Islam sebagai agama yang banyak dianut oleh
rakyat Indonesia selayaknya memiliki andil yang besar terhadap
pemberantasan kemiskinan bangsa ini. Sebagaimana kita maklumi bahwa kemiskinan
adalah masalah bangsa Indonesia yang tiada pernah menemui titik terangnya.
Dimana setiap tahun kemiskinan semakin bertambah yang biasanya didahului oleh
surplus Sumber Daya Manusia (SDM) usia remaja yang memasuki usia kerja. Karena
terbatasnya lapangan pekerjaan maka berdampak pada pengangguran yang
berimplikasi pada kemiskinan rakyat. Sebagai sebuah agama yang nilai-nilai
luhurnya bersumber dari Tuhan, maka Islam seharusnya mampu membaca
kondisi yang ada dan berusaha melakukan respon yang benar dan tepat guna.
Dengan demikian kemiskinan tidak lagi menjadi momok bangsa yang berlarut-larut
tanpa menemui jalan tengah (solusi). Dan hal ini juga karena hakikatnya ajaran
islam itu mengandung nilai-nilai implikatif yang responsif, konstruktif, dan
inovatif terhadap kehidupan umat manusia.
Islam dengan segala ajaran luhur yang
terkandung didalamnya memiliki proyeksi yang jauh ke depan yang bertujuan untuk
memelihara kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. Dalam Islam kita mengenal
zakat (baik fitrah maupun mal). Sebagai salah satu dari rukun Islam yang ke lima
zakat fitrah ternyata mampu memberikan solusi nyata (konkrit) dalam mengatasi
kemiskinan umat. Betapa tidak, setiap orang yang memiliki harta yang telah
mencapai nisab (batas minimal harta) dan haulnya (batas minimal waktu)
diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya dengan persentasi yang telah diatur
dalam syariat. Zakat itu nantinya akan didistribusikan kepada orang-orang fakir
lagi miskin dan tujuh golongan lainnya sebagaimana termaktub dalam Al-Quran
(Q.S. At-Taubah [9]: 61). Dengan demikian tidak akan ada lagi kesenjangan
sosial antara si kaya dan si miskin. Tidak ada lagi sikap saling mencurigai dan
mengintimidasi. Karena si kaya memilki kepedulian terhadap nasib orang miskin
dan si miskin pun merasa diayomi dengan santunan yang diberikan oleh kaum elit
(aghniya’) itu. Inilah yang kemudian kita sebut sebagai inti ajaran Islam yang
begitu memperhatikan perikemanusian.
Ibadah lain yang juga kita kenal dan selalu
kita kerjakan secara rutin, lima waktu dalam sehari semalam adalah shalat.
Shalat adalah ibadah yang dilakukan untuk melakukan kontak langsung dengan sang
khalik, Allah SWT. Dimana setiap muslim diwajibkan untuk menjalankannya tanpa
pengecualian. Dari ibadah shalat tersebut sejatinya memiliki nilai psikologis
yang tinggi dan sarat makna. Dalam shalat berjamaah, ritual ini akan dipimpin
oleh seorang pemandu yang disebut imam dan dibelakangnya terdapat jamaah yang
disebut makmum. Formulasi ini menggambarkan kepada kita bahwa hidup yang
teratur dan nyaman itu haruslah dibawahi oleh seorang pemimpin yang memiliki kredibilitas
tinggi dan berwibawa. Disamping rakyat yang patuh dan taat kepada pemimpinnya, selama pemimpin itu berada pada koridor (aturan) yang benar. Manakala pemimpin
itu melakukan kesalahan maka rakyat sepatutnya menegur dengan teguran yang
sopan dan tidak anarkis. Hal ini karena kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin
tidak selamanya disebabkan faktor kesengajaan, bisa saja karena kelalaian atau
lupa. Lebih jauh dari itu, seorang pemimpin pun harus merasa senang jika
kesalahannya diingatkan oleh rakyat dan bersedia untuk mundur dari jabatannya
jika ternyata dia tidak lagi mampu memimpin rakyatnya.
Perihal ibadah shalat diatas juga memberikan
pengertian kepada kita bahwa hidup yang teratur itu juga akan menjadikan
kehidupan rakyat sejahtera dan bahagia. Betapa tidak, pemimpin dan rakyat
berjalan seiring, sejalan dan selangkah menuju misi alias tujuan yang
diinginkan. Sehingga dalam melakukan segala hal, seluruh komponen masyarakat
dilibatkan tanpa terkecuali. Tidak ada lagi diskriminasi dan demarkasi antara
rakyat jelata dengan orang kaya yang berlimpahkan harta. Tidak ada lagi
golongan mayoritas dan tirani minoritas. Semunya berkedudukan sama dimata
Allah SWT. Yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya adalah derajat
ketakwaannya kepada-Nya semata. Sehingga sikap saling menghargai, menyayangi,
dan mengasihi akan terwujudkan (tercermin) dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian sikap serakah, mau menang sendiri, monopoli harta tidak akan kita
dapatkan lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara
memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap nasib saudaranya. Sikap
altruisme pun akan tumbuh dan berkembang pesat dalam kehidupan mereka. Hal ini
yang kemudian menciptakan iklim masyarakat yang sejahtera dan bahagia.
Selanjutnya adalah puasa, ibadah tahunan yang
dilakukan secara rutin oleh umat Islam setiap bulan ramadhan. Sebagai sebuah
ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang sudah mencapai usia
baligh (dewasa). Puasa didefinisikan sebagai usaha untuk menahan diri dari
makan, minum, senggama dan segala yang menbatalkan puasa sejak terbitnya fajar
sampai tenggelamnya matahari, tentu memiliki nilai dan makna filosofis yang
tinggi. Selain berfungsi untuk menjaga kesehatan puasa juga berguna sebagai
media bagi kaum muslim untuk merasakan (feeling) kondisi yang dialami oleh kaum
lemah lagi tidak mampu. Biasanya, setiap hari mereka menyantap makanan tanpa
batasan waktu namun ketika menjalankan ibadah puasa, waktu makan menjadi
terbatasi. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk solidaritas umat Islam terhadap
kaum lemah (dhuafa) dan orang-orang miskin (masakin). Dan jauh dari itu
sebetulnya puasa menyimpan hikmah yang luar biasa yaitu menumbuhkan sikap
kepedulian setiap muslim terhadap saudaranya sesama muslim yang tidak mampu.
Sikap itu ditunjukkan dengan kesediannya untuk memberikan sebagian rizki yang
didapatkan kepada mereka. Sehingga akan semakin mendekatkan mereka kepada kaum
lemah dari segi emosional dan tentu demi memperoleh keridloan Allah SWT.
Ibadah puasa diatas lagi-lagi berfungsi
sebagai sarana untuk mengentaskan kemiskinan bangsa dalam skala dan jumlah
yang besar. Rasa lapar dan haus yang dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa
(shaimun) akan mendorong mereka untuk berempati terhadap saudaranya yang kurang
mampu lagi membutuhkan bantuan, pertolongan, dan santunan. Sehingga tidak lagi
kita temui orang-orang yang terpaksa meminta-minta di jalanan. Tidak akan kita
jumpai orang-orang yang hidup dibawah garis kemiskinan yang mengenaskan dan
memprihatinkan. Semua rakyat akan hidup sejahtera, merasakan nikmat Tuhan yang
tiada pernah putus dan henti. Disamping itu bantuan yang diberikan tidak
selamanya berupa hal-hal yang sifatnya sementara (materi) tetapi juga bisa
berupa pemberian lapangan pekerjaan. Dengan demikian, para pengangguran akan
mendapatkan pekerjaan dan tentu akan mereduksi kemiskinan itu sendiri. Bantuan
juga dapat berupa pemberian modal usaha agar mereka juga bisa meyedot saudara
mereka untuk bekerja pada unit usaha yang mereka ciptakan dari modal usaha yang
didapat. Tentu, hal ini akan lebih efektif dan efisien demi memberantas
kemiskinan di bumi pertiwi tercinta ini.
Dan yang terakhir yang juga terbukti ampuh
untuk mengentaskan kemiskinan adalah ibadah haji. Haji adalah rukun Islam yang
ke lima yang wajib dijalankan bagi mereka yang sudah mampu. Mampu dalam arti
kecukupan biaya untuk melakukan perjalanan kesana, ada biaya untuk keluarga
yang ditinggalkan dan sehat jasmani maupun rohani tentunya serta adanya mahram
(pendamping) bagi perempuan. Ibadah haji banyak memberikan inspirasi umat Islam
untuk melakukan bisnis dan mengilhami manusia untuk menciptakan alat
transportasi modern. Betapa tidak, ketika musim haji tiba para penjahit tentu
akan kebanjiran pesanan untuk membuat pakaian ihram yang berdampak pada
melonjaknya omzet (pendapatan). Kelompok tertentu mengadakan bimbingan haji
plus demi kelancaran pelaksaan ibadah haji di Makkah Al-Mukarramah nantinya
bagi para calon jamaah haji. Tentu bimbingan haji ini tidak gratis tetapi juga
menghasilkan rezeki yang tidak kecil. Bimbingan ini juga tentu akan melibatkan
banyak orang dari kalangan akademis (ulama) yang juga akan membantu dan
memberikan peluang bagi mereka untuk mengais rezeki yang halal lagi baik. Disisi lain, jarak yang jauh antara Indonesia dan Makkah membuat manusia berfikir
untuk menciptakan alat transportasi baru. Dengan demikian mereka juga akan
mendapatkan keuntungan jika proyek mereka itu berhasil dan lebih jauh dari itu
kenyamanan pelaksaan ibadah haji akan dirasakan dengan adanya pesawat-pesawat
baru.
Para jamaah haji yang melaksanakan prosesi
ibadah haji di Makkah akan merasakan betapa indahnya ukhuwah dan kebersamaa
umat Islam. Di negeri (tempat) itu semua umat Islam dari segala penjuru dunia
berkumpul menggunakan pakaian yang sama, pakaian ihram yang berwarna putih.
Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan merasa senasib dan
sepenanggungan baik dalam ibadah maupun muamalah. Sepulang dari tanah suci,
jamaah haji akan kembali berbaur dengan masyarakat tempat mereka bermukim
sebelumnya. Mereka akan menceritakan kisah-kisah, pengalaman spiritual selama
berada disana. Hal ini tentu akan memberikan kontribusi, motivasi kepada
masyarakat untuk menumbuhkan spiritualitas mereka untuk konsisten (istiqamah)
mengabdi kepada Allah SWT. Selain itu para jamaah haji juga akan mengamalkan
pengalaman spiritual mereka di negeri tercinta mereka. Kebersamaan yang mereka
rasakan disana tentu akan mendorong mereka untuk meringankan beban sesama
muslim karena sudah merasa senasib dan sepenanggugan. Sehingga kebutuhan mereka
juga menjadi tanggung jawab bersama untuk memenuhinya. Dengan demikian predikat
haji mabrur itu akan didapatkan, yaitu akan mendapatkan balasan surga di
akhirat kelak (al-hajj al-mabrur laisa lahu jaza’ illa al-jannah).
Berdasarkan pemaparan diatas tentu akan
semakin menambah keyakinan kita akan kebenaran agama Islam yang selama ini kita
anut dan yakini. Ternyata semua unsur rukun Islam itu memiliki nilai filosofis
yang tinggi yang salah satunya adalah dalam rangka mengentaskan kemiskinan
bangsa. Hal ini lah yang akan memperkuat dua kalimat syahadat (syahadatain) yang
sudah sekian lama kita ikrarkan. Tidak ada lagi keraguan akan persaksian kita
bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang wajib disembah kecuali Allah SWT dan Muhammad
SAW adalah utusan-Nya yang membawa risalah ketuhanan dan keagamaan. Sehingga
pondasi keislaman kita akan semakin kuat dan tidak akan pernah goyah walaupun
badai kencang datang mengoncang sekalipun. Hal ini karena keyakinan yang
dilandasi oleh alasan, hujjah, dan bukti yang logis itu akan mudah dan tetap
terkristal dalam hati (qalbu) dibandingkan doktrin semata. Bagi kaum
non-muslim, jika mereka ingin mendalami hakikat dari ajaran Islam tentu akan
mereka dapati bahwa Islam adalah benar-benar agama yang peduli dengan umat,
kehidupan dan kemanusian. Hal ini tentu berdasarkan misi Islam yang akan terus
menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmah li al-‘alamin). Wallahu a’lamu bi
ash-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar