Pilpres adalah salah satu mekanisme penyeleksian mencari figur pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang terbaik. Tentu sebelum ditetapkan sebagai calon pasangan resmi oleh KPU, terlebih dahulu masih “diseleksi” oleh partai politik, bahkan sejak beberapa tahun lalu. Oleh sebab itu, kita harus menghargai apapun yang menjadi keputusan penyelenggara pilpres dan apapun yang menjadi “pilihan” partai politik tersebut.
Pasangan Capres-Cawapres yang sudah tersedia untuk kita pilih itu, mau tidak mau keduanya harus kita hargai dan dibanggakan. Mereka merupakan pilihan saudara kita yang sedang duduk di jajaran elite politik, itulah pilihan mereka. Sudah bukan waktunya untuk menggunggat dan mencari kesalahannya. Jadikan semaunya berjalan dengan damai dengan mendinginkan hati rakyat yang mulai memanas. Biarkan rakyat yang menentukan dengan wawasan dan pengetahuannya.
Selama ini media massa, tokoh politik, tokoh agama, negarawan, budayawan, paguyuban, ormas, dan oknum-oknum telah berboyong-boyong mendukung pasangan Capres-Cawapres tertentu. Mereka mungkin lupa, seharusnya rakyat adalah raja dan pemilik pilpres ini. Penentu kemenangan pilpres adalah rakyat itu sendiri. Bila cara-cara yang mereka gunakan terlalu berlebih, tidak mungkin rakyat malah apatis dan tidak akan menggunakan hak suaranya (golput).
Lebih baik kita saling menjaga harga diri dalam pilpres tahun ini dengan cara yang elegan. Jangan bodohkan rakyat kita dengan kampanye-kampanye dan membangun opini yang tidak bermutu. Jadikan rakyat kita pintar dalam berpolitik dan menggunakan hak suaranya. Dengan itu jauh ke depan dan seterusnya diharapkan rakyat akan lebih cerdas dalam memutuskan, sehingga proses penyeleksiaan bisa menghasilkan elite-elite politik yang bermutu tinggi.
Rakyat sudah terlalu jijik dan muak dengan “pertengkaran-pertengkaran,” sindir-menyindir, dan tuduh-menuduh antara satu pendukung dengan pendukung lainnya. Cara yang tidak cerdas dan tidak dewasa itu semakin lama semakin menggila. Alih-alih ada usaha saling berdamai dan meredam satu sama lain, mereka malah semakin gencar dan berambisi untuk memenangkan pilpres kali ini.
Bila hal itu terus dilakukan, maka tidak mustahil tujuan pilpres yang awalnya untuk “kebahagiaan” rakyat akan menjadi agenda dramatis dan traumatis bagi rakyat. Dengan kata lain, rakyat hanya dijadikan alat atau bahkan korban untuk memuluskan jalan. Rakyat bukan yang akan “menentukan” pilihan secara sadar, logis, tenang, dan nyaman. Akan tetapi opini yang terbangunlah yang menentukan arah pikiran mereka. Kesimpulannya, rakyat hanya dijadikan robot yang sudah terprogram dengan ”aplikasi” opini-opini yang di-isntall secara tidak berimbang.
Rakyat telah dibungkam oleh media massa jenis apapun itu dengan “aksi” yang membingungkan. Yakni, membiaskan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hitam dan mana yang putih, serta mana yang mampu dan mana yang tidak mampu melakukan. Sebenarnya bagi rakyat terutama bagi yang tidak fanatik pada calon presiden tertentu, mereka tidak peduli siapa yang akan menang dalam pilpres kali ini. Entah itu siapapun Presidennya yang terpenting kepastian hidup aman, sejahtera (hidup layak), dan bahagia bagi mereka sudah cukup. (Banjirembun/08/06/14)
Saudaraku setanah air mari kita ajari para elite politik dan para bangsawan fanatis-nya untuk berkampanye secara cerdas, mendidik, dan berimbang!
Ingat, Pilpres itu milik rakyat bukan milik segerombolan orang yang berambisi! Mari kita rebut kedaulatan pilpres tahun ini!
Rakyat yang menggiring mereka, bukan mereka yang menggiring rakyat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar