"Kita sudah mampu Ma, kita sudah cukup, sudah
mampu bayar sekolah”, kata Sabrina kepada Ibunya, ketika hendak menerima
penyaluran zakat dari BAZNAS. Remaja kelas dua sekolah menengah pertama itu melanjutkan,
“Lebih baik diberikan kepada yang lebih berhak”. Sejenak suasana menjadi sunyi. Sebelumnya selama dua tahun berturut-turut,
Sabrina dan menerima penyaluran zakat “Dinnar” (dana
pendidikan anak negeri) dari BAZNAS. Lalu Fera berkisah, putrinya yang pertama,
Vannesa kini sudah bisa membantu mencari uang. Ia yang masih duduk di kelas
satu sekolah menengah atas, berjualan pernak-pernik secara online. Sedangkan
Fera sendiri berpenghasilan Rp 1 juta tiap bulannya dari hasil berjualan nasi
uduk. Suaminya yang berprofesi sebagai pelukis jalanan tak pernah membawa uang
lebih dari Rp 500 ribu per bulan. Dengan pendapatan keluarga sebesar ini, sesungguhnya bukan perkara mudah menghidupi
tiga orang anak di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan dan membiayai
sekolah ketiganya. Tetapi ternyata materi bukan satu-satunya alat ukur
kemampuan di keluarga ini. Fera merasa amat beruntung memiliki anak-anak yang
bukan hanya mandiri, tetapi juga faham bagaimana cara mensyukuri nikmat Allah SWT.
Sabrina mengingatkan ibunya, bahwa masih banyak orang lain yang lebih
membutuhkan bantuan dibanding mereka. Bahwa meski kesempatan menerima bantuan
sudah di depan mata, tapi betapa penting mengukur itu semua dengan hati.
Inilah cita-cita besar dalam seluruh program penyaluran zakat, yakni mengubah mustahik menjadi muzaki (pembayar zakat). Meningkatkan derajat kaum
tak berpunya menjadi berdaya dan
bermanfaat bagi yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar