Para ahli sering mendefinisikan sebagai “the
discipline which can act as the performance index or reference for our control
system”. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan
mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertian secara
khusus dikaitkan dengan interaksi sosial kita, etika dirupakan dalam bentuk
aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk mengontrol segala macam tindakan yang secara
logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang. Dengan demikian, etika adalah
refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“, karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri.
Moral lebih mengacu pada baik-buruknya
manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau
apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam kehidupan sosial,
semua masyarakat mempunyai aturan moral yang membolehkan atau melarang
perbuatan tertentu. Tata laku itu harus diikuti oleh anggota masyarakat dan
akan menimbulkan “hukuman” bagi pelanggarnya. Ukuran moral harusnya didasarkan
pada nilai budaya yang timbul dan berkembang di masyarakat dan atau agama yang
dianut.
Etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia dapat digali dari Pancasila yang merupakan dasar negara.
Pancasila memancarkan nilai-nilai etika dan moral yang harus ditumbuhkembangkan
dan diimplementasikan oleh setiap individu warga negara Indonesia. Etika dan
moral berbangsa dan bernegara perlu dianggap sebagai etika terapan karena
aturan normatif yang bersifat umum, diterapkan secara khusus sesuai dengan
kekhususan dan kekhasan bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai etika
khusus, etika dan moral berbangsa merupakan kontekstualisasi aturan moral umum
dalam situasi konkret.
Etika dan moral berbangsa ini, setidaknya
terdiri dari tiga, yaitu : pertama, etika dan moral Individual yang lebih
menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu
prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip
integrasi pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam
rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi yang bermoral.
Kedua, etika sosial yang mengacu pada kewajiban dan hak, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya.
Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai
makhluk individual dan sosial. Etika individual dan etika sosial berkaitan erat
satu sama lain, bahkan dalam arti tertentu sulit untuk dilepaskan dan
dipisahkan satu sama lain. Ketiga, etika Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan
hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai kelompok
dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan hubungan antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau
tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
Sejak tahun 2001, MPR-RI mengeluarkan
Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Lahirnya
TAP ini, dipengarui oleh lemahnya pemahaman terhadap etika berbangsa,
bernegara, dan beragama. Latar belakang munculnya kekahwatiran para wakil
rakyat di MPR tersebut terungkap sejak terjadinya krisis multidimensi yang
memunculkan ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa, dan terjadinya
kemunduran pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik
sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam
pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan
berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk menyegarkan ingatan kita semua, ijinkan
saya menguraikan secara ringkas etika yang dimaksudkan dalam ketetapan MPR ini,
yaitu : Pertama Etika Sosial dan Budaya yang bertolak
dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur,
saling peduli, memahami, menghormati, mencintai, dan saling menolong diantara
sesama manusia. Sejalan dengan itu, perlu ditumbuhkan budaya malu, yakni malu
berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa. Dan budaya keteladanan yang harus diwujudkan
dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal. Kedua, adalah Etika Politik dan Pemerintahan
yang dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif
serta menumbuhkan suasana politik yang demokrasi yang bercirikan keterbukaan,
tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam
persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat lain yang lebih benar, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam
kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara
memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, dalam
rangka memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara. Etika ini diwujudkan
dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang toleran, tidak
berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan
kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji
lainnya. Ketiga adalah Etika Ekonomi dan Bisnis, yang
dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh
perseorangan, pemangku kepentingan, maupun pengambil keputusan dalam bidang
ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan
yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan
ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi yang berpihak kapada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berkesinambungan. Etika dapat mencegah terjadinya praktek-praktek monopoly,
oligopoly, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Keempat adalah Etika Penegakan Hukum yang
Berkeadilan, yang dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial,
ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan
terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Etika ini
meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan hukum secara adil,
perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat
kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum. Kelima adalah Etika Keilmuan yang dimaksudkan
untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada
kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai
agama dan budaya. Dan keenam adalah Etika Lingkungan, yang menegaskan
pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta
penataan tata ruangan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Berkaitan dengan etika dan moral bangsa,
terdapat beberapa hal pokok yang yang ingin ditegaskan, yaitu : pemahaman
terhadap etika dan moral bangsa dewasa ini menjadi penting, mengingat adanya
krisis sosial, budaya, dan moral, yang terjadi terutama dapat disaksikan dalam
berbagai bentuk disorientasi ditengah masyarakat kita. Seperti, disintegrasi
sosial-politik yang bersumber pada euforia kebebasan; lenyapnya kesabaran
sosial dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah
melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarkhi, merosotnya penghargaan dan
kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial.
Etika dan moral merupakan panduan universal
yang merawat cita-cita kehidupan bernegara untuk mencapai tujuan asasinya,
yaitu kehidupan yang berjalan diatas nilai-nilai budaya bangsa. Setiap sikap
dan perilaku di ruang publik, harus mencerminkan nilai-nilai itu, agar
cita-cita dan keutuhan masyarakat tetap terjaga. Konsepsi dasar etika dan moral
sebuah negara, perlu terus mengacu pada konsensus nilai-nilai yang ada, yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat, terutama nilai-nilai mayoritas yang
menjadi sebuah keniscayaan dalam mewarnai tata perilaku warga bangsa. Hal ini
akan terjadi, jika politik kekuasaan berjalan diatas landasan demokrasi dan
menempatkan rakyat sebagai yang berdaulat.
Etika dan moral lahir dari nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat, yang tujuannya adalah menjalin kebersamaan, merawat
kesatuan, dan mencapai kehidupan yang tenteram, harmonis, dan sejahtera. Nilai
merupakan landasan perilaku dalam seluruh sendi kehidupan, bukan sebagai
legitimasi atau hiasan belaka. Moral dan etika dalam perilaku masyarakat,
termasuk dalam politik bernegara adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan,
karena menafikkan salah satunya berarti menarik kegiatan politik dari dimensi
sosial dan hanya menjadi urusan pribadi.
Mengacu kepada empat pilar dalam kehidupan
berbangsa, sebagaimana yang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan oleh MPR,
pada hakekatnya, semuanya berkaitan dengan tata etika dan moral bangsa yang
terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Namun
demikian, berbagai tokoh agama berpendapat, dan secara pribadi saya sangat
mengapresiasi pandangan positif tokoh agama tersebut, bahwa sesungguhnya diatas
empat pilar, ada acuan yang dipandang sangat mendasar, yaitu agama yang
menjadi payung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar