Mohammad Hatta bersekolah di
Sekolah Dagang Rotterdam atau Rotterdamse Handelshogeschool. Pada 1921 Hatta bergabung dengan organisasi Indische yang
kemudian berubah menjadi Indonesische Vereniging. Seperti
dikutip Majalah Tempo, Hatta ke Belanda dan bertemu seniornya, Nazir
Pamuntjak. Ketika itu Nazir baru lulus ujian negara untuk mata kuliah bahasa
Yunani dan Latin. Sebentar lagi ia jadi mahasiswa fakultas hukum di
Leiden.
Ia mengajak Hatta bergabung dengan perkumpulan mahasiswa Hindia di Belanda bernama Indische Vereniging, yang dibangun bersamaan dengan berdirinya Boedi Oetomo pada 1908. "Di sini tak ada lagi inlander," kata Nazir. "Bekas inlander di Hindia Belanda menyebut dirinya dengan nama Indonesier". Hatta menyahut senang. "Kita sekarang, mahasiswa di Nederland, akan mengemukakan Indonesia sebagai nama Tanah Air." Semangat mudanya bertemu dengan spirit para senior di Belanda. "Mereka semua tumbuh dan mulai membaca persis ketika sekolah-sekolah di Hindia Belanda begitu gencar dimasuki oleh pandangan kaum liberal yang sedang marak di Tanah Rendah (Netherlands)," kata peneliti Mochtar Pabottingi dalam sebuah artikelnya. Hatta menuturkan pengalamannya tinggal di tengah orang kulit putih itu dengan segar: "Seakan ada langit baru yang terbuka di atas kepala. Perasaan "merdeka" itu menyeruak; membebaskan dari atmosfer sempit dan menyesakkan dari kehidupan kolonial," kata Hatta, seperti dikutip Mavis Rose dalam Indonesia Free, A Political Biography of Mohammad Hatta. Selama di Belanda, Hatta turut menjadi motor pergerakan pemuda. Hatta memimpin organisasi Indonesische Vereniging periode 1926-1930, periode terlama karena sebelumnya setiap ketua hanya menjabat setahun sekali. Ada empat pokok perjuangan yang melandasi mereka: persatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan swadaya.
Ia mengajak Hatta bergabung dengan perkumpulan mahasiswa Hindia di Belanda bernama Indische Vereniging, yang dibangun bersamaan dengan berdirinya Boedi Oetomo pada 1908. "Di sini tak ada lagi inlander," kata Nazir. "Bekas inlander di Hindia Belanda menyebut dirinya dengan nama Indonesier". Hatta menyahut senang. "Kita sekarang, mahasiswa di Nederland, akan mengemukakan Indonesia sebagai nama Tanah Air." Semangat mudanya bertemu dengan spirit para senior di Belanda. "Mereka semua tumbuh dan mulai membaca persis ketika sekolah-sekolah di Hindia Belanda begitu gencar dimasuki oleh pandangan kaum liberal yang sedang marak di Tanah Rendah (Netherlands)," kata peneliti Mochtar Pabottingi dalam sebuah artikelnya. Hatta menuturkan pengalamannya tinggal di tengah orang kulit putih itu dengan segar: "Seakan ada langit baru yang terbuka di atas kepala. Perasaan "merdeka" itu menyeruak; membebaskan dari atmosfer sempit dan menyesakkan dari kehidupan kolonial," kata Hatta, seperti dikutip Mavis Rose dalam Indonesia Free, A Political Biography of Mohammad Hatta. Selama di Belanda, Hatta turut menjadi motor pergerakan pemuda. Hatta memimpin organisasi Indonesische Vereniging periode 1926-1930, periode terlama karena sebelumnya setiap ketua hanya menjabat setahun sekali. Ada empat pokok perjuangan yang melandasi mereka: persatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan swadaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar