Angka buta huruf di Indonesia lebih kurang
berjumlah enam juta jiwa yaitu sekitar 8% dari total seluruh penduduk Indonesia.
Banyaknya jumlah jiwa yang masih mengalami buta huruf merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan bahwa negara kita masih belum maju, karena buta
huruf berkaitan dengan pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan salah satu
indikator kemajuan sebuah bangsa.
Permasalahan buta huruf bukanlah merupakan
sebuah masalah satu sektor saja, tetapi lebih kepada permasalahan yang
merupakan akibat dari beberapa sektor. Kemiskinan merupakan salah satu sektor
permasalahan yang mengakibatkan seseorang buta huruf, kenapa demikian ? Karena jika
seseorang hidup miskin maka seseorang akan banyak menghabiskan waktunya untuk
mencari penghasilan, selain itu juga jika seseorang itu miskin maka bagaimana
mungkin dia akan dapat memenuhi kebutuhan pendidikannya, apalagi ditengah
harga pendidikan yang kian melambung. Selain itu juga ada beberapa permasalahan
lainnya, seperti sulitnya mencari air bersih, dimana untuk mencari air bersih
yang harus menempuh jarak berkilo-kilo. Satu hal lagi yang saya tuliskan disini adalah permasalahan mental, dimana mental masyarakat kita yang lambat
laun terbentuk untuk berfikiran bahwa, “buat apa sekolah, nanti kalau
ujung-ujungnya jadi pengemis, dan bla-bla“.
Kondisi permasalahan buta huruf ini merupakan
masalah kita bersama. Ada beberapa pihak yang sudah mulai melakukan berbagai
gerakan, sebagai contoh gerakan Indonesia Mengajar yang dipelopori oleh seorang
Bapak Anis Baswedan yang merupakan seorang Top Young Leader versi majalah TIME.
Dan ada gerakan-gerakan dari bawah yang mulai mempelopori pemberantasan buta huruf
ini.
Disinilah letak peran penting para
intelektual yang sudah melek huruf, melek pengetahuan, dan melek terhadap
berbagai hal untuk dapat turun langsung. Peran lembaga pendidikan yang tertulis
dalam tri dharma perguruan tinggi yang salah satunya adalah pengabdian
masyarakat, masih terlihat tumpul dalam mengupayakan pengabdian terhadap
masyarakat. Karena terkadang program-program yang digulirkan cenderung
menghantam pada satu masalah, tetapi tidak mengatasi masalah lain yang
berkenaan. Hal inilah yang membuat program pengentasan buta huruf atau buta
aksara menjadi tidak efektif.
Melihat permasalahan diatas, kita biasanya
akan mencari kambing hitam, siapa yang akan dipersalahkan atas permasalahan
ini, apakah pemerintah atau siapa. Kalau kita sibuk mencari siapa yang salah
maka tidak akan ada habisnya. Untuk itu diperlukan solusi-solusi konkrit yang
bisa diaplikasikan dan dilaksanakan, berikut solusi yang bisa dilakukan : Berdiskusi dengan pihak institusi untuk
mengadakan program KKN yang intinya adalah penerapan keilmuan di tengah-tengah
masyarakat. Pengadvokasian KKN kepada insitusi merupakan langkah konkrit untuk
menyadarkan kembali kepada institusi bahwa mereka punya andil dalam mengabdi
kepada masyarakat sebagaimana tertuang dalam tri dharma perguruan tinggi. Ikut serta dan menjadi bagian dalam
program-program yang berkenaan dengan pemberantasan buta aksara. Membiasakan berdiskusi dengan masyarakat
sekitar sehingga menumbuhkan rasa kepedulian atau dalam bahasa yang lebih keren
yaitu "sense of caring". Dengan adanya rasa kepedulian maka kita akan dapat
merasakan bagaimana yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan akan membuat
kita semakin jelas dalam menentukan permasalahan apa yang saat ini harus
diselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar