Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Minggu, 16 Maret 2014

Jokowi Vs SBY

Saya sama sekali bukan sentimen dengan Jokowi, saya hanya ingin menyadarkan masyarakat yang mungkin sudah sebegitu terpakunya dengan propaganda media sampai lupa daratan. Ibaratnya masyarakat sekarang ini seperti ikan di kolam yang sempit, begitu mudahnya dipancing. Sudah jelas Jokowi melakukan suatu langkah sembrono dengan melepaskan Jabatannya sebagai gubernur, tapi masih juga diidolakan oleh masyarakat.
Jokowi mungkin berdalih, kalo SBY dulu juga gitu. Saya katakan ini salah besar. Antara Jokowi dengan SBY terdapat tingkat kecerdasan yang berbeda dalam mendulang popularitas. Ongkos yang dihabiskan Jokowi untuk mencari popularitas jauh lebih besar dari ongkos yang dibutuhkan SBY dan sama sekali tidak efektif. SBY selaku Menko-polkam di masa Megawati mengundurkan diri dan mendapatkan popularitas itu berbeda situasinya dengan Jokowi yang saat ini menjabat gubernur Jakarta dan mencoba mengundurkan diri. SBY ditunjuk presiden sama sekali tidak membutuhkan dana apa-apa. Presiden tinggal tunjuk aja, dan jika dia mau memecat, ya tinggal pecat aja. Gak ada yang dirugikan, banyak penggantinya. Tetapi ketika Jokowi naik jadi Presiden dan melepaskan tanggung jawabnya sebagai gubernur Jakarta, itu suatu bentuk pelanggaran hukum yang sangat besar. Gubernur dipilih oleh rakyat dan tidak boleh semaunya sendiri melepaskan jabatan tersebut tanpa alasan yang sangat mendesak. Ongkos kampanye tidak sedikit, belum lagi tersingkirnya calon-calon potensial yang punya kapabilitas yang lebih mumpuni namun dengan tingkat popularitas yang rendah yang sangat mubazir harus bersaing dengan politikus kutu loncat.
Tujuan Jokowi saat ini sangat jelas, mencari popularitas di masyarakat awam. Menggunakan stimulasi media untuk menggiring persepsi massa, dan itu berhasil. Apa yang dilakukan Jokowi saat ini bisa dibilang biasa saja, kalo tidak bisa dikatakan di bawah standar. Contoh aja penanganan banjir. Tidak ada satupun langkah besar yang dilakukan Jokowi untuk mengobati banjir tahunan di Jakarta. Apa yang dilakukan Jokowi tidak lebih dari sekedar pamer gaya di TV, masuk ke gorong-gorong tau mau liat apa? padahal apa susahnya nyuruh asisten buat survei ambil data, ambil foto, catat ini itu. Bahkan presiden Amerika tidak pernah naik apollo ke bulan, padahal dia yang neken anggaran tahunan NASA, dan Jokowi berdalih biar tahu lebih pasti situasi. Hebat mana Jokowi dibandingkan sarjana arsitek lulusan ITB? Kan aneh. Apalagi tujuannya kalo bukan pencitraan. Dan memang apa yang dilakukan Jokowi itu tidak ada gunanya.  Mau Jokowi masuk gorong-gorong kek mau duduk di kantor kek, Jakarta tetap aja banjir. Yang ada perhatian media tersita ke gaya Jokowi mulu, dan melupakan persoalan-persoalan kemasyarakatan lainnya.
Jika tujuan SBY buat mengundurkan diri dari kabinet-kabinet yang dibentuk oleh presiden sebelumnya hanya untuk mencari popularitas, maka saya bisa katakan SBY orang yang jenius. Mampu memanfaatkan peluang yang kecil untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. SBY orang yang elit dan sangat-sangat jenius. Beda sama Jokowi demi  jadi Capres, harus mengelabui sekian puluh juta warga Jakarta. Kenapa gak sekalian aja pas pensiun dari Walkot Solo Jokowi mencalonkan diri jadi presiden. Nah ini sebenarnya kebodohan media-media di Indonesia. Kenapa juga mau-mau saja meliput berita tentang Jokowi. Dengan tanpa mereka sadari mereka memberikan fasilitas iklan pencitraan gratis bagi Jokowi. Coba kalo mereka cerdas, biarin aja Jokowi masuk gorong-gorong, entar kalo gak ada yang liput pasti dia bosan sendiri. Padahal bos media-media Indonesia ini gak semua orang-orang PDI-P toh bisa-bisanya mereka terjerembab ke jurang politik pencitraan ala Jokowi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar