Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Kamis, 30 Januari 2014

Fakir Miskin dan Anak Jalanan Dipelihara oleh Negara ?

Saya sempat mendengarkan opini teman saya yang akhir-akhir ini sangat intens sekali memperhatikan Jokowi-Ahok sebagai pemimpin Jakarta. Beliau selalu mengidam-idamkan bisa bertemu DKI1 itu untuk mengaspirasikan keinginannya untuk Jakarta (walaupun dia tinggal diluar Jakarta). Tapi akhir-akhir ini beliau sedikit mengeluhkan apa yang biasanya terjadi di jalanan. Seperti kita ketahui hampir di setiap lampu merah di Jakarta ataupun kota besar lainnya terdapat pengemis dan anak jalanan yang siap merongrong kita dengan wajah melas dan berpenampilan lusuh. Apa semua itu mengganggu dan merasa tidak menyenangkan untuk anda ? Ataukah saking sangat seringnya kita melihat hal tersebut, jadi dianggap biasa ? Jika kita sedikit menilik ke arah hukum Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 jelas dikatakan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. 
Seseorang dikatakan masih anak-anak saat dirinya belum menginjak usia 18 tahun dan belum menikah, akan tetapi jika dirinya belum 18 tahun tapi sudah menikah maka bisa dikatakan orang tersebut adalah dewasa. Jika kita melihat definisi secara keseluruhan Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan : kemiskinan, salah seorang dari orang tua/wali sakit, salah seorang/kedua orang tua/wali pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh) sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar dengan wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial. 
Kalau memang Jakarta (atau mungkin seluruh kota di Indonesia) memiliki masalah yang sama terkait anak-anak terlantar, apakah itu artinya anak-anak jalanan itu adalah disahkan oleh negara untuk mengemis di jalanan ? Ataukah anak jalanan itu tidak tersentuh hukum ketika dia mengganggu perjalanan orang lain ? Ataukah selama ini kita sudah melihat ada tindakan dari pemerintah untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar tersebut ? Atau mungkin kita bisa menjeratnya dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan ? Sudahlah mungkin terlalu ekstrim jika seperti itu. 
Namun yang semakin membuat saya miris adalah anak-anak itu mengemis karena orang tuanya yang menginginkan mereka begitu. Terkadang orang tua mereka tidak segan untuk melakukan tindakan kasar jika mereka tidak menghasilkan uang. Apakah orang tua mereka bisa di tindak secara hukum karena ekploitasi anak ? Kemana Komnas Anak ? Apakah mereka hanya “memelihara” anak-anak yang sanggup membayar mereka ? Ironi memang, karena Indonesia termasuk negara terbesar ketiga yang mempekerjakan anak. Padahal sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang berbunyi : “Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara”. Dari undang-undang tersebut seharusnya banyak orang bisa berkaca dan menuntut orang tua mereka dijerat hukum dan dipidanakan. Tapi apa daya negeri ini terlalu sibuk dengan statusisasi dan konspirasi kemakmuran  sehingga mereka tidak mempedulikan anak-anak yang seharusnya menikmati pendidikan dan masa kecil mereka yang indah tapi malah jadi suram karena harus beralih profesi menjadi seniman jalanan. 
Apa kontribusi kita untuk mereka ? Memberi mereka uang saat mereka mengemis ? Atau malah memarahi mereka karena mereka mengganggu kita ? Itu tak penting, memberi atau tidak memberi mereka tetaplah menjadi seniman jalanan karena nasib mereka bukan tergantung dari pendapatan mereka perhari, tapi dari orang tua yang mempekerjakan mereka.
Akhir kata obrolan saya dengan teman saya, beliau berkata : ”Kenapa mereka para koruptor seperti Ustadz Lutfhi Hasan, Ustadz Fatanah, Ustadz Anas Urbaningrum, Ustadz Andi Mallarangeng tidak menikahi Ibu anak-anak jalanan untuk sedikit menghapus dosa mereka setelah korupsi, daripada harus menikahi Darin Mumtazah dan “Mengorder Cinta” ke Vitalia Seisya, Dasar Pecinta Pantat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar