1 Desember, tanggal yang diperingati sebagai
Hari AIDS Sedunia. Hari ini diperingati karena untuk menumbuhkan kesadaran
terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV.
Konsep ini digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia mengenai
program-program untuk Pencegahan AIDS pada tahun 1988. Sejak saat itu, AIDS
mulai diperingati oleh pihak pemerintah, organisasi Internasional dan yayasan
amal di seluruh dunia. Peringatan ini menggunakan lambang (simbol) Pita Merah dan digunakan secara internasional
untuk melambangkan perang terhadap AIDS.
Setiap tahun, Hari AIDS Sedunia diperingati
dengan menampilkan tema-tema tertentu. Dan temanya adalah
Hentikan AIDS Jaga Janjinya - Akses Universal dan Hak Asasi Manusia. Dengan
tema ini, peringatan hari AIDS sedunia sebetulnya mengingatkan kembali kepada
semua pihak bahwa penderita HIV/AIDS mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan.
Hak asasi bagi penderita AIDS adalah hak asasi manusia yang melekat pada diri
di setiap manusia sejak lahir dan berlaku seumur hidup.
Biasanya di setiap daerah memiliki cara
tersendiri untuk memperingati Hari AIDS Sedunia ini, misalnya di setiap perempatan jalan-jalan besar ada sekelompok mahasiswa
atau aktivis yang peduli terhadap AIDS sedang membagikan Pita Merah pada setiap
pengguna jalan yang berhenti di traffic light, membagikan bunga mawar merah dan sebagainya.
Sampai saat ini penderita HIV setiap hari
bertambah 7.400 kasus atau lima orang per menit. Dari pertumbuhan penderita
tersebut, 96% diantaranya merupakan populasi di negara berkembang. Sedangkan
kasus seluruhnya di Indonesia diperkirakan 298.000 jiwa. Sungguh memprihatinkan
bukan ?.
Ketika seseorang divonis mengidap HIV, langit
hidupnya seakan runtuh. Maut datang membayang. Dia merasa hidupnya sudah
kiamat. Memang virus itu sangat mematikan, namun itu tidak berarti penderita
tidak bisa “berdamai” dengan virus itu. Berdamai berarti menerima kenyataan
tubuh yang sudah tertular. Tidak perlu meratapi diri, apalagi menyembunyikan
diri dari masyarakat. Meratapi diri sama saja kita menangisi susu yang tumpah.
Odha harus berani menghadapi hidup baru. Hidup bersama HIV.
Berdamai juga berarti mau merawat diri. Hidup
Odha tidak runtuh karena telah tertular HIV. Hidup mereka belum kiamat karena
HIV. Mereka bisa membuat rencana hidup masa depan, untuk bekerja, dan untuk
secara teratur pergi ke tempat konseling dan bergabung dengan komunitas Odha.
Tidak mudah memang. Apalagi HIV distigmakan sebagai kutukan sebagai ganjaran
akibat pola hidup yang tidak baik.
Kini makin banyak Odha yang tidak malu-malu
dan takut mengaku bahwa mereka telah terinfeksi virus maut itu. Sikap itu
sangat positif tidak saja bagi penderita, tetapi masyarakat secara umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar