Nama
Soegondo Djojopoespito (1905-1978), Ketua Perhimpunan Pelajar-pelajar
Indonesia, haruslah dimasukkan juga dalam daftar orang-orang yang sudah berjasa
memperkenalkan lagu Indonesia Raya. Berkat
jasa Soegondo, maka lagu karya Wage Rudolf Soepratman, yang kemudian menjadi
lagu kebangsaan Indonesia itu, untuk pertama kalinya bisa diperdengarkan di
depan para pemuda, yaitu peserta Kongres Pemuda II, yang diselenggarakan pada
27-28 Oktober 1928. Lagu Indonesia Raya hampir saja tak jadi
diperdengarkan di depan para pemuda saat penutupan kongres di Kramat 106 pada
28 Oktober jika tak ada Soegondo, yang juga Ketua Kongres Pemuda II dan baru
berusia 23 tahun.
Mengapa hampir tak jadi? Soegondo agak waswas juga sebenarnya karena dalam
syair lagu Indonesia Raya itu ada kata-kata "Indonesia
Raya" dan "merdeka". Polisi-polisi
Belanda di masa-masa itu memang sungguh sensitif jika mendengar kata
"merdeka". Maka agar kongres tetap bisa berlangsung dengan mulus
sampai rampung, Soegondo yang sudah telanjur berjanji dan mengizinkan
Soepratman memainkan lagu itu, akhirnya memutuskan Soepratman tetap boleh
memperkenalkan lagu Indonesia Raya, tetapi tanpa syair pada penutupan
kongres.
Soepratman pun memainkan lagu itu dengan menggunakan biola. Indonesia
Raya/Merdeka Merdeka/Hiduplah Indonesia Raya. Indonesia Raya/Merdeka
Merdeka/Tanahku Negeriku yang Kucinta. Indonesia Raya/Merdeka Merdeka/Hiduplah
Indonesia Raya. Tak hanya soal lagu Indonesia Raya saja.
Majalah Tempo Edisi 36/37 tertanggal 2 November 2008 lewat tulisan yang
berjudul "Peran Soegondo: Sang Pemimpin yang Redup" menyinggung peran
Soegondo yang lainnya. Apalagi kalau bukan lantaran jasanyalah, maka bisa
tercetus keputusan yang saat ini dikenal sebagai "Sumpah Pemuda".
Pada masa itu tulisannya adalah "Soempah Pemoeda". Masih
ingat bagaimana isi teks Soempah Pemoeda itu? Soempah Pemoeda. Satoe, Kami
poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air
Indonesia. Doea, Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang
satoe, Bangsa Indonesia. Tiga, Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng
bahasa persatoean, Bahasa Indonesia. Djakarta, 28 Oktober 1928.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar