Pada 7
Agustus 1938, W.R. Soepratman siap berangkat memimpin anggota Kepanduan Bangsa
Indonesia menyanyikan lagu Matahari Terbit, yang akan disiarkan oleh
Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij atawa NIROM--sekarang RRI.
Tiba-tiba polisi datang menangkap dan memenjarakannya di Lembaga Pemasyarakatan
Kalisosok. Ia dituduh membantu Jepang yang akan berekspansi ke Indonesia,
menggusur Belanda.
Ia akhirnya dibebaskan, tapi sejak itu Soepratman sakit-sakitan. Dalam
kondisi yang kian hari kian parah, ia ditemani Kasan Sengari, iparnya, dan Imam
Supardi, pemimpin redaksi Panyebar Semangat. Kepada Imam, ia membuka hati bahwa
ia tidak merasakan kebahagiaan hidup karena percintaan. Soepratman memang tidak
menikah. Namun, Imam tak menanyakan atau membahas lebih lanjut karena khawatir
karibnya makin kecewa. Maka, percintaan itu menjadi teka-teki hingga sekarang. Dalam
catatan tangan Kusbini, karib sesama komponis, Soepratman kerap datang ke
warung Asih di Kapasari atau warung Djurasim di Bubutan, Surabaya, untuk
menghibur diri. Paling-paling, ia melamun ditemani kue dan secangkir kopi.
“W.R. Soepratman menutup rahasia hidupnya dalam Taman Asmara,” tulis Kusbini.
“Taman Asmara” adalah istilah Kusbini untuk patah hati sahabatnya. Tengah
malam, 17 Agustus 1938, sang komponis tutup usia. Jenazahnya dikebumikan secara
Islam di Surabaya dan pada 31 Maret 1956 dipindahkan ke makam khusus di
Tambaksegaran Wetan, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar