Ini akhir yang tragis dari politik Islam ala
Ikhwanul Muslimin (IM). Dikalahkan rakyat Mesir diluar kotak suara adalah
menyakitkan. Para kader dan simpatisan IM mungkin saat ini sedang meratapi
nasib mereka yang memilukan. Belum lagi ancaman penjara dan kebencian dari
rakyat Mesir akan terus menggema. Sepertinya, rakyat
Mesir sudah memberikan talak tiga bagi politik Islam ala IM.
Tentu saja kita menyayangkan adanya kudeta
militer dalam sebuah negara demokrasi. Tak semestinya militer ikut campur dalam
urusan politik pemerintahan, ini adalah pukulan telak bagi demokrasi. Tapi,
suara jutaan rakyat Mesir yang menghendaki Mursi turun adalah juga harus
didengar. Saya tidak memuji keberanian militer Turki, tetapi saya memuji
keberanian rakyat Mesir dalam menghancurkan otoritarianisme.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa IM
hanyalah salah satu komponen dalam revolusi Mesir di tahun 2011. Ketika rakyat
Mesir menumbangkan rezim Mubarak, ada yang mengatakan bahwa peran IM saat itu
tergolong kecil. Tapi, keberuntungan justru berpihak pada IM saat pemilu
legislatif, IM secara mengejutkan memenangkan mayoritas suara. Kader IM pun kemudian
mendapuk jabatan presiden dalam pemilu presiden.
IM kemudian mencoba keberuntungan berikutnya
dengan memaksakan perubahan konstitusi. Banyak yang menentang perubahan
konstitusi yang dilakukan pemerintahan Mursi, yang pada intinya mengubah negara
Mesir menjadi negara berbasis syariah. Dalam referendum yang diboikot oposisi,
IM dengan mudah menggolkan konstitusi baru rancangannya.
Konstitusi baru juga ternyata dirancang untuk
memupuk kekuasaan hanya ditangan presiden. Lembaga negara lain digembosi kewenangannya
dan seakan hanya sebagai pajangan saja. Ini memang agenda IM untuk menguasai
semua institusi-institusi negara yang ada. Tapi, kali ini keberuntungan tidak
berpihak lagi pada IM. Pengelolaan negara hanya pada agenda-agenda IM membuat
kesejahteraan rakyat terabaikan.
Rakyat yang berjuang paling depan
menumbangkan rezim Mubarak tahun 2011 menganggap IM telah membajak revolusi. IM
dianggap hanya mementingkan kelompoknya, dan lupa pada agenda-agenda penanganan
masalah prioritas. Padahal Mesir bukan hanya IM, Mesir adalah bangsa heterogen
dengan perbedaan kepentingan yang mengiringinya.
Rakyat Mesir sebenarnya tidak peduli apa
ideologi pemerintahan yang ada. Rakyat hanya peduli pada tercukupinya kebutuhan
mereka, misalnya listrik yang tidak byar pet, BBM yang tersedia cukup, dan
pariwisata yang kembali menggeliat. Rakyat Mesir tidak peduli apakah pemerintah
menganut ideologi Islam, sekuler, atau bahkan komunis, yang mereka butuhkan
adalah negara menjamin kebutuhan mereka.
Sejak revolusi, rakyat Mesir sudah cukup
menderita. Sayangnya Presiden Mursi hanya sedikit memberikan kepedulian. Rakyat
yang tadinya memberikan harapan yang tinggi pada Mursi dan IM-nya menjadi tidak
sabar. Mursi tidak memiliki visi dan perencanaan yang jelas untuk mengatasi
masalah-masalah yang ada. Ketiadaan visi membuat rakyat Mesir menjadi frustasi.
Frustasi menjadikan Mursi dan IM sasaran
kemarahan rakyat. Bahkan yang tadinya mendukung kini menjadi penentang
utamanya. Tinggalah kader-kader IM berjuang mempertahankan Mursi sendirian.
Tapi waktu tidak bisa kompromi. Kekecewaan dan kemarahan rakyat sudah sampai diubun-ubun. Mursi dan IM nampaknya gagal membaca kehendak rakyat. Merekapun
akhirnya harus dimundurkan paksa.
Kini rakyat kembali memiliki kekuasaannya.
“Suara rakyat adalah suara Tuhan", jargon ini kembali terbuktikan. Tidak peduli
ideologi apapun yang anda usung, suara rakyat adalah suara Tuhan, begitulah
adanya.
Rakyat Mesir telah menemukan
“kebohongan-kebohongan” IM. Mursi memipin Mesir seolah-olah memimpin IM. Kaum
minoritas seperti kelompok Koptik, Syiah, dan sekuler ditekan dan dipinggirkan.
Tak salah bila kemudian mereka menjadi pendukung utama revolusi kedua ini.
Boleh dikatakan, apa yang terjadi di Mesir merupakan kejatuhan dari apa yang
dinamakan politik Islam.
Itulah nasib siapapun di dunia ini yang
mencoba menggunakan agama untuk kepentingan politik atau faksi. Di negara
modern, agama dan negara harus dipisahkan. Agama terlalu suci untuk ikut-ikutan dalam urusan politik pemerintahan yang sarat intrik. Jika maksa, rakyat akan
menghinakan siapapun yang menggunakan agama sebagai pijakan politik. Mesir dan
PKS di Indonesia adalah salah satu buktinya.
IM dihinakan dengan cara didongkel oleh
kekuatan rakyat, sedangkan PKS dihinakan dengan fustun.
Kini, pemerintahan baru Mesir telah
membekukan konstitusi yang dibuat oleh IM, otomatis kini Mesir kembali ke
konstitusi lama yang bercorak sekuler. Agenda penting saat ini bagi
pemerintahan peralihan adalah untuk secepatnya mengembalikan kepemimpinan sipil
yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Tak salah jika saya ucapkan, selamat datang
(kembali) Mesir yang sekuler!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar