim yang berharta wajib memberikan hak itu kepada kaum dhuafa, terlebih pada bulan suci Ramadhan dan Idul Fithri. Demikian mantan Duta Besar RI untuk Kuwait dan Kerajaan Bahrain itu.
Jika disimak ayat tentang kewajiban berpuasa dalam Al Quran (QS Al Baqarah [2]:  184) terungkap betapa tingginya pemihakan Islam terhadap kaum lemah atau fakir miskin.  Dalam Hadis Rasulullah SAW dari Anas bin Malik, Rasulullah ditanya, “Sedekah manakah yang utama?” Jawabnya, “Sedekah di bulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi).
Orang yang tidak kuat berpuasa karena usia udzur (sangat tua) atau sakit berat, dan ibu hamil atau sedang menyusui bayi, mendapat dispensasi tidak berpuasa dan pengganti puasanya ialah membayar fidyah, yakni memberi makan seorang miskin sebanyak hari puasa yang ditinggalkan. Selain itu, pelanggaran berat atas perbuatan yang membatalkan puasa, kafarat(sanksinya) ialah memerdekakan budak, kalau tidak sanggup puasa dua bulan berturut-turut, dan jika tidak kuat puasa, maka menyedekahkan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh orang fakir miskin.
Pada penghujung Ramadhan, setiap muslim, baik anak kecil dan orang dewasa yang memiliki kelebihan bahan makanan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya di hari Idul Fithri dan malamnya, diwajibkan membayar zakat fithrah. Zakat fithrah diberikan kepada fakir miskin di tempat pemungutannya, dan jika terdapat kelebihan boleh dipindahkan ke tampat lain. Hadis Rasulullah, “Telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW zakat fithrah sebagai pembersih bagi orang yang puasa dan memberi makan bagi orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya, zakatnya itu diterima, dan barangsiapa membayarnya sesudah shalat hari raya, zakatnya itu sebagai sedekah biasa.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah). Adapun penyaluran zakat fithrah kepada orang-orang miskin harus dilakukan sesuai petunjuk Rasulullah, “Berikanlah kecukupan kepada mereka (orang-orang miskin) supaya mereka tidak minta-minta pada hari ini.” (HR Baihaqi)
Dalam kenyataan sosial banyak masyarakat kita yang menunaikan zakat harta (zakat mal) di bulan Ramadhan. Dari segi hukum tidak ada dalilnya bahwa zakat wajib dikeluarkan di bulan Ramadhan, kecuali zakat fithrah yang terkait dengan puasa. Selama ini pengumpulan zakat pada semua lembaga zakat paling besar terhimpun di bulan Ramadhan. Karena itu,  semua lembaga zakat memanfaatkan momen Ramadhan untuk kampanye zakat. Bahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan momen Ramadhan tahun untuk menghimbau seluruh jajaran pemerintah dan para pegawai agar berzakat melalui BAZNAS pusat atau BAZNAS daerah.
Jika kita merenungkan lebih jauh, semestinya seusai Ramadhan dan Idul Fithri terjadi penurunan jumlah fakir miskin. Namun sejauh ini setiap tahun siklus Ramadhan dan Idul Fithri, orang miskin tidak bergeser secara permanen dari posisinya. Setiap Ramadhan dan seusai shalat hari raya Idul Fithri, di sekitar tempat ibadah kita banyak orang miskin dan peminta-minta yang datang berbondong-bondong untuk mengais rezeki, baik yang datang dari dekat maupun dari jauh. Fenomena itu berulang dari tahun ke tahun tanpa penyelesaian. Karena itu perlu dikaji apakah ada “something wrong” dalam penanganan fakir miskin selama ini sehingga tidak pernah tuntas.
Dari argumen teologis dan gagasan Islam sebagai agama kemanusiaan yang dipaparkan di atas, pesan substansial yang harus kita laksanakan ialah merealisasikan tanggungjawab keagamaan sebagai muslim untuk menolong, menyelamatkan dan memberdayakan kehidupan orang-orang miskin.  Menurut Islam, menghidupi dan menghidupkan seorang manusia memiliki nilai kebaikan sama dengan menghidupi atau menghidupkan seluruh umat manusia, bahkan ajaran Islam memandang penting amalan sosial dan nilainya sama dengan ibadat yang berdimensi personal. Dalam konteks memaknai Ramadhan, sangat tepat almarhum Buya Hamka pada Khutbah Hari Raya Idul Fithri di halaman Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, beberapa puluh tahun lalu menyampaikan, “Apabila iman dan takwa telah berurat berakar dalam jiwa kita, hari raya ini akan lebih banyak menanam rasa kemanusiaan dan kasih sayang, rasa memberi dan berkurban,zakat dibayar, fitrah dibayar, dan yang melarat ditolong, iman diperteguh dan ukhuwah diperkuat….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar