Suatu
hal yang perlu kita sadari dewasa ini jurang yang memisahkan antara dunia kaya
dan dunia miskin belum dapat dijembatani sebagaimana diharapkan. Semua agama
dan ajaran moral memberi penekanan supaya kemiskinan dikurangi bahkan
dihapuskan sehingga setiap manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok masyarakat dapat hidup secara layak.
Dalam
ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana termaktub dalam Al
Quran, tiap-tiap perintah untuk berbuat ibadah yang langsung berhubungan dengan
Allah SWT, selalu dibarengi dengan perintah untuk berbuat amal shaleh.
Pengertian amal shaleh ialah amal perbuatan yang berdimensi sosial dan berguna
untuk kepentingan umat manusia.
Allah
memperingatkan dalam QS Al-Ma’un [107]: 1-7 bahwa orang-orang yang melakukan
shalat tetapi lalai akan makna dan hikmah shalat itu, bahkan suka pamer dan
tidak menolong orang lain dengan perbuatan-perbuatan yang berguna, yang
demikian dinamakan mendustakan agama dan akan ditimpa melapetaka. Dengan cara
demikian Islam memproklamirkan tugas mutlak seorang muslim antara lain membela
kaum lemah.
Ibadah shaum (puasa) di bulan Ramadhan adalah puasa
pendidikan (education fasting). Puasa dalam Islam memiliki keunikan dan
kelebihan yang membedakannya dari puasa yang dilakukan umat-umat di luar
muslim. Puasa dilaksanakan dalam waktu yang panjang yaitu satu bulan
qomariah (29 atau 30 hari) dan tata cara puasa ditetapkan secara universal,
bersifat ketat, dan puasa dilakukan serentak di seluruh dunia.
Salah
satu missi pendidikan Ramadhan adalah memupuk jiwa sosial dan memperkuat
kepedulian terhadap fakir miskin. Tetapi sebaik apapun amalan di bulan Ramadhan
jika tidak memberi bekas dalam kehidupan sebelas bulan di luar Ramadhan, tentu
akan kehilangan nilai gunanya. Seorang muslim perlu menaruh “empati” (empathy),
yakni menempatkan diri pada situasi orang atau golongan lain serta merasakan
apa yang mereka rasakan. Jika itu dilakukan akan tumbuh sikap penuh pengertian
(understanding) dan empati akan membimbing kepada “simpati”, yaitu
solidaritas kepada sesama, terutama kepada orang-orang yang sedang menderita
(Nurcholish Madjid: 1992).
Prof.
Dr. Faisal Ismail, Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dalam Pencerahan
Spiritualitas Islam(2008) memaparkan bahwa selama bulan suci Ramadhan, kita
umat Islam sudah seharusnya selalu tergerak dan termotivasi untuk terus
memperbanyak, meningkatkan dan melipatgandakan amal-amal kebaikan dan
karya-karya kebajikan. Ibadah puasa berfungsi untuk mereformasi aspek-aspek
moral, spiritual dan mental kita yang selama satu tahun mengalami penurunan,
pengendoran dan degradasi. Kaum Dhuafa mempunyai hak atas sebagian harta
orang-orang muslim yang berharta. Itulah sebabnya, Islam mewajibkan kepada
orang-orang Islam yang berharta untuk berzakat, berinfak dan bersedekah,
Orang-orang muslim yang berharta wajib memberikan hak itu kepada kaum dhuafa,
terlebih pada bulan suci Ramadhan dan Idul Fithri. Demikian mantan Duta Besar
RI untuk Kuwait dan Kerajaan Bahrain itu.
Jika
disimak ayat tentang kewajiban berpuasa dalam Al Quran (QS Al Baqarah
[2]: 184) terungkap betapa tingginya pemihakan Islam terhadap kaum lemah
atau fakir miskin. Dalam Hadis Rasulullah SAW dari Anas bin Malik,
Rasulullah ditanya, “Sedekah
manakah yang utama?” Jawabnya, “Sedekah di bulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi).
Orang
yang tidak kuat berpuasa karena usia udzur (sangat tua) atau sakit berat, dan ibu
hamil atau sedang menyusui bayi, mendapat dispensasi tidak berpuasa dan
pengganti puasanya ialah membayar fidyah, yakni memberi makan seorang miskin
sebanyak hari puasa yang ditinggalkan. Selain itu, pelanggaran berat atas
perbuatan yang membatalkan puasa, kafarat(sanksinya)
ialah memerdekakan budak, kalau tidak sanggup puasa dua bulan berturut-turut,
dan jika tidak kuat puasa, maka menyedekahkan makanan yang mengenyangkan kepada
enam puluh orang fakir miskin.
Pada
penghujung Ramadhan, setiap muslim, baik anak kecil dan orang dewasa yang
memiliki kelebihan bahan makanan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi
tanggungannya di hari Idul Fithri dan malamnya, diwajibkan membayar zakat fithrah. Zakat fithrah diberikan
kepada fakir miskin di tempat pemungutannya, dan jika terdapat kelebihan boleh
dipindahkan ke tampat lain. Hadis Rasulullah, “Telah
diwajibkan oleh Rasulullah SAW zakat fithrah sebagai pembersih bagi orang
yang puasa dan memberi makan bagi orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya
sebelum shalat hari raya, zakatnya
itu diterima, dan barangsiapa membayarnya sesudah shalat hari raya, zakatnya
itu sebagai sedekah biasa.” (HR
Abu Dawud dan Ibnu Majah). Adapun penyaluran zakat fithrah kepada orang-orang
miskin harus dilakukan sesuai petunjuk Rasulullah, “Berikanlah kecukupan kepada mereka
(orang-orang miskin) supaya mereka tidak minta-minta pada hari ini.” (HR Baihaqi)
Dalam
kenyataan sosial banyak masyarakat kita yang menunaikan zakat harta (zakat
mal) di bulan Ramadhan. Dari segi hukum tidak ada dalilnya bahwa zakat wajib dikeluarkan di bulan Ramadhan,
kecuali zakat fithrah yang terkait dengan puasa. Selama ini pengumpulan zakat pada semua lembaga zakat paling besar terhimpun di bulan
Ramadhan. Karena itu, semua lembaga zakat memanfaatkan momen Ramadhan untuk
kampanye zakat. Bahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan momen
Ramadhan tahun untuk menghimbau seluruh jajaran pemerintah dan para pegawai
agar berzakat melalui
BAZNAS pusat atau BAZNAS daerah.
Jika
kita merenungkan lebih jauh, semestinya seusai Ramadhan dan Idul Fithri terjadi
penurunan jumlah fakir miskin. Namun sejauh ini setiap tahun siklus Ramadhan
dan Idul Fithri, orang miskin tidak bergeser secara permanen dari posisinya.
Setiap Ramadhan dan seusai shalat hari raya Idul Fithri, di sekitar tempat
ibadah kita banyak orang miskin dan peminta-minta yang datang
berbondong-bondong untuk mengais rezeki, baik yang datang dari dekat maupun
dari jauh. Fenomena itu berulang dari tahun ke tahun tanpa penyelesaian. Karena
itu perlu dikaji apakah ada “something
wrong” dalam penanganan fakir
miskin selama ini sehingga tidak pernah tuntas.
Dari
argumen teologis dan gagasan Islam sebagai agama kemanusiaan yang dipaparkan di
atas, pesan substansial yang harus kita laksanakan ialah merealisasikan tanggungjawab
keagamaan sebagai muslim untuk menolong, menyelamatkan dan memberdayakan
kehidupan orang-orang miskin. Menurut Islam, menghidupi dan menghidupkan
seorang manusia memiliki nilai kebaikan sama dengan menghidupi atau
menghidupkan seluruh umat manusia, bahkan ajaran Islam memandang penting amalan
sosial dan nilainya sama dengan ibadat yang berdimensi personal. Dalam
konteks memaknai Ramadhan, sangat tepat almarhum Buya Hamka pada Khutbah Hari
Raya Idul Fithri di halaman Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta,
beberapa puluh tahun lalu menyampaikan, “Apabila iman dan takwa telah berurat
berakar dalam jiwa kita, hari raya ini akan lebih banyak menanam rasa
kemanusiaan dan kasih sayang, rasa memberi dan berkurban,zakat dibayar, fitrah dibayar, dan yang
melarat ditolong, iman diperteguh dan ukhuwah diperkuat….”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar