Kemiskinan
merupakan persoalan yang sangat kompleks. Beragam pendekatan telah digunakan
untuk melihat dan mendefinisikan apa itu kemiskinan. Jika merujuk pada definisi
BPS, maka kemiskinan ditentukan dengan menggunakan suatu standar yang disebut
dengan GK (Garis Kemiskinan). GK ini terdiri atas dua komponen utama, yaitu GK
makanan dan GK bukan makanan.
GK
makanan diukur dengan standar minimal pemenuhan kebutuhan kalori, yaitu 2100
kkal/hari, sebagai dasar pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach).
Sedangkan GK bukan makanan diukur dengan konsumsi sejumlah komoditas, yaitu 47
komoditas di daerah pedesaan dan 51 komoditas di perkotaan. Dengan asumsi ini,
maka standar GK per Januari 2013 adalah sebesar Rp 259.520/kapita/bulan.
Jadi,
orang disebut miskin jika memiliki pendapatan di bawah angka tersebut. GK
makanan menyumbang hampir 73 persen dari nilai garis kemiskinan tersebut,
sementara sisanya disumbangkan oleh GK bukan makanan. Kritik terhadap standar
garis kemiskinan BPS terletak pada rendahnya angka yang dihasilkan. Namun,
secara teoritis, pendekatan BPS ini masih bisa dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
Selanjutnya,
BKKBN mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan keluarga sebagai unit
analisisnya. Berbeda dengan BPS yang menggunakan individu perorangan (per
kapita) sebagai unit analisisnya. Dari sekitar 69,7 juta keluarga di Indonesia,
jumlah keluarga miskin dihitung berdasarkan penjumlahan antara keluarga pra
sejahtera (PS) dan keluarga sejahtera I (KS I). Jumlah PS mencapai angka 14
juta keluarga dan jumlah KS 1 mencapai angka 13 juta keluarga, sehingga didapat
angka 27 juta keluarga yang termasuk miskin. Dengan rata-rata 1 keluarga
beranggotakan 3,4 orang, maka total penduduk miskin di tanah air mencapai angka
91,8 juta jiwa, atau tiga kali lipat dari standar BPS.
Kriteria
penentuan keluarga miskin ini bersifat kualitatif. Kriteria KS 1 adalah mampu
melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing; makan dua kali sehari;
memiliki pakaian yang berbeda untuk bekerja/sekolah, di rumah maupun bepergian;
bagian terluas dari lantai rumah bukan terbuat dari tanah; dan memiliki akses
kesehatan sehingga bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB, maka
mereka akan membawanya ke fasilitas sarana prasarana kesehatan seperti dokter
atau puskesmas. Keluarga disebut PS jika tidak mampu memenuhi salah satu atau
lebih dari kriteria-kriteria tersebut.
Pertanyaannya,
bagaimana pandangan Islam terkait hal tersebut? Jika kita merujuk pada Al-Quran
dan Sunnah, serta literatur-literatur yang ditulis oleh para ulama, maka
kemiskinan itu pada dasarnya ada dua. Yaitu, kemiskinan yang bersifat
material, dan kemiskinan yang bersifat spiritual. Sehingga, ketika kita mencoba
mendefinisikan kemiskinan, maka perlu dikaji secara mendalam aspek material dan
spiritualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar