Tadi malam, Karni Ilyas mengangkat persoalan kebakaran hutan gambut di Riau sebagai topik bahasan pada acara besutannya, ILC yang tersohor itu. Dengan narasumber kompeten yang dipetik langsung dari pohonnya, acara itu setidaknya membuka wawasan masyarakat tentang ikhwal kebakaran gambut yang sebenarnya. Mengapa terus terjadi dan terjadi? Khususnya aparat pemerintah daerah dan praktisi lingkungan semestinya malu atas ketidaktahuan mereka mengenai permasalahan sebenarnya, seenaknya saja mendiskreditkan petani dan pemilik perkebunan. Bahkan Presiden SBY ketika berkunjung ke Riau beberapa hari lalu tak dapat menyembunyikan kejengkelannya, “Saya sudah tahu siapa mereka…..”, demikian Presiden SBY, sambil memerintahkan aparat keamanan mengejar para pelaku itu dan menyeretnya ke pengadilan.
Dimulai ketika Karni Ilyas membuka acara dengan sesumbarnya yang khas, bahwa Gubernur Riau ‘ngeper’ hadir dalam acara itu karena takut jadi bulan-bulanan. Begitu pula Wagub-nya yang sebelumnya menyatakan akan hadir, tiba-tiba membatalkannya 5 menit sebelum acara dimulai. “Padahal kita tidak hendak menghakimi di forum ini, melainkan mencari solusi! “, kata Karni Ilyas sedikit pongah, sebelum mempersilakan iklan lewat, “Kita istirahat sebentar!”
Namun ketika seorang pengusaha perkebunan angkat bicara, kesalahpahaman mulai terbuka. Ia menyatakan bahwa pihaknya adalah korban dari kebakaran hutan gambut ini, bukan pelaku. Ratusan hektar kebun kelapa sawit telah musnah. Ia juga menyatakan bahwa tak ada pembukaan lahan sawit baru di Riau dalam 5 tahun terakhir ini. “Silakan di-chek kebenarannya di kementerian terkait. Kalau ada perkebunan baru dibuka berarti illegal. Semua usaha perkebunan mesti memiliki ijin!”.
Sayangnya tadi malam tak ada yang mewakili. Tetapi melalui Kompasiana ini saya telah berulangkali menyatakan, tak ada petani membakar lahan di puncak musim kemarau. Karena mereka membuka lahan untuk menanam padi atau palawija lainnya, maka pembakaran lahan pasti dilakukan pada awal musim hujan, sekitar bulan September atau Okrober.
Jawabnya adalah siapa saja, selain petani dan pemilik perkebunan. Bisa saja orang yang sakit ingatan atau orang iseng menguji ilmu hitam-nya. Mungkin juga nelayan sungai memanggang ikan di tepi kali atau penggergaji kayu memasak nasi di dalam hutan, lalai mematikan apinya. Bisa juga pengendara mobil yang membuang puntung rokok sembarangan, atau pemburu babi hutan yang memaksa buruannya keluar dengan membakar tempat persembunyiannya. Pokoknya siapa saja, yang jelas bukan petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar