Alhamdulillah, hari ini, 2 Juli, 2014, Dompet Dhuafa (DD) genap berusia 21 tahun. Dan, hari ulang tahun kali ini terjadi dalam bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Bulan turunnya Al Quran, yang menjadi sumber bagi lahir dan pedoman kiprah DD.
Dalam Al Quran, perintah mendirikan shalat diikuti langsung oleh perintah menunaikan zakat. Ada 27 ayat dalam Al Quran yang menyebut ini. Bagi saya, seorang pembelajar Islam, kedua perintah yang berurutan itu seperti two in one. Artinya, tidak sempurna shalat seseorang yang tidak membayar zakat. Dan, DD lahir sebagai LAZ (Lembaga Amil Zakat), yang berkiprah dalam penghimpunan dan pendistribusian zakat sesuai tuntunan Al Quran.
Ada beberapa capaian menonjol yang diraih DD dalam satu tahun terakhir. Salah satunya adalah dalam urusan zakat ini. Tepatnya, penguatan partisipasi DD dalam gerakan zakat internasional. Akhir Mei lalu, DD berperan aktif sebagai pemrakarsa konferensi “World Zakat Forum” di New York, AS, dengan topik “Zakat for Global Welfare” atau “Zakat untuk Kesejahteraan Global”.
Dalam konferensi ini sekitar 60 orang pakar, pengamat dan pengurus organisasi zakat sedunia dari sepuluh negara diundang hadir dan bicara. Mereka dari Afrika Selatan, Sudan, Albania, Bosnia, Yaman, Pakistan, India, Malaysia, Indonesia dan Amerika Serikat. Ada juga wakil dari Islamic Development Bank (IDB) dan Dr. Jeniffer Bremer, guru besar dari American University, Kairo, yang dalam presentasinya banyak menyebut DD sebagai rujukan.
Dalam konferensi itu terungkap bahwa potensi zakat umat Islam sedunia sangat besar.Dan, jika dikelola secara amanah atau profesional, zakat bisa menjadi sarana ampuh bagi kesejahteraan umat manusia sedunia. Sebagai contoh, menurut data BAZNAS, potensi zakat Indonesia per tahun kini adalah Rp 270 trilyun. Sampai sekarang yang sudah terkumpul dan dikelola oleh sejumlah lembaga amil zakat Indonesia, termasuk DD, barulah satu persen saja.
Konferensi itu menjadi ajang pertukaran informasi dan pengalaman, saling belajar dan memupuk kerjasama persaudaraan Muslim sedunia lintas bangsa. Semuanya sepakat perlunya penetapan standard profesionalisme dalam pengelolaan zakat dalam rangka penerapan sistem ekonomi syariah. Secara aklamasi, Ahmad Juwaini, Presdir DD Filantrofi, dipilih menjadi Sekjen World Zakat Forum untuk periode 2014-2017, menggantikan Ustadz Prof. DR. Didin Hafidhuddin, dengan kantor sekretariat tetap di Jakarta. Konferensi itu diselenggarakan DD dan BAZNAS bekerjasama dengan the Nusantara Foundation, New York, pimpinan Ustadz Shamsi Ali, asal Sulawesi Selatan, yang telah berdakwah di AS selama 16 tahun.
Kemiskinan Sangat Kompleks
Sebagai orang yang dituakan, saya diberi kesempatan berbicara tentang Peran Zakat Untuk Mengurangi Kemiskinan. Berdasarkan pengalaman DD, saya sampaikan presentasi berjudul “The Role of Zakat to Reduce Poverty: A DD (Dompet Dhuafa) Way, An Indonesian Example”. Ini mengenai anatomi kemiskinan, penyebab kemiskinan dan cara-cara yang telah dicoba DD untuk mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia.
Kemiskinan atau kedhuafaan sulit didefinisikan secara singkat. Kemiskinan tidak hanya berarti tidak punya uang untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan, sandang, pengobatan, pendidikan dan perumahan. Kemiskinan lebih dari itu, kemiskinan mempunyai banyak wajah. Bank Dunia dalam satu definisinya menyebut kemiskinan adalah ketakutan untuk hidup di suatu waktu yang akan datang. Ini menyangkut masalah mental, kultural dan spiritual, di samping ekonomi.
Salah satu pengukur kemiskinan adalah “garis kemiskinan” (poverty line), yang berbeda dari suatu negara dengan negara lain. Di AS, misalnya, seorang bujangan usia di bawah 65 tahun disebut miskin jika pendapatannya setahun kurang dari 11.940 dollar AS atau sekitar 1.000 dollar per bulan. Untuk keluarga yang terdiri dari empat orang, termasuk dua anak, garisnya adalah 23.550 dolar AS/tahun. Berdasar garis ini, dilaporkan jumah orang miskin di AS naik 15,1 persen pada tahun 2010. Di India, garis kemiskinan ada dua, yakni hidup di bawah 12 dolar AS/bulan untuk orang kota dan 7,5 dolar AS/bulan untuk orang desa.
Di Indonesia, garisnya adalah hidup di bawah 22 dolar/bulan. Dengan angka itu, sekitar 32 juta orang Indonesia termasuk miskin. Jumlah kematian ibu waktu melahirkan juga menjadi ukuran kemiskinan. Indonesia harus berjuang keras untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi 105 per 1.000 kelahiran tahun 2015 dari 307/1000 tahun 2009 untuk mencapai sasaran MDGs. Nampaknya ini sulit dicapai.
Untuk mengurangi kemiskinan, DD menempuh cara memotong lima lingkaran setan kemiskinan, yakni miskin ekonomi yang berdampak berturutan: miskin kesehatan, pendidikan, budaya dan imam dan takwa melalui tiga upaya: pemberdayaan ekonomi, pemberian pengobatan dan akses pendidikan. Ketiga upaya itu dibiayai dengan dana Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf dengan mengamalkan apa yang saya sebut denganProphetic Management atau manajemen kenabian, meneladani empat perilaku mulia Rasulullah Muhammad SAW, yakni siddiq, tabligh, amanah dan fathanah. Sedangkan, salah satu sarana untuk membebaskan orang miskin dari lima lingkaran setan kemiskinan tadi adalah menjadikan masjid sebagai pusat keunggulan (center of excellence): spiritual, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan.
Konferensi itu sengaja dilangsungkan di New York yang menjadi pusat dunia, karena Markas Besar PBB ada di situ, demikian pula pusat kapitalisme. Tujuan pertamanya adalah untuk menjadikan zakat sebagai isu global. Sekalipun baru wacana, konferensi itu patut dicatat sebagai awal yang baik.
Saya teringat pidato Presiden Soekarno di Sidang Umum ke-15 PBB pada Jumat, 30 September 1960 di Markas Besar PBB yang berjudul: To Build The World Anew(Membangun Dunia Baru). Pidato itu telah membangunkan kesadaran dunia akan ketidakadilan politik dan ekonomi serta ancaman akan munculnya Perang Dunia Ketiga yang dimotori Blok Barat pimpinan AS dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet.
Karena itu, ketika diminta menutup konferensi itu, saya meminjam judul pidato Bung Karno itu dengan mengubahnya sedikit menjadi To Build The World Anew with Zakat. Penutupan itu berlangsung di 42nd Street, di Manhattan, tempat kantor Nusantara Foundation, tak jauh dari Markas Besar PBB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar