Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Rabu, 01 Januari 2014

Hari Anti-HIV/AIDS Sedunia : Sebuah Refleksi bersama Aktivis HIV/AIDS

1 Desember menjadi peringatan hari anti HIV/AIDS sedunia. Tentu saja bukan berarti HIV/AIDS hanya dilawan pada hari itu dan kemudian hari-hari lain kita boleh tutup mata dan tidak peduli dengan permasalah sosial yang satu ini.
Paradigma yang salah ini bukan saja dari masyarakat tetapi juga dari penderita itu sendiri. Banyak korban HIV/AIDS sudah menyerah dengan diagnosa tersebut dan kemudian begitu cepatnya virus ini menggerogoti dirinya. Untuk itu tidak banyak rekan-rekannya yang bertahan hidup seperti dirinya sekarang. Lebih parahnya banyak dari mereka mati sia-sia karena merasa terbuang dan sengaja dibuang oleh anggota keluarga yang lain dan terpuruk tidak berbuat apa-apa.
Paradigma ini juga tidak lepada dari lembaga agama yang lebih banyak memberikan justifikasi, sehingga korban hanya menyalahkan diri dan justru tidak dapat bangkit dari keterpurukannya. Tidak heran kemudian korban yang berniat jahat dengan sengaja justru menularkan virusnya dalam berbagai cara dan tidak peduli perasaan orang lain.
Saya sengaja menggunakan istilah ini karena sebagian besar masyarakat sepertinya masih sangat keliru memahami penularan HIV/AIDS dan bagaimana berelasi dengan korban seperti mereka ini. Hal yang sama dibenarkan juga oleh rekan saya bahwa masih banyak masyarakat memberikan label kepada korban HIV/AIDS secara negatif. Menjauhkan mereka dari kehidupan normal bermasyarakat karena dianggap penyakit menular dan aib. Padahal kenyataannya penyakit ini tidak menular secara sembarangan kecuali melalui kontak darah secara langsung seperti hubungan seks, penggunaan jarum yang tidak steril, dan transfusi darah. Selain itu, banyak korban HIV/AIDS bukan salah dirinya melainkan pihak lain di luar kemampuan dia seperti istri yang mendapat virus karena berhubungan suaminya yang sudah positif terkena tanpa sepengetahuan dirinya. So, orang-orang ini tidak pernah tahu kenapa virus itu ada dalam dirinya tetapi masyarakat pada umumnya sudah memberi labeling negatif terhadap mereka dengan kehidupan seks bebas, aib, kutukan dan sejenisnya. Aktifis HIV/AIDS didominasi mereka yang menjadi korban dan sejumlah kecil relawan yang memiliki teman atau keluarga HIV/AIDS
Jika demikian seolah para aktifis dan orang-orang yang peduli terhadap ODHA siapa ? Apakah hanya mereka yang berhubungan dengan penyakit satu ini. So, sebagian besar orang lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan hal ini kemana ? Bagi saya ini adalah hal yang memprihatinkan dimana orang-orang yang peduli HIV/AIDS hanya berputar di kalangan orang-orang tersebut tanpa mengubahkan paradigma yang sudah terpatri bertahun-tahun di masyarakat. Orang peduli karena dia sendiri telah menjadi korban dan mempunyai passion agar orang lain tidak terkena atau mencegahnya. Orang peduli karena sudah melihat sendiri bagaimana penderitaan teman atau salah satu anggota keluarga yang terkena HIV/AIDS.
Bahkan mengurus kematiannya karena sebagian besar korban HIV/AIDS sudah tidak diakui oleh keluarganya. Pelayanan yang sungguh serius dan sungguh-sungguh full time 24 jam memantau dan sigap menangani. Pelayanan praktis dan bukan sekadar bahasa klise untuk menghibur tetapi sungguh-sungguh bertindak.
Tidak bermaksud menyudutkan pihak manapun, tetapi saya pikir ini adalah realita yang memang banyak terjadi. LSM terkait dan pemerintah selama ini banyak hal yang selama ini bersifat sekunder menjadi primer bagi mereka. Salah satunya data menjadi pokok pembicaraan justru lebih banyak dibicarakan daripada aksi praktis menangani korban HIV/AIDS. Semua program dan proyek hanya berujung pada laporan dan sejumlah kucuran dana sekian milyar atau bahkan triliun. Namun demikian kenyataannya dana itu tidak tersalurkan dengan baik kepada korban dan pendanaan kampanye bebas HIV/AIDS.
Mencegah HIV/AIDS bukan dimulai dari menegur kebiasaan perilaku seksnya tetapi bagaimana cara-cara mengatasinya. Pernyataan ini seolah mungkin kontroversial lebih jelasnya jika saya mengatakan lebih baik membagikan kondom gratis daripada menegur seseorang pergi ke pelacur. Hal ini didasarkan bahwa mencegah seseorang menghentikan perilaku seksualnya adalah usaha sia-sia dan menyita waktu. Perilaku seksual adalah kebebasan dan hak setiap orang terserah dia mau melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu wanita atau pria, dengan pelacur, dengan sesama lelaki atau perempuan itu hak mereka. Bagaimanapun mencegah dan menegurnya baik sesuai pandangan agama atau etika sosial tidak akan berpengaruh banyak kepada mereka, bahkan yang ada semakin brutal karenan keinginannya tidak tersalurkan. Seorang yang kecanduan seks pasti akan ada pada satu titik jenuh dan berhenti sendiri alias bosan sendiri dan berhenti cepat atau lambat termasuk mereka pekerja seks komersial (PSK).
Pengguna narkoba pasti terjebak dengan seks bebas tetapi perilaku seks bebas belum tentu berhubungan dengan narkoba. Ujung-ujungnya narkoba telah membuat dirinya tidak dapat membedakan rasional dan moralitas secara tepat. Apa yang diinginkan disalurkan dengan bebasnya dan salah satunya perilaku seks. Bukan saja wanita yang pernah dicobanya tetapi sesama lelaki pun dia perlakukan sama seperti layaknya hubungan seksual. Dalam dunia mereka perilaku semacam ini sering disebut lelaki seks lelaki (LSL), ini agak berbeda dengan gay atau homoseksual dimana ada ikatan batin secara emosional di dalamnya. LSL hanya berhenti pada penyaluran hasrat seksual tanpa adanya hubungan apapun termasuk cinta di dalamnya.
Refleksi ini menjadi satu inspirasi yang menggugah saya dalam beberapa hal. Korban HIV/AIDS adalah teman kita yang sedang dalam krisis jadilah sahabat dan dukung dia untuk bangkit dan memberi sumbangsih pada dunia ini menjelang ajalnya. Kita tidak jauh beda dari mereka sama-sama bukan makhluk sempurna yang tidak berhak menghakimi dan memberikan labeling pada mereka. Berpartisipasi dalam segala rupa salah satunya tidak menghakimi dan menjadi teman korban HIV/AIDS adalah dukungan yang sangat berarti bagi mereka. Bergaul dengan siapapun boleh bahkan para korban HIV/AIDS tetapi bukan menggauli itu berbeda maknanya, antisipasi perilaku seksual maupun kebiasaan buruk kita sebelum terlambat. Jadilah motivator bagi diri sendiri, orang lain, dan alam semesta ini bahwa jika korban HIV/AIDS saja mau melakukan sesuatu yang berarti bagi dunia ini apalagi kita yang belum dan tidak pernah akan menjadi korban HIV/AIDS. Selamat hari anti HIV/AIDS sedunia dan terus sebarkan pesan ini kepada semua rekan dari sejak dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar