Ada anak bertanya pada bapanya
“Pa puasa itu untuk apa ?”
“Nak, puasa itu supaya engkau bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang miskin”
“Lalu pa org miskin itu berpuasa supaya bisa merasakan apa pa ?”
Mungkin sebagian diantara kita pernah mendengar wejangan diatas dari orang tua kita, guru kita mengapa kita harus Puasa di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan kita sambut.
Sebagian orang akan menyambut sang Ramadhan dengan suka cita, sebagian lagi yg berpura2 suka cita padahal sebal dgn datangnya sang Ramadhan hanya karena takut disangka tidak alim, sebagian lagi yg terang-terangan menyatakan sebal, malas Ramadhan harus datang.
Suka atau tidak suka Ramadhan tetap akan datang dan bagi yang Beriman maka diwajibkan baginya Berpuasa, syaratnya adalah Beriman bukan penganut agama Islam saja, jadi jangan Ge-er kalau puasa Ramadhan nanti hanya untuk kaum muslim.
Lalu untuk apa puasa ?
Untuk merasakan bagaimana rasanya hidup sebagai org miskin yang kekurangan makan ?. Seandainya untuk itu maka timbul lagi pertanyaan orang miskin puasa untuk merasakan apa ?
Seandainya kita sadari, puasa itu bertentangan dengan sifat alamiah manusia yang cenderung melampiaskan, yang selalu butuh, sedangkan Puasa adalah tidak makan tidak minum, puasa adalah mengatakan Tidak untuk sesuatu yang bisa kita lampiaskan dengan Iya, puasa itu tidak butuh segala sesuatu, dan semua itu bukanlah sifat manusia, akan tetapi itu semua sifat Gusti Allah.
Gusti Allah tidak makan, tidak minum, tidak butuh segala sesuatu, walaupun berkuasa dan bisa saja melenyapkan semua makhluknya yg ingkar tidak akan mengurangi atau menambah kekuasaanNya namun Gusti Allah tidak lakukan itu, artinya sebetulnya dalam berpuasa itu kita diminta untuk mensifati diri kita dengan sifat Gusti Allah, supaya kita mengenal dan mencintaiNya. Oleh karena inti puasa adalah sifat Gusti Allah, maka wajarlah malaikat pun tidak bisa mencatat pahala orang yang berpuasa, kelak apakah timbangan pahala bisa menimbang sifat Gusti Allah ?, saya rasa tidak akan pernah bisa, bagaimana bisa Makhluk menimbang sifat Gusti Allah ?
Sebaliknya Gusti Allah pun terkadang mensifati diriNya dengan sifat hambaNya. Dalam surah Al Baqarah ayat 245, Gusti Allah bertanya Siapakah yang mau meminjamkan Harta dengan pinjaman yang baik kepadaNya ?.
Tentu ini jangan dipahami secara harfiah bahwa Gusti Allah butuh Uang atau Harta, tetapi Gusti Allah sedang mendekati hambaNya dengan menurunkan sifatNya kepada sifat hamba, dapat dianalogikan seperti kita orang tua memperlakukan anak kita bukan dengan sifat kita, sifat orang dewasa, tetapi dengan sifat anak-anak yang sedang bermain, pernah kita bermain dengan anak kita dan kita berlaku/bersifat seperti anak kita ?, pasti setiap orang tua akan seperti itu secara reflek dikarenakan rasa cinta kita terhadap anak kita.
Begitu pun Gusti Allah ketika mensifatkan diriNya dengan sifat hamba hakekatnya Gusti Allah sedang mendekati hambaNya, mewujudkan cintaNya agar Hamba merasakan kasih sayangNya.
Marhaban ya Ramadhan, selamat menjalankan Puasa Ramadhan bagi yang sudah sangat merindukan, pura-pura rindu, dan yang terang-terangan sebal bahkan malas. Semoga kita bisa menjadi Hamba yang bisa bersifat seperti sifat-sifat Gusti Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar