Soejatmoko sekian tahun yang lalu
melontarkan, adakah cara-cara yang bisa ditempuh untuk mencapai masyarakat yang cukup manusiawi
manakala kita dihadapkan pada masalah kemiskinan absolut untuk waktu demikian
lama akan terus tampil dalam masyarakat kita. Lebih
lanjut, mantan Rektor Universitas PBB di Tokyo itu mengatakan, kemungkinan kelangsungan hidup peradaban-peradaban
alternatif, tergantung pada keberhasilannya menyingkirkan kemiskinan absolut di
negeri masing-masing.
Sementara itu, menurut hasil survei “Spring
2013 Pew Research Center” tahun lalu
yang dilakukan di 39 negara menyebutkan krisis keuangan masih menjadi ancaman
utama bagi ekonomi dunia. Disinyalir
lima risiko yang kemungkinan paling mengancam perekonomian global di tahun 2014 ialah, (1) krisis
keuangan di negara-negara maju, (2)
tingginya tingkat pengangguran, (3) inflasi, (4) selisih pendapatan yang terlalu tinggi antar penduduk, dan (5)
utang publik.
Lantas, mengundang pertanyaan apakah globalisasi
membawa ketimpangan distribusi pendapatan dan menciptakan kantong-kantong kemiskinan baru ? Hemat
penulis, fakta yang tak dapat dibantah ialah risiko yang mengancam dunia pada
hakikatnya berkisar pada kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Bumi yang kita huni sekarang telah
menciptakan iklim saling ketergantungan umat manusia. Dalam sejarah modern
untuk pertama kali para tokoh politik dan tokoh agama dari 5 agama besar di
dunia bertemu pada bulan Februari 1987 di Roma Italia untuk membahas masalah-
masalah dunia. Ketika itu dicanangkan komitmen bersama untuk mencapai struktur
ekonomi yang lebih adil dan menghilangkan kemiskinan yang diderita oleh
sebagian besar umat manusia.
Sejarah mencatat dalam pertemuan
internasional itu KH Hasan Basri, selaku
Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI), mendapat kehormatan diundang oleh UNDP untuk hadir sebagai
pembicara, bukan mewakili umat Islam Indonesia saja, melainkan juga mewakili
umat Islam se-dunia. Di dalam forum bergengsi itu KH Hasan Basri mengemukakan,
agama kami mengajarkan untuk memecahkan
persoalan dunia tidak cukup hanya dengan
negarawan dan politisi saja, tetapi harus diikutsertakan
kaum agamawan.
Menurut ajaran Islam, “Bukan golongan kami,
kalau engkau tidur kekenyangan, tetapi
tetangga yang di sebelah rumahmu, tidak bisa tidur karena
kemiskinan/kelaparan.” (Hadits Nabi SAW). Rumusnya ialah bagaimana
kita menyantuni tetangga kita yang di sebelah, supaya juga bisa tidur kenyang
seperti kita, inilah yang harus kita buat, apakah negara industri yang
kaya-raya, apakah negara-negara berkembang dan miskin. Agama kami mengajarkan: tiap-tiap orang yang mempunyai kelebihan yang diberikan
oleh Tuhan diwajibkan mengeluarkan hartanya tiap-tiap tahun 2,5 persen, karena
itu bukan miliknya, itu milik orang miskin, miliknya orang kelaparan,
selain dia membantu badan-badan sosial
yang lain. Yang lebih penting, kita
menunaikan tugas untuk meniadakan jurang
yang dalam antara orang kaya dan orang miskin. Tidak berarti orang yang kaya
kita suruh mengurangi kekayaannya. Tetapi bagaimana dia dengan kekayaannya itu membantu yang miskin supaya jangan terlalu
pincang atau perbedaan yang besar antara
kaya dan miskin. Islam menyuruh
ada tali kasih sayang antara orang kaya dan miskin, ujar Imam Besar Masjid
Agung Al-Azhar Jakarta dan Ketua Umum
MUI periode 1985-1998 itu sebagaimana terekam dalam buku Ulama Indonesia Di Mata Dunia.
Jika
ditelusuri setelah pertemuan bersejarah di Roma itu berbagai pertemuan,
konferensi dan seminar internasional digelar dalam rangka menghadirkan
pendekatan agama untuk merespon masalah kemanusiaan dan tantangan dunia. Isu
yang mendapat perhatian luas, di antaranya ialah kemiskinan global.
Namun begitu, para ulama
dan pemikir muslim perlu mengoperasionalisasikan kaidah-kaidah Islam
secara modern sebagai solusi penyelamatan umat manusia dari kemiskinan dan dehumanisasi kaum miskin. Sejak
disyariatkannya kewajiban menunaikan zakat pada tahun kedua setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke
Madinah, zakat telah menjadi isu global, khususnya di dunia Islam. Tugas sejarah umat Islam di
masa kini adalah dunia abad dua puluh satu.
Dalam tataran organisasi dan wadah kerjasama,
telah ada Dewan Zakat MABIMS, International Zakat Organization (IZO), World
Zakat Forum (WZF) dan lain-lain.
Keberadaan wadah semacam itu diharapkan bermanfaat secara optimal dan continue, bukan musiman
dan formalitas yang tidak mengakar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar