Dalam
Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928, Mohammad Yamin berperan sebagai
sekretaris. Secara
tata organisasi, Yamin bertugas mencatat segala pembahasan dalam kongres. Namun
kenyataannya, dia juga ikut berpidato.
Kata Ketua Kongres Pemuda II, Soegondo Djojopoespito,
Yamin memiliki gagasan nekat dalam pertemuan itu. Meskipun Belanda terus
mengawasi kegiatan mereka selama 24 jam, Yamin tidak takut menggelontorkan ide
soal tanah yang satu, bangsa yang satu, bahasa yang satu: Indonesia.
“Ia kesampingkan fakta bila Belanda masih menguasai Indonesia,” kata Seogondo
dalam Majalah Tempo edisi 2 November 2002, berjudul Secarik Kertas
untuk Indonesia.
Sebagai sastrawan, Yamin begitu mngedepankan imajinasinya. Tanpa takut ia
menyebut persatuan dan kebangsaan Indonesia adalah hasil pikiran serta kemauan
sejarah yang sudah berumur ratusan tahun. Menurut dia, semangat kemerdekaan
yang selama ini tertidur, kini telah bangun. “ Inilah yang dinamakan roh
Indonesia,” kata Yamin. Menurut Soegondo, ucapan Yamin itu terlalu bombastis,
terutama untuk Indonesia yang masih terjajah. Akan tetapi, efeknya menjadi luar
biasa kala didengar anggota kongres yang berusia muda. “Mereka anggap pemikiran
Yamin itu brilian,” ujar Soegondo.
Aksi Yamin tidak berhenti sampai di situ. Dia juga
memelintir fakta soal kehadiran pemuda di Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat
Raya 106, Jakarta Pusat. Kepada media massa, Yamin mengatakan bila peserta yang
hadir datang dari seluruh Indonesia. Yamin tidak bermaksud menipu. Ia hanya memberikan
kesan seolah-olah para pemuda di kongres itu khusus datang menggunakan kapal
atau perjalanan darat dari pelbagai daerah dan pulau. Padahal, utusan kongres
yang mewakili daerah kebanyakan datang dari Jakarta dan Jawa. “Ia lebih
mengutamakan efek daripada kebenaran,” kata Soegondo. Peran
Mohammad Yamin dalam Kongres Pemuda II memang tak bisa dipandang sebelah mata.
Berkat dia juga, rumusan Sumpah Pemuda tercipta. (Baca juga: Yamin, Sang
Perumus Sumpah Pemuda).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar