W.R.
Soepratman amat mengenal betul tokoh-tokoh pergerakan di gedung Indonesische Clubgebouw, Kramat, seperti Muhammad Yamin dan Soegondo
Djojopoespito, serta Mohammad Tabrani. Dari Tabrani ia memperoleh informasi
rencana Kongres Pemuda I pada 30 April-2 Mei 1926. Namun, Tabrani memintanya
tidak memberitakan info ini di Sin Po, kantor berita tempatnya bekerja
sebagai wartawan. Kata-kata Tabrani yang revolusioner membuat hati W.R.
Soepratman terbakar. Pada hari pertama W.R. Soepratman mendengar Tabrani
berseru, “Rakyat Indonesia, bersatulah.” Hatinya semakin mantap mewujudkan
tekadnya untuk menggubah lagu yang mewakili gelora itu. Sebelumnya, hatinya
sudah terbakar oleh sebuah artikel di majalah Timboel, terbitan Solo,
Jawa Tengah, yang menantang komponis pribumi menciptakan lagu kebangsaan. Maka
terciptalah Indonesia Raya dengan birama 6/8 (waltz), komposisi yang
atas permintaan Bung Karno kemudian diubah menjadi 4/4. “Seperti lagu Wilhelmus
untuk bangsa Belanda,” tulisnya dalam surat kepada Van Eldik di Makassar. Tak
hanya menciptakan Indonesia Raya, W.R. Soepratman menggubah lagu-lagu nasional,
seperti Bendera Kita, Pandu Indonesia, dan Ibu Kita Kartini.
Ada juga lagu Di Timur Matahari yang diilhami oleh berdirinya
perkumpulan Indonesia Muda, peleburan dari Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon,
dan lain-lain. Gubahan terakhirnya, Matahari Terbit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar