Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Jumat, 13 Juni 2014

Pandawa Itu Jahat Kurawa Yang Baik

Pandawa dan Kurawa. Keturunan Bharata atau Raja Sentanu dari tanah India. Yang dikenal di seantero jagad meski telah berlalu puluhan abad karena perang saudaranya yang termasyhur, Bharatayuda, perang saudara keturunan Bharata.
Perang Bharatayuda adalah perang zero sum game, ada pemenang tidak ada yang kalah. Kok bisa tidak ada yang kalah? Karena yang kalah tidak ada (lagi), keluarga Kurawa ditumpas habis, kakek, ayah, paman, saudara, anak, cucu semua musnah tidak ada yang hidup menyerah.
Orang Indonesia khususnya di pulau Jawa ikut mengenal epos Bharatayuda ini, bersama masuknya agama-agama dan budaya dari India. Bahkan orang Jawa di desa yang pelosok dan jelata, menganggap kisah ini asli dari tanah Jawa.
Tapi Pandawa itu baik dan Kurawa itu yang jahat !!! Ya, begitulah yang selama ini dikisahkan. Kisah yang sebenarnya adalah sejarah yang diturunkan awalnya secara lisan dan dibukukan oleh Resi Viyasa atau Begawan Abiyoso dalam lidah Jawa. Bukti-bukti sisa peninggalan berupa sisa-sisa bangunan masih bisa ditemukan di tanah India. Dimana padang Kurusetra tempat perang berlangsung, sisa-sisa artefak pondasi bangunan kerajaan Amarta di New Delhi, sisa-sisa kerajaan Dwarawati tempat Prabu Kresna di pesisir yang ditelan tsunami.
Karena kisah ini sebenarnya adalah sejarah, sedangkan sejarah itu ditulis oleh pemegang kekuasaan. Bagaimana kisah dan bentuk sejarah, terserah dan tergantung kepada penguasa yang menulisnya. Siapapun orangnya dengan latar belakang agama dan budaya apapun ingin dianggap sebagai orang baik. Orang yang jahat sekalipun yang tahu dan sadar bahwa dirinya jahat, juga ingin dikenal, dilihat, disebut dan dianggap sebagai orang baik. Maka dituliskanlah kisah dengan tokoh-tokoh baik dan jahat di dalamnya. Dan siapa yang baik? Pasti pihak penulis kisahnya. Siapa yang jahat? Pasti pihak lawannya.
Dan Pandawa adalah yang memenangkan perang dan merebut kekuasaan. Pandawalah yang menuliskan sejarah yang menjadi kisah untuk dituturkan kepada anak dan cucunya. Semua kejadian dalam perjalanan hidup mereka bisa direka ulang dengan alur dan makna yang dapat dibolak-balikkan sesuai dengan keinginan. Kurawa habis tumpas tidak menyisakan seorangpun untuk bisa menyanggah kisah versi Pandawa. Karena itu kita mengenal kisah Bharatayuda dengan Pandawa sebagai satria-satria di pihak yang baik dan mulia, dan Kurawa adalah pihak yang jahat, culas, licik serta semua konotasi negatif lainnya.
Ketika saat ini dalam suasana kampanye Pilpres 2014 identitas Pandawa dibawa-bawa dalam jargon-jargon kampanye, dan masing-masing kubu pendukung Capres mengidentifikasikan kelompoknya sebagai Pandawa - dan pihak lain otomatis adalah Kurawa. Bahkan ada yang Capresnya sendiri yang menunjuk kubu lawan adalah Kurawa.
Anggap saja kedua calon pemimpin ini beserta rombongan pendukungnya adalah sama-sama Kurawa. Dan sesuai kisah, Kurawa adalah keburukan. Semua nilai-nilai dan sifat jahat bisa disandangkan kepadanya. Walau para penuduh Kurawa ini paling hanya bisa menyebut satu atau dua macam keburukan kepada lawannya yang Kurawa. Akan burukkah bagi masa depan negeri ini bila nanti dipimpin sang tertuduh Kurawa?
Apa yang sekarang dianggap baik mungkin ternyata buruk kenyataannya yang nanti terjadi.
Dan apa yang sekarang dikira buruk mungkin nanti kenyataannya lebih buruk lagi.
Tapi rakyat Indonesia sudah lama menderita di bawah pelbagai macam penguasa buruk. Sudah kebal. Satu lagi penguasa buruk naik memimpin akan semakin memperkuat harapan rakyat akan datangnya pemimpin pujaan yang senantiasa ditunggu-tunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar