Semenjak Jokowi (saya mau pake sebutan JKW untuk selanjutnya) didaulat oleh Ketua Umum PDI-P untuk mencalonkan diri menjadi Presiden (14/03/2014) kemarin, publik yang sebelumnya sudah terbius oleh popularitas JKW yang selama ini selalu mendapatkan blow up media, semakin berharap banyak bahwa JKW akan menjadi Presiden dan mungkin bisa membawa perubahan besar terhadap masa depan Indonesia nantinya.
Kita semua pasti mengharapkan sosok Presiden yang tepat untuk Indonesia. Memiliki visi yang jauh kedepan, mempunyai kemampuan manajemen dan leadership yang bagus dan tentu saja terbukti dalam hal pengalaman dan track record yang bagus, serta dapat menyatukan seluruh rakyat Indonesia dalam semangat yang satu untuk membangun Indonesia dan mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang telah mendahului kita.
Saya merasa bahwa Indonesia saat ini sangat serba ketinggalan. Bahkan dari kebutuhan yang sifatnya sangat pokok sekalipun, kita masih harus melakukan impor. Sebagai negara agraris dengan iklim dan kondisi tanah yang subur, kita masih melakukan impor beras sebanyak 472 ribu ton! Vietnam, Thailand, Pakistan dan Myanmar adalah negara-negara yang lebih sempit dan diuntungkan dengan kegagalan pengelolaan pertanian di Indonesia. Vietnam yang didera perang saudara dan baru berakhir pada tahun 1975 saja sudah bisa mengelola kebutuhan dan potensi pangan dengan baik, bahkan lebih maju dari Indonesia. Tidak hanya di pertanian di olahraga pun ketika SEA Games 2013, Vietnam diperingkat lebih atas dibanding Indonesia. Vietnam di peringkat 3 dan Indonesia di peringkat 4. Bahkan dari hal-hal yang remeh pun, kita kalah dari Vietnam. Pernah dibuat sebel sama Flappy Bird? Itu orang Vietnam yang buat.
Pada jaman kekuasaan Orde Baru, Indonesia sudah mencapai prestasi swasembada pangan, tapi kenapa sekarang kita seperti makin mundur saja? Mungkin Indonesia memang sudah salah arah. Politik dan birokrasi adalah sistem yang dibuat untuk mengatur hajat hidup bersama, bukan sebagai wujud dari keinginan untuk aktualisasi diri, memperoleh kekuasaan semata, dan mendapatkan kekayaan secara material.
Reformasi sudah pada tempatnya, tetapi perjalanannya tersendat dan tersandung oleh kebodohan kita semua. JKW ngarep jadi Presiden dan Megawati harap-harap cemas akan popularitas PDI-P jika tidak mencalonkan JKW menjadi Presiden. Rakyat tidak tahu bahwa cukong-cukong konglomerat buronan BLBI yang menyumbang dan melakukan bargaining untuk mendukung modal kampanye JKW. Rakyat Indonesia harus paham bahwa dibalik kesederhanaan JKW yang tidak tahu apa-apa, terdapat skenario besar yang terkait dengan kerugian negara sebesar Triliunan Rupiah.
Menurut Abraham Lincoln (1963), Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people and for the people). Tapi menurut saya, yang terjadi di Indonesia saat ini adalah lain. Indonesia yang awalnya menganut sistem kasta dalam masyarakat, belum bisa sama sekali melepaskan ide dan penerapan demokrasi yang seharusnya. Pejabat dan birokrat sejatinya adalah pelaksana sistem, bukan penguasa sistem.
Saya tidak menyalahkan sistem Demokrasi yang kita anut dan jalankan saat ini, tetapi lebih kepada pelaksana sistem yang tidak memahami rules sehingga tidak tahu harus menjalankan sistem ini seperti apa. Saya melihat bahwa masih terjadi lingkaran setan di alam demokrasi di Indonesia dimana ada 3 komponen utama yang tidak berfungsi dengan seharusnya:
1) Kekuasaan (Pejabat)
2) Suara (Rakyat)
3) Uang (Pengusaha)
Dimana semua harus ada ditangan rakyat, tetapi rakyatlah yang dibodohi dan dikelabuhi. Kekuasaan dari Rakyat, oleh Uang dan untuk Pejabat. Pejabat tidak mempunyai integritas dan dengan mudah disogok dan dikendalikan oleh uang. Partai politik memang didanai oleh pengusaha, bukan berarti Partai Politik bisa dengan mudahnya dicongek.
Saya merasa bahwa kita sudah mulai menuju ke arah fanatik sempit, meyakini sesuatu dengan mutlak dan selalu mencari pembenaran atas semua hal yang mungkin sebenarnya hanya asumsi saja. Seperti kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsyudin bahwa rakyat yang mencintai Jokowi sudah terlalu ekstrem sehingga sensitif pada kritik. Ini saya mengambil analogi dengan istilah anak-anak labil atau istilah jaman dahulu, “Cinta Buta”. Mungkin kebanyakan orang sangat berharap besar pada JKW.
JKW yang masih hijau dan tidak tahu tarik-menarik kekuatan-kekuatan besar dibelakang, harusnya paham bahwa dia hanya akan dijadikan boneka saja. JKW hendaknya menunjukkan prestasi dan keberhasilan membenahi Jakarta. Akan lebih bijaksana dan fair jika JKW dicalonkan pada Pilpres 2019 nanti setelah janji-janjinya terbukti. Kalaupun ingin naik level sebaiknya jangan menjadi RI-1, cukup menjadi RI-2 saja sambil mencari pengalaman dan memahami situasi. Megawati mungkin tidak yakin JKW akan berhasil di Jakarta dan popularitas dan suara PDI-P akan sekuat saat ini. Itulah mungkin kenapa Megawati nekat mencalonkan Jokowi. Kesalahan yang dilakukan adalah, Megawati mengorbankan dan mengesampingkan kepentingan rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang tepat.
Seperti kita lihat bahwa negara-negara maju adalah negara yang terus belajar, negara yang mau memahami dinamika dan perubahan serta berfikir secara objektif. Bukan negara yang menganut fanatisme sempit dan harapan sesaat yang membabi buta terhadap JKW. Kita ingin Indonesia maju, makmur, adil dan sejahtera. Jayalah Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar