Masyarakat dunia merasa kehilangan dengan
berpulangnya pemimpin pejuang anti-apartheid, mantan Presiden Afrika Selatan,
dan tokoh penerima Nobel Perdamaian, yaitu mendiang Nelson Mandela, yang
meninggal dunia di tanah airnya pada 6 Desember 2013 dalam usia 95 tahun.
Umat Islam di Afrika Selatan dan di berbagai
negara mengungkapkan belasungkawa atas kepergian Mandela. Pemimpin yang
kehadirannya diterima oleh semua golongan. Mandela hampir tiga dasawarsa di
penjara dalam perjuangan untuk mengakhiri pemerintahan minoritas kulit putih
dan diskriminasi terhadap warga kulit hitam di Afrika Selatan.
Pejuang kemanusiaan itu di hari tuanya giat
dalam pelayanan sosial memerangi kemiskinan dan IV/AIDS lewat Yayasan Nelson
Mandela. Ia pernah menyatakan, “Sama seperti perbudakan dan apartheid,
kemiskinan bukanlah hal yang alami. Kemiskinan adalah akibat perbuatan manusia,
dan dapat iberantas lewat perbuatan manusia.” Mandela dengan lantang menyerukan
perdagangan yang adil (fair trade), penghapusan utang, dan peningkatan bantuan
dalam rangka memotong setengah dari kemiskinan global antara 2000 dan 2015.
Mengenang Mandela, saya membuka kembali buku
POTRET DUNIA ISLAM karya Lukman Harun (almarhum) yang diterbitkan Pustaka Panji
Masyarakat, Jakarta 1985. Buku setebal 492 halaman itu masih relevan dengan
situasi kekinian, memuat catatan perjalanan Lukman Harun, tokoh Islam Indonesia
dan tokoh organisasi Muhammadiyah mengunjungi berbagai negara di lima benua.
Pada salah satu chapter, menceritakan gambaran keadaan umat Islam yang dilanda
kemiskinan di Afrika.
Dalam bukunya itu Lukman Harun dengan bahasa
jurnalistik yang sangat komunikatif, memberi gambaran seputar kemiskinan umat
Islam di Kenya, Afrika, yang dikunjunginya tanggal 29 Agustus sampai 9
September 1983.
Beberapa orang menceritakan kepada saya –
tulis Lukman Harun – betapa miskinnya keadaan mereka, sehingga mereka tidak
mampu menyekolahkan anak-anaknya. Seorang anak muda mendekati saya, dia ingin
bicara dari hati ke hati. Anak muda ini berasal dari keluarga yang sangat
miskin tetapi taat beragama. Dia ingin melanjutkan pendidikan, tetapi
orangtuanya tidak mampu. Dia pun mengirim surat kepada berbagai negara Arab
untuk minta bantuan dan beasiswa, tetapi sama sekali tidak mendapat jawaban.
Kemudian dia minta beasiswa kepada Gereja setempat dan diberi beasiswa. Dengan
perasaan sedih anak muda tersebut mengatakan kepada saya, “Kenapa negara-negara
Arab yang kaya tidak memperhatikan nasib umat Islam di Kenya?”.
Lukman Harun lebih lanjut menulis, “Saya
termenung mendengar ungkapan hati anak muda ini. Suatu jeritan umum yang
dialami masyarakat Muslim dimana-mana. Kita banyak bicara ukhuwah Islamiyah,
tetapi dalam kenyataannya, jauh dari itu. Banyak negara Islam atau umat Islam yang
sangat kaya, di samping itu banyak pula terdapat umat Islam yang sangat miskin.
Umat Islam yang sangat kaya umumnya di negara-negara minyak di Timur Tengah,
sedangkan umat Islam yang miskin betul, di Afrika. Sayang, yang kaya tidak
memperhatikan yang miskin. Akhirnya, datang Missi dan Zending Kristen
memberikan bantuan kepada mereka.
Menarik kalimat kesimpulan yang ditulis dalam
buku tersebut, inilah salah satu keanehan Islam di Afrika terutama di Afrika
Hitam. “Umat Islam umumnya miskin, dakwah hanya dilakukan secara tradisional,
tanpa organisasi yang baik, tanpa dana, tanpa rencana, kekurangan guru agama,
kekurangan muballigh dan lain sebagainya. Tetapi Islam terus berkembang dengan
berbagai cara. Karena itu pulalah Afrika tetap merupakan benua Islam karena
penduduknya mayoritas tetap beragama Islam ….. Sekarang ini, terasa sekali
terjadinya perlombaan dalam penyebaran agama di Afrika.” tulis Lukman Harun.
Kemiskinan Muslim Afrika seharusnya juga
dirasakan sebagai bagian dari problema kemiskinan dan keprihatinan umat Islam
di dunia. Semoga ukhuwah Islamiyah yang melahirkan solidaritas, kepedulian dan
kerjasama antar-bangsa Muslim terjalin lebih baik lagi di era sekarang ini,
sehingga cerita memilukan dari anak muda
di Kenya tadi tidak terulang di negara mana pun, termasuk di negara kita.
Semoga dari hikmah penderitaan panjang yang
dialami saudara-saudara kita Muslim di Afrika dalam kemiskinan, konflik politik
dan ketidakadilan sosial, melahirkan pejuang kemanusiaan yang tangguh sekaliber
Nelson Mandela. Perjuangan cita-cita kemanusiaan bangsa kulit hitam di benua
Afrika belum selesai. Untuk Nelson Mandela (1918-2013) kita ucapkan: Rest in
Peace. Perjuanganmu insya Allah akan menginspirasi generasi yang datang
kemudian, seperti bunyi syair Henriette Roland Holst: “Kami bukan pembina
candi. Kami hanya pengangkut bantu. Kamilah angkatan yang mesti musnah. Agar
menjelma angkatan baru. Di atas kuburan kami lebih sempurna”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar