Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Sabtu, 23 November 2013

Hatta dan Kata Indonesia

Mohammad Hatta bersekolah di Sekolah Dagang Rotterdam, atau Rotterdamse Handelshogeschool. Pada 1921 Hatta bergabung dengan organisasi Indische yang kemudian berubah menjadi Indonesische Vereniging. Saat itu istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah tenar digunakan oleh para pemrakarsa politik etis seperti Profesor Van Vollenhoven. "Sehingga kata "Indonesia" menjadi tanah air adalah ciptaan Indonesische Vereniging," kata Hatta, dalam Memoir yang ditulisnya pada 1979 seperti ditulisa dalam edisi khusus Sumpah Pemuda, Majalah Tempo. Menarik untuk diikuti bahwa saat pertemuan berlangsung, Darmawan Mangunkusumo demikian bersemangat dan berkata bahwa mulai saat itu mereka mesti membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederlands-Indie. Tapi Sastromoeljono menyindir dan mengatakan, "Itu kan teori saja, prakteknya bagaimana?" kata dia, seperti dikutip Hatta. Sindiran Sastromoeljono --kemudian menjadi hakim dan panitia persiapan kemerdekaan--terjawab. Dalam rapat diputuskan, mereka menerbitkan kembali majalah dwibulanan Hindia Poetra. Hatta pengasuhnya. Disepakati pula, setiap tulisan dalam majalah 16 halaman seharga 2,5 gulden setahun itu tak ada nama pengarang agar, "isinya mencerminkan pendapat kolektif," Hatta menulis. Penerbitan Hindia Poetra itu kemudian menjadi "praktek" manjur bagi para intelektual muda itu menyebarkan ide-ide antikolonial. Dalam dua edisi pertama, Hatta menyumbangkan kritiknya akan sewa tanah industri gula di Hindia Belanda yang merugikan kalangan tani. Tapak mereka sungguh berani. Tatkala Iwa Kusumasumantri menjadi ketua (1923), Indonesische mulai menyebarkan ide non-kooperasi, artinya berjuang demi kemerdekaan tanpa butuh kerja sama Belanda. Setahun kemudian, ketika Nazir (1924) memimpin Indonesische, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Giliran Soekiman Wirjosandjojo yang memimpin (1925), nama Indonesische Vereniging resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar