Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Minggu, 30 Maret 2014

TNI Lebih Tahu, Mesin Perang Apa Yang Mereka Butuhkan, Termasuk Tank Leopard

Bagaimana Alutsista TNI kita mau maju, kalau tokoh bangsa mengkritik setiap pengadaan Alutsista TNI dengan pemikiran yang negatif dan ironisnya disampaikan didepan public dimana Negara lain ikut mendengar dan memantau Alutsista kita. Kalau kita mau jujur, tidak semua Negara setuju Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI kita kuat seperti jaman keemasan Negara kita. Negara asing tentu tidak rela melihat Negara kita kuat. Caranya mereka bisa masuk melalui tokoh-tokoh bangsa yang bisa “dipesan” untuk memberikan komentar negatif setiap Alutsista yang dibeli TNI. Padahal yang mengerti kebutuhan perang adalah TNI, bukan masyarakat penonton atau pengamat politik atau militer. TNI lah yang berperang dan merekalah yang tahu apa kebutuhan mereka. Misalnya, pembelian Tank Leopard, yang sudah dikaji secara mendalam.
Pengembangan alutsista TNI harus terus dilakukan agar tidak kalah dengan negara tetangga. Sebab, kalau di negara tetangga belanjanya alusistanya lebih tinggi, sehingga Indonesia harus diatas negara tetangga.“Kalau tidak, ya nanti kita keok terus, kita juga harus di atas mereka. Tank Leopard dan Marder ini termasuk senjata paling canggih,” ujar Panglima TNI Jenderal TNI Moledoko ketika meninjau garasi Tank Leopard di Pasuruan, Jawa-Timur.
Kementerian Pertahanan RI dan perusahaan Jerman Rheinmetall Defence telah menandatangani nota kesepahaman terkait pengadaan Main Battle Tank (MBT) Leopard di Jakarta, 8 Nopember 2012 lalu. Penandatanganan dilakukan disela-sela pameran alutsista Indo Defence 2012 di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta-Pusat.
Penandatanganan dilakukan oleh Kabaranahan Kemhan dengan Direktur Rheinmetall Landsysteme, Harald Wasternman, yang disaksikan Menhan Purnomo Yusgiantoro. Selain itu juga ditandatangani juga nota kesepahaman tentang alih teknologi (transfer of technology). Alih teknologi itu rencananya akan diberikan kepada PT Pindad, Bengkel Pusat Peralatan (Bengpuspal) Direktorat Peralatan Angkatan Darat (Ditpalad), dan Bengkel Pusat Perhubungan (Bengpushub) Direktorat Perhubungan Angkatan Darat (Dithubad).
Indonesia melalui Kemhan membeli 105 Tank Leopard buatan Jerman, yakni 61 Tank Leopard Revolution dan Leopard 2 A4. Dengan pembelian itu, Indonesia merupakan negara Asia kedua yang mengoperasikan tank yang sekelas dengan Tank A1A1 Abrams buatan Amerika Serikat dan Chalenger dari Inggris. Negara lain yang mengoperasikannya adalah Singapura.
Tank Leopard Revolution, dari segi harga jauh lebih mahal dari varian 2A4 yakni sekitar US $ 1,7 juta per unit atau Rp 16,3 miliar per unit.Sementara harga Leopard 2A4 berkisar antara US $ 700 ribu atau Rp 6,7 miliar per unit.Leopard Revolution adalah salah satu varian terbaru yang merupakan pengembangan dari Leopard 2A4 yang kali pertama diperkenalkan tahun 2010.
Seperti apa Tank Leopard itu? Tank Leopard adalah tank tempur utama (Main Battle Tank / MBT) Jerman yang dikembangkan oleh produsen Krauss-Maffei Wegmann
Maschinenbau Kiel pada awal 1970-an dan mulai digunakan pada 1979. Leopard 2 menggantikan Leopard 1 sebagai tank tempur utama Angkatan Darat Jerman Barat(Bundeswehr). Beragam versi telah digunakan oleh Angkatan Darat Jerman dan di 12 negara Eropa lainnya, beberapa dari luar Eropa. Lebih dari 3,480 Leopard 2 telah diproduksi. Leopard 2 pertama kali digunakan Angkatan Darat Jerman pada Perang Kosovo serta pasukan Kanada dan Denmark yang tergabung dalam ISAF di medan tempur Afghanistan.

Ada dua pengembangan utama pada tank ini, dari model pertama hingga versiLeopard 2A4 yang memiliki kubah tembak vertikal berlapis baja dan model yang lebih maju, Leopard 2A5, serta versi yang lebih baru lagi, yang memiliki kubah tembak menyudut seperti anak panah dengan applique armour serta beberapa pengembangan lainnya.
Seluruh model dilengkapi dengan sistem pengontrol penembakan digital dan laser penjejak jarak, meriam utama 120 mm dengan kestabilan tinggi, senapan mesin koaksial, serta perlengkapan untuk melihat dan membidik dalam kegelapan (night vision) yang lebih maju. Leopard 2 adalah kendaraan tempur pertama yang menggunakan alat pembidik low-light level TV system atau LLLTV.
Sementara pengindera panas baru diperkenalkan setelah itu. Tank ini memiliki kemampuan untuk bertempur menghadapi sasaran bergerak walaupun melewati medan yang sangat sulit dan tidak rata. Varian yang aktif antara lain 2A4, 2A5, 2A6, dan 2A7 (paling baru). Banyak Leopard 2 yang di-upgrade untuk memperpanjang masa tugasnya dan memperkuat persenjataanya, umumnya ke varian 2A5 dan 2A6.
Meski Leopard 1 mulai digunakan pada 1965, versi yang persenjataannya diperberat yakni meriam Rheinmetall L44 120 mm memang dipertimbangkan untuk menyaingi desain tank Uni Soviet, namun kemudian dibatalkan setelah ada proyek bersama dengan Amerika Serikat, yakni “super-tank” MBT-70. Tank MBT-70 memang merupakan desain yang revolusioner, tetapi mengingat biayanya yang sangat mahal, Jerman Barat mengundurkan diri dari proyek ini pada 1969.
Program nasional mulai dijalankan pada 1970 oleh Krauss-Maffei. Setahun kemudian diputuskan bahwa model tank yang akan dibuat harus didasarkan pada model sebelumnya, Experimentalentwicklung (kemudian disebut sebagai proyek Keiler) dari tahun-tahun enampuluhan (yang sebenarnya diambil dari apa yang disebut sebagaivergoldeter Leopard atau “Leopard yang disepuh emas”), bukannya modifikasi dari MBT-70 atau Eber. Desain baru yang dibuat pada 1971 itu disebut sebagai “Leopard 2″ mengingat Leopard yang asli kemudian disebut sebagai Leopard 1. Sebanyak 17 purwarupa dipesan pada tahun itu (meski hanya 16 yang akhirnya jadi. Kendaraan itu harus seberat limapuluh metrik ton.
Pada 11 Desember 1974, pemerintah Jerman Barat dan Amerika Serikat menandatangani sebuah Memorandum of Understanding tentang kemungkinan dilaksanakannya kerjasama produksi MBT baru setelah Amerika Serikat membeli dan melakukan penelitian terhadap purwarupa bernomor lambung 7 pada 1973. Dengan melihat pengalaman perang Yom Kippur memang diperlukan sebuah lapisan pelindung baja yang kualitasnya lebih baik pada purwarupa yang telah diproduksi ini, yakni dengan menggunakan lapisan baja yang sangat miring. Kelas kendaraan ini meningkat menjadi enapuluh ton.
Purwarupa Nomor 14 diubah bentuknya menjadi lebih gemuk untuk mencoba konfigurasi lapisan baja yang lebih baru, sebagai akibat digunakannya lapisan pelindung baja berperforasi yang vertikal. Kubahnya menjadi lebih luas daripada kubah Leopard-1 karena adanya ruang penyimpanan amunisi yang lebih besar di bagian belakang. Leopard-2 sudah menggunakan lapisan baja pelindung berperforasi (perforated armour), dan bukan Chobham armour seperti yang pernah diklaim sebelumnya.
Tank PT-14 menggunakan meriam 120 mm buatan Rheinmetall yang dipakai juga oleh tank Amerika Serikat, M1 Abrams. Kemudian dipesan juga dua purwarupa lambung baru dan tiga tipe kubah, satu kubah (PT-20) dilengkapi meriam 105 mm dengan sistem kontrol penembakan (fire control system) Hughes, PT-19 dengan sistem kontrol penembakan yang sama, tetapi bisa ditukar dengan meriamRheinmetall 120 mm (yang memang diganti oleh pihak Amerika Serikat), dan satu lagi (PT-21) dengan sistem kontrol penembakan buatan Hughes-Krupp, Atlas Elektronik EMES 13, yang mengendalikan meriam 120 mm.
Di Belanda, sebanyak 445 unit Tank Leopard banyak yang dijual pasca Perang Dingin, diantaranya ada 82 unit yang aktif dan 26 unit di penyimpanan, ditambah satu unit dalam kondisi rusak. Pada 8 April 2011, Menteri Pertahanan Belanda mengumumkan bahwa divisi tank Belanda akan dibubarkan akibat pemotongan anggaran besar-besaran dan semua tank Belanda akan dijual.Pada 18 Mei 2011, tank terakhir menembak untuk terakhir kali di area latihan NATO Bergen-Hohne Training Area di Jerman.
Pemerintah Arab Saudi berniat membeli Leopard 2A7 (sekitar 600-800 unit). Awal Juli 2011, pers Jerman melaporkan bahwa Bundessicherheitsrat (Dewan Keamanan Federal Jerman) menyetujui penjualan 200 unit Leopard 2A7+ ke Arab Saudi.Hal ini mengundang kritikan di dalam dan di luar Jerman, karena negara Arab Saudi dikenal otokratik dan terlibat dalam menindas protes rakyat di negara tetangga Bahrain. Kritikan juga datang dari dalam pemerintahan koalisi Angela Merkel, dan juga dari dalam pabrikan, KMW.Sejauh ini, kontrak penjualan belum disepakati, dan isu ini masih diperdebatkan publik Jerman dan di Bundestag (parlemen federal Jerman).
Indonesia membeli 105 unit Tank Leopard 2A4 serta Leopard 2RI, yang merupakan pembelian baru dari Jerman, setelah Belanda tidak menyetujui penjualan tank tersebut ke Indonesia setelah batas waktu yang ditetapkan pemerintah Indonesia, setelah protes dari Parlemen Belanda. Leopard 2RI merupakan paket upgrade Leopard 2 Revolution yang disesuaikan dengan keinginan TNI Angkatan Darat.Dua unit pengiriman pertama Leopard 2A4 berbarengan dengan dua unit Marder 1A3 telah mendarat di Jakarta pada 23 September 2013. Dalam satu dua tahun kedepan puluhan Tank Leopard akan tiba di tanah air, dari Jerman.
Markas Besar Angkatan Darat melalui Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan (Kadispenad) Brigjen TNI Andika Perkasa memberikan tanggapan atas pernyataan mantan Presiden BJ Habibie di Habibie Center soal Tank Leopard (26/03/2014). Menurut Brigjen TNI Andika, ada 140 negara pengguna Main Battle Tank (MBT) diseluruh dunia, dengan 65 jenis MBT yang berbeda.
Khusus Tank Leopard, digunakan oleh 20 negara besar atau 14,3 persen dari total MBT, mulai dari Australia, Austria, Brazil, Canada, Chili, Denmark, Finlandia, Jerman, Yunani, Indonesia, Italy, Lebanon, Norwegia, Polandia, Portugal, Singapura, Spanyol, Swedia, Swiss, sampai negara Turki, punya Tank Leopard.Dari 20 negara tersebut, hanya 15 persen yang memiliki padang pasir. Sedangkan 85 persen dari negara-negara tersebut tidak memiliki padang pasir.
Kemudian soal berat Tank Leopard yang disebut BJ Habibie memiliki berat 60 ton yang dihadapkan pada jalan dan jembatan di Indonesia. Menurut Kadispenad, sekalipun berat Tank Leopard sekitar 60 ton, tekanan jejak pada tanah hanya 0,8 kg/cm2 atau 8,9 ton/m2. Tekanan jejak ini relatif sama dengan Tank AMX-13 yang memiliki berat 14,5 ton dan Tank Scorpion yang memiliki berat 8 ton.
Dengan tekanan jejak 8,9 ton/m2, maka Tank Leopard sangat memenuhi syarat menggunakan jalan kelas 1 dan kelas 2 di Indonesia. Peraturan Daerah (Perda)tentang Muatan Sumbu Terberat dijalan kelas ini bisa lebih dari 8 ton/m2. Beban terbagi rata Tank Leopard (q=4,46 kNm2) di Indonesia lebar 6 meter dan panjang 40 meter.Tank Leopard mampu bermanuver off road dipermukaan berlumpur dan disungai dengan kedalaman sekitar 4 meter.
Untuk penempatan 103 unit Tank Leopard TNI AD terdiri dari Batalyon Kaveleri I Kostrad Cijantung, Jakarta-Timur sebanyak 41 unit yang terdiri dari 13 Tank Leopard 2A4 dan 28 Tank Leopard 2 RI. Kemudian ditempatkan juga ke Batalyon Kaveleri 8 Kostrad di Pasuruan, Jawa-Timur sebanyak 41 unit yang terdiri dari 28 Tank Leopard 2A4 dan 13 Tank Leopard 2 RI. Kemudian ditempatkan juga di Pusat Pendidikan Kaveleri Padalarang, Jawa-Barat sebanyak 4 unit yang terdiri dari tiga tank leopard 2 RI dan satu Leopard 2A4.
Tank Leopard juga ditempatkan di Kompi Kaveleri CAMB, Sentul, Bogor, sebanyak 13 Tank Leopard 2 RI. Lalu ditempatkan juga sebanyak 4 unit Tank Leopard type 2 RI di Kompi Kaveleri Pusat Latihan Pertempuran, Baturaja, Sumatera-Selatan.
Dari kebutuhan 103 Tank Leopard, 82 diantaranya atau 79,6 persen sudah selesai dibangun diberbagai lokasi tersebut.Sisanya akan diselesaikan pada tahun 2014 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar