Banyak sudah waktu, tenaga, pemikiran, dan
uang yang dihabiskan untuk menangani masalah AIDS ini, tetapi mengapa jumlah
penderitanya terus meningkat ? Bahkan menurut data statistik yang resmi
dikeluarkan oleh Pemerintah, penderita HIV dan AIDS di kalangan usia muda
meningkat hingga mencapai angka 600 persen. Apa gerangan yang terjadi ?.
Pandangan dan sikap terhadap seks pada
umumnya tidak lebih dari sebatas masalah “seonggok daging di belahan paha”
saja. Bahkan di dalam kamus pun seks diuraikan hanya sebagai jenis kelamin
semata. Semua itu pun dianggap sebagai sesuatu yang benar karena realistis dan
karena memang paling umum diyakini.
Sementara itu, hanya sedikit sekali yang mau
melihat seks dari sisi pandang yang berbeda dan lebih luas lagi. Memang tidak
mudah untuk mau melepaskan diri dari zona yang nyaman meski merasa diri mampu
dan sering mengucapkannya.
Hingga kemudian, seks ini pun hanyalah
menjadi sebuah objek semata. Bagaimana bisa lebih dari itu bila ada pembatasan
terhadap seks itu sendiri ? Tidak mengherankan kemudian bila seks ini menjadi
sesuatu porno, tabu, dan dianggap merusak serta menjerumuskan. Memang bila
hanya menjadi objek, seks akan menjadi demikian, kok! Pemikiran dan cara
pandang kita sendirilah yang membuat seks ini menjadi remah dan tidak dianggap
penting selain hanya sebagai bagian dari hasrat semata.
Lain ceritanya bila semua bisa berpikir bahwa
seks itu tidak mesti porno sebab seks itu tidak akan menjadi porno bila kita
menjadikannya sebagai sebuah subjek. Seks akan menjadi sebuah ilmu yang bisa
terus digali dan terus dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kehidupan yang lebih
baik dan juga masa depan.
Seks itu adalah titik awal kehidupan dan
kehidupan itu sendiri. Itu menurut pendapat saya, bila pun dianggap tidak
realistis ataupun tidak logis serta irasional, tidak masalah. Silahkan mencari
dan menemukannya sendiri, apa seks itu yang sebenarnya. Itu sangat baik dan
penting. Dengan senang hati saya menanti hasil buah pemikiran dari siapapun
yang mau melakukannya.
Berpikir tentang seks itu menyenangkan
sekali. Bukan hanya soal bagaimana melakukan hubungan seksual, tetapi jauh
lebih menyenangkan lagi bila kita mau berpikir soal arti dan makna seks itu
sendiri. Tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah selesai untuk diuraikan
dan dipikirkan. Seks itu menyangkut seluruh bagian dalam kehidupan ini dan
tidak memiliki batas. Bayangkan saja bagaimana bila kita tidak dianugerahi
seks ? Seperti apa kehidupan kita ini ? Apakah kita ada ?.
Nah, karena sangat “menyeluruh” inilah yang
dilupakan, maka menurut saya, menjadi alasan utama atas kegagalan dari segala
bentuk pendidikan seks ataupun penganggulangan yang ada. Penanggulangannya
tidak dilakukan secara menyeluruh dan tidak juga dimulai dari akar permasalahan
yang ada tetapi hanya sebagian-sebagian saja dan potong jalan di tengah. Mana
bisa semua itu menghasilkan buah yang lebih manis?! Jika hanya berkutat di
masalah medis, psikologis, pendidikan, dan sosial budaya saja, lalu dilakukan
sendiri-sendiri pula, tidak akan pernah ada perbaikan sama sekali. Untuk tahu
apa yang membedakan dan menjadikan pria itu pria danperempuan itu perempuan
saja masih pada bingung jawabannya, sudah loncat ke urusan kondom. Bagaimana
bisa menyelesaikannya ?.
Salah satu contoh yang paling sering terjadi
adalah di mana kita selalu menyalahkan ketabuan atas seks. Padahal, menurut
saya, tabu atau terbukanya pendidikan seks, sama-sama memiliki masalah.
Masalahnya sama juga dan sama-sama tidak bisa menyelesaikan masalah. Begitu
juga dengan masalah pandangan serta budaya Barat dan Timur yang sering
diperdebatkan, bukan itu inti permasalahannya. Coba perhatikan, bukankah di
seluruh dunia ini, masalah seks itu sama ? Kenapa bisa sama kalau berbeda cara
pendidikannya, beda budayanya, dan beda pandangannya ?.
Sekarang saja masih ada pemimpin bangsa yang
berpikir bahwa untuk menanggulangi masalah AIDS dan pergaulan seks bebas remaja
adalah dengan cara melakukan tes keperawanan. Padahal baru saja ada pemimpin
lain dari daerah Jambi yang dikritik keras masalah ini. Eh, sekarang dari Medan
ada lagi. Sungguh membuktikan betapa sempit dan kotornya pemikiran tentang seks
ini. Bila pemimpinnya saja bisa berpikir sedemikian rupa, bagaimana dia bisa
membawa masyarakatnya menuju kehidupan yang lebih baik ?.
Herannya lagi, semua selalu disangkutpautkan
dengan masalah moral, etika, norma, dan juga agama serta keyakinan dan
kepercayaan. Okelah, semua itu memang ada sangkut pautnya, namun moral yang
seperti apa dulu, nih ? Apa yang dimaksud dengan moral ? Apa itu etika ? Apa
itu norma ? Bila moral, etika, dan norma ini pun tidak dimengerti dan dipahami
dengan baik, tidak perlulah dulu kita bicara soal agama, keyakinan, dan
kepercayaan karena itu jauh lebih rumit dan tidak mudah untuk dimengerti
ataupun dipahami. Kenapa ? Prinsip dasar atas semua ini, yaitu adil dan
keadilan itu sendiri tidak dimengerti dan dipahami dengan baik, bagaimana bisa
mengerti yang lainnya ? Untuk bisa jujur dan mengakui masalah seks diri sendiri
saja sulit, apalagi untuk mau mengakui apa dan siapa diri yang sebenarnya. Ya,
kan ?.
Yah, memang tidak akan pernah ada hubungannya
bila tidak melihat gambaran lebih luas, jernih, dan mau menarik garis dari
belakang. Disadari tidak disadari seks adalah sumber kekuatan yang paling
besar. Diakui tidak diakui juga bahwa sebenarnya seks itu adalah senjata yang
paling ampuh dan paling mematikan. Apa yang tidak bisa dilakukan dengan seks ? Berita tentang kasus video porno artis saja bikin guncang dunia ekonomi dan
bisnis. Ya, kan ?.
Dari kasus itu saja sudah jelas bagi saya
bagaimana sebenarnya keadaan psikologis dan sosial politik masyarakat. Jelas
banget kerancuan mana yang sakit jiwa mana yang tidak. Kelihatan pula “manusia
penonton”-nya. Lebih jelas lagi sejauh mana seks itu dianggap penting sekaligus
ditutupi dan diputarbalikkan serta dijadikan sarana untuk merusak, menipu, dan
membodohi.
Buktinya lagi, sudah berapa banyak di antara
kita yang salah memilih pemimpin dan lalu menyesalinya kemudian ? Tidak ada
yang memperhatikan sih, bagaimana mereka memanfaatkan daya tarik seksual serta
politik seks mereka. Tidak ada juga yang memperhatikan masalah seksual dan
kejiwaan perilaku seksual mereka. Padahal, bila semua itu terungkap, tidak ada
yang bisa ditutupi. Ketahuan jelas bagaimana mereka semua itu bisa berpikir,
bertindak, berperilaku, dan mengambil keputusan. Ketahuan pula apa motivasi
mereka yang sebenarnya untuk menjadi pemimpin.
Oleh sebab itulah, saya menolak pendidikan
seks di sekolah. Pendidikan seks yang seperti apa dulu ? Begitu juga dengan
pengenalan tentang budaya seks. Budaya yang seperti apa dulu, nih ? Kalau tidak
ada perubahan yang lebih baik, hanya akan menjadi sebuah kesia-siaan belaka.
Bisa jadi bahan dan ladang korupsi baru juga. Sekarang saja sudah banyak yang
memanipulasi atas nama pendidikan seks dan penanggulangan AIDS. Pakai menjual
duka dan kesedihan pula.
Saya tidak mengatakan bahwa saya lebih baik
dari yang lainnya, tetapi saya mencoba untuk mengajak semua berpikir kembali
atas apa yang telah terjadi dan apa yang telah dilakukan. Tidakkah kita
seharusnya selalu melakukan introspeksi diri agar semua yang dilakukan ke depan
itu menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat lagi ? Apakah kita tidak
menginginkan kehidupan dan masa depan yang lebih baik ? Semoga semua mau menghormati dan menghargai seks sebagai
anugerah terbesar dan terindah dari-Nya. Sekali lagi, seks itu tak mesti porno
karena seks itu bukan hanya seonggok daging di belahan paha saja. Seks adalah
titik awal kehidupan dan kehidupan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar